Desi Rini Astuti
Jalan Lamongan Raya No. 16 Semarang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KEEFEKTIFAN RODENTISIDA RACUN KRONIS GENERASI II TERHADAP KEBERHASILAN PENANGKAPAN TIKUS Astuti, Desi Rini
Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 8, No 2 (2013)
Publisher : Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Leptospirosis adalah penyakit menular zoonosis yang disebabkan bakteri patogen leptospira dengan reservoar utama dalam penularan adalah tikus. Pengendalian tikus secara kimiawi selama ini menggunakan rodentisida racun akut yang menyebabkan jera umpan pada tikus. Disamping itu angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi. Permasalahan yang timbul adalah begaimana keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap keberhasilan penangkapan tikus di daerah fokus leptospirosis. Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan G.pati, Kota Semarang, pada tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian post test only by control group. Pada penelitian ini digunakan purposive sampling. Jumlah sampelnya adalah 50 rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan data tikus yang tertangkap dengan rodentisida racun kronis generasi II sebanyak 35 ekor dan dengan kontrol ikan asin sebanyak 54 ekor. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa penggunaan rodentisida racun kronis generasi II tidak efektif terhadap keberhasilan penangkapan tikus (p= 0,986 > α= 0,05).  Keberhasilan penangkapan  (Trap Succes) tikus di daerah ini tergolong  tinggi sebesar 17,8 %. Jumlah tikus tertangkap yang paling banyak adalah jenis Rattus rattus diardii sebesar 62 % (55 ekor) dan jenis kelamin tikus terbanyak adalah jantan 57 % (51 ekor). Leptospirosis is a zoonotic infectious diseases caused by leptospira pathogenic bacteria with rat as the primary transmission reservoir. The chemically rats controllings used to using acute rodenticide poison that causes the deterrent effect bait in rats. The problem that arises was how the effectiveness of using rodenticide anticoagulant second generation toward the success of catching rats on the leptospirosis focus area. This type of research was quasi experimental research design with a post-test only by control group. A purposive sampling was used in this research. The samples were 50 houses. From the results of the observation, there were 35 rats were caught using rodenticide anticoagulant second generation while the control group which was using salted fish caught 54 rats. Based on the Mann Whitney test results it can be concluded that the use of rodenticide anticogulant second generation was not effective towards the success of catching rats (p= 0,986 > α= 0,05). The success of the rats capture (trap success) in this area was relatively high amounting to 17,8%. The highest number of rats caught was from the kind of Rattus rattus diardii amounting to 62% (55 rats) and most of them were male with the number of 57% (51 rats).
KEEFEKTIFAN RODENTISIDA RACUN KRONIS GENERASI II TERHADAP KEBERHASILAN PENANGKAPAN TIKUS Astuti, Desi Rini
KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 8, No 2 (2013)
Publisher : Department of Public Health, Faculty of Sport Science, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/kemas.v8i2.2820

Abstract

Leptospirosis adalah penyakit menular zoonosis yang disebabkan bakteri patogen leptospira dengan reservoar utama dalam penularan adalah tikus. Pengendalian tikus secara kimiawi selama ini menggunakan rodentisida racun akut yang menyebabkan jera umpan pada tikus. Disamping itu angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi. Permasalahan yang timbul adalah begaimana keefektifan rodentisida racun kronis generasi II terhadap keberhasilan penangkapan tikus di daerah fokus leptospirosis. Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan G.pati, Kota Semarang, pada tahun 2013. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian post test only by control group. Pada penelitian ini digunakan purposive sampling. Jumlah sampelnya adalah 50 rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan data tikus yang tertangkap dengan rodentisida racun kronis generasi II sebanyak 35 ekor dan dengan kontrol ikan asin sebanyak 54 ekor. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa penggunaan rodentisida racun kronis generasi II tidak efektif terhadap keberhasilan penangkapan tikus (p= 0,986 > α= 0,05).  Keberhasilan penangkapan  (Trap Succes) tikus di daerah ini tergolong  tinggi sebesar 17,8 %. Jumlah tikus tertangkap yang paling banyak adalah jenis Rattus rattus diardii sebesar 62 % (55 ekor) dan jenis kelamin tikus terbanyak adalah jantan 57 % (51 ekor). Leptospirosis is a zoonotic infectious diseases caused by leptospira pathogenic bacteria with rat as the primary transmission reservoir. The chemically rats controllings used to using acute rodenticide poison that causes the deterrent effect bait in rats. The problem that arises was how the effectiveness of using rodenticide anticoagulant second generation toward the success of catching rats on the leptospirosis focus area. This type of research was quasi experimental research design with a post-test only by control group. A purposive sampling was used in this research. The samples were 50 houses. From the results of the observation, there were 35 rats were caught using rodenticide anticoagulant second generation while the control group which was using salted fish caught 54 rats. Based on the Mann Whitney test results it can be concluded that the use of rodenticide anticogulant second generation was not effective towards the success of catching rats (p= 0,986 > α= 0,05). The success of the rats capture (trap success) in this area was relatively high amounting to 17,8%. The highest number of rats caught was from the kind of Rattus rattus diardii amounting to 62% (55 rats) and most of them were male with the number of 57% (51 rats).
ANALISIS SPASIAL DEMAM BERDARAH DENGUE DAN PENGENDALIAN VEKTOR DI KABUPATEN SERUYAN Hartono, Risky Kusuma; Astuti, Desi Rini
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 3 (2024): DESEMBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i3.37461

Abstract

Kasus Demam Berdah Dengue (DBD) termasuk penyakit yang mengancam kesehatan global dan kasusnya berfluktuasi setiap tahun di Kabupaten Seruyan. Penyebaran kasus hampir menyebar di seluruh wilayah. Tujuan penelitian ini adalah melakukan pemetaan kasus dengan analisis spasial dan menemukan upaya pengendalian vektor yang tepat untuk menurunkan kasus DBD. Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed method, gabungan kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Analisis spasial dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) menggunakan software ArcGis Pro Versi 3 dan analisis regresi untuk mengetahui hubungan antara kepadatan penduduk dan angka bebas jentik (ABJ) terhadap kejadian DBD. Metode kualitatif yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam. Pola spasial kasus DBD di Kabupaten Seruyan yaitu berkelompok (cluster). Pola sebaran cluster ini menunjukkan bahwa lingkungan di Kabupaten Seruyan berpotensi terjadi penularan setempat yang mengelompok. Semakin padat penduduk semakin tinggi pula kasus DBD di Kabupaten Seruyan. Terdapat pengaruh signifikan kepadatan penduduk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Seruyan dengan nilai p 0,002 > 0,05. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Seruyan dengan nilai p 0,149 < 0,05. Belum optimalnya manajemen pengendalian vektor di Kabupaten Seruyan menjadikan salah satu penyebab tingginya kasus DBD didaerah ini. Perlu diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Seruyan tentang pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) untuk meningkatakan peran serta semua pihak serta kewaspadaan dini terhadap kejadian DBD.