Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

LANDASAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG PERPAJAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PAJAK Bawole, Grace Yurico
LEX ET SOCIETATIS Vol 5, No 3 (2017): Lex Et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v5i3.15569

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana landasan hukum terhadap kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yakni suatu metode digunakan dengan jalan mempelajari buku literatur, perundang-undangan, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi pembahasan yang penulis gunakan untuk menyusun tulisan ini. Landasan hukum terhadap kejahatan di bidang perpajakan yang dilakukan oleh pejabat pajak terdapat pada pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UUKUP. Namun kejahatan ini dikategorikan ke dalam delik aduan, karena menurut Pasal 41 ayat (3) UUKUP, harus terlebih dahulu dilaporkan agar boleh dilakukan penuntutan. Sanksi pidana sudah diatur dalam UUKUP, akan tetapi masih juga sering terjadi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pajak. Sebab, sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi yang paling menguntungkan bagi pejabat pajak. Oleh karena itu, sanksi pidana tersebut harus diubah dan disesuaikan dengan perkembangan saat ini, untuk menimbulkan efek jera bagi para pejabat yang melakukan kejahatan di bidang perpajakan dan meminimalisir pejabat pajak menyalahgunakan wewenang.Kata kunci: Kejahatan, perpajakan, pejabat pajak
ANALISIS HUKUM TERHADAP BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BERDASARKAN KONSEP STRICT LIABILITY DAN VICARIOUS LIABILITY Bawole, Grace Yurico
LEX ET SOCIETATIS Vol 6, No 8 (2018): Lex Et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v6i8.23280

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui asas kesalahan bukan merupakan satu-satunya asas yang dapat digunakan jika terjadi suatu tindak pidana. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, disimpulkan, bahwa dalam hukum pidana modern, pertanggungjawaban pidana juga dapat dikenakan kepada seseorang meskipun orang itu tidak mempunyai kesalahan sama sekali. Dalam perkembangannya sistem pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan ini terbagi dalam 2 (dua) konsep, yaitu pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability) dan pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability). Alasan utama penerapan sistem pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan adalah demi perlindungan masyarakat karena untuk delik-delik tertentu sangat sulit membuktikan adanya unsur kesalahan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini digunakan oleh negara kita sudah tidak layak lagi digunakan karena masih menganut asas kesalahan. Oleh sebab itu perlu adanya produk hukum terbaru yang mengikuti perkembangan kejahatan yang muncul saat ini di negara kita yang mengatur konsep pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan.Kata kunci: Analisis hukum, bentuk pertanggungjawaban pidana, konsep strict liability dan vicarious liability.
PENERAPAN SISTEM HUKUM PIDANA CIVIL LAW DAN COMMON LAW TERHADAP PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORPORASI Bawole, Grace Yurico
LEX CRIMEN Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Era globalisasi dan liberalisasi yang terjadi di belahan dunia saat ini tidak hanya membuka peluang bagi dunia usaha untuk berperan langsung dalam pengembangan perekonomian dunia, tetapi dapat menumbuhkan berbagai kejahatan-kejahatan baru di bidang ekonomi,yang tidak kalah bahayanya dengan kejahatan konvesional lainnya, karena dampak yang ditimbulkannya sangat besar dan berpotensi dapat meruntuhkan sistem keuangan dan perekonomian dalam suatu negara atau bahkan sistem perekonomian dunia. Dalam kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan pada tahun 1985 di Jenewa menggambarkan bahwa peningkatan volume transaksi di bidang ekonomi merupakan faktor pendorong yang sangat besar terhadap timbulnya beberapa kejahatan baru seperti pelanggaran hukum pajak, transfer modal yang melanggar hukum, penipuan asuransi, pemalsuan invioice, penyelundupan dan lain-lain yang pelakunya berbentuk badan hukum atau pengusaha-pengusaha yang mempunyai kedudukan terhormat dalam masyarakat yang dikenal dengan kejahatan korporasi.[1] Kejahatan korporasi bukanlah sesuatu yang baru diperbincangkan karena sejak tahun 1975 dalam kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengulas tentang kejahatan korporasi yamg terjadi yang sangat menghawatirkan dimana diperkirakan bahwa kerugian dari kejahatan korporasi ini secara financial sangat besar. Tingginnya angka kejahatan korporasi ini yang terjadi diberbagai negara tentunya mendorong pemerintah untuk membentuk satuan tugas sebagai suatu usaha administrasi politis yang sengaja dibuat untuk memberantas kejahatan korporasi. Penanggulangan kejahatan korporasi diberbagai negara berbeda-beda berdasarkan sistem hukum pidana yang dianut oleh negara-negara yang bersangkutan. Dengan demikian tentunya ada perbedaan penerapan sanksi pidana untuk memberantas dan menanggulangi kejahatan korporasi ini baik sistem hukum common law maupun civil law [1] Simpson., Sally, Corporate Crime, Law, and Social Control, Cambridge University Press, First Published, 2002, hal. 6.
RUMAH SAKIT SEBAGAI BADAN HUKUM BERTANGGUNG JAWAB ATAS TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN DOKTERNYA Bawole, Grace Yurico
LEX CRIMEN Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumah sakit sebagai badan hukum bertanggung jawab atas tindakan medis yang dilakukan dokternya yakni tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Tanggung jawab etik umumnya meliputi tanggung jawab disiplin profesi, sedangkan ke dalam tanggung jawab hukum termasuk tanggung jawab hukum pidana, perdata, dan administrasi.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KASUS PENCEMARAN AIR DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA Bawole, Grace Yurico
LEX CRIMEN Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridios normatif disimpulkan, bahwa penerapan sanksi pidana terhadap kasus pencemaran air dalam perspektif hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 98 sampai Pasal 101 dan Pasal 104 Undang-undang Nomor  32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahap-tahap dalam proses penegakan menurut perspektif hukum pidana di Indonesia adalah tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, tahap peradilan, dan tahap eksekusi.Kata kunci: Penerapan sanksi pidana, kasus pencemaran air, hukum Indonesia.
ANALISIS YURIDIS PERKAWINAN BEDA AGAMA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 68/PUU-XII/2014 ATAS PASAL 2 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 Maryam Laomo; Ronny A. Maramis; Grace Yurico Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengkaji bagaimana Regulasi dan Penegakan Hukum dalam menyikapi Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan untuk mengetahui dan mengkaji Praktek Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi No.68/PUU-XII/2014 terhadap Perkawinan Beda Agama. Tidak sedikit pasangan berbeda Agama melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suatu keabsahan dalam Perkawinan. Berbagai tindakan untuk melangsungkan perkawinan beda agama adalah dengan cara : meminta penetapan pengadilan, perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama, penundukan sementara pada salah satu hukum agama dan melangsungkan perkawinan di luar negeri. Dalam hal ini karena Negara tidak memberikan Legalitas terkait tertib administrasi untuk dicatatkan dalam Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Namun, dalam praktek pelaksanaannya beberapa Pengadilan Negeri di Indonesia seperti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Pontianak dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan penetapan kepada pasangan berbeda agama untuk dapat dicatatkan dalam Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Mahkamah Agung berpendirian bahwa dalam hal terjadinya perkawinan beda agama, Peraturan Perkawinan Campuran Stb.1989 Nomor 158 masih tetap berlaku. Sebelum berlakunya undang-undang Perkawinan, perkawinan beda agama termasuk dalam jenis perkawinan campuran. Perkawinan campuran diatur dalam Regeling op de Gemengde Huwelijk stbl. 1898 Nomor 158 (selanjutnya disebut GHR). Dalam Pasal 1 (GHR) Reglement op de Gemengde Huwelijken (GHR): “Yang dimaksud dengan perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia ada di bawah hukum yang berlainan. Termasuk di sini, perkawinan berbeda agama, berbeda kewarganegaraan, dan berbeda golongan penduduk (mengingat adanya penggolongan penduduk pada masa Hindia Belanda).” Kata Kunci : Perkawinan Beda Agama, Pencatatan Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi No.68/PUU-XII/2014
TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA DALAM MENGGUNAKAN FAKTUR PAJAK FIKTIF BERDASARKAN PERATURAN DIREKTUR JENDRAL PAJAK NOMOR PER-16/PJ/2018 Sendy Prilly Somba; Adi Tirto Koesomo; Grace Yurico Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 13 No. 5 (2024): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana aturan hukum dan pertanggungjawaban hukum yang diterapkan terhadap pengusaha yang terlibat dalam penggunaan faktur pajak fiktif di Indonesia. 2. Untuk mengevaluasi dan merumuskan upaya konkret yang dapat diambil untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pengusaha terhadap peraturan perpajakan. Selain itu, tujuan ini juga bertujuan untuk merumuskan strategi yang dapat mengurangi praktik penggunaan faktur pajak fiktif. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Melului pendekatan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Penggolongan atau jenis tindak pidana perpajakan terbagi kedalam tindak pidana perpajakan dalam bentuk pelanggaran (culpa) sebagai perbuatan yang tidak sengaja dan tindak pidana perpajakan dalam bentuk kejahatan (dolus) sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. 2. Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya. Namun apabila keterangan yang tercantum tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya mengenai transaksi pembayaran pungutan pajak, maka Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material atau tidak sah atau boleh dikatakan Faktur Pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya (fiktif). Kata Kunci : faktur pajak fiktif, pengusaha
The Role of Stakeholders in Protecting Victims of Hit-and-Run Crimes in North Sulawesi Herlyanty Y. A. Bawole; Grace Yurico Bawole; Hironimus Taroreh
Research Horizon Vol. 5 No. 2 (2025): Research Horizon - April 2025
Publisher : LifeSciFi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54518/rh.5.2.2025.405-414

Abstract

The purpose of this study is to determine the role of stakeholders in providing protection for victims of hit-and-run crimes in traffic accidents. Law enforcement practices in Indonesia are often colored by things that are contrary to the principles that uphold human rights. Since ancient times, the human rights of Indonesian citizens have often been ignored or neglected, including victims of hit-and-run crimes in traffic accidents. Based on this history, the Indonesian government is trying to protect victims of crime, including victims of hit-and-run crimes in traffic accidents. Legal protection for victims of hit-and-run crimes in North Sulawesi has not yet fulfilled a sense of justice and every year the number of victims increases, both minor injuries, serious injuries, and even death. In this case, the role of institutions is very much needed. In conclusion, the role of stakeholders in protecting victims of hit-and-run crimes in North Sulawesi includes the role of the North Sulawesi Regional Police which uses penal and non-penal efforts. As well as the role played by the North Sulawesi Regional Government. This role is a concrete step in realizing the goal of protecting victims of hit and run accidents, especially those that occur in North Sulawesi.