Muhammad Nadzir
Universitas Balikpapan

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN TANAH SEBAGAI BUKTI HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH Muhammad Nadzir; Suwandi
Jurnal de Facto Vol 4 No 1 (2017)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejak berlakunya UUPA, SKT tidak diakui lagi sebagai bukti hak kepemilikan hak atas tanah, SKT hanya merupakan bukti hak lama yang merupakan proses awal atau alas hak untuk kemudian dilakukan pendaftaran tanah dan selanjutnya diterbitkan sertifikat yang merupakan bukti kuat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan negara memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak atas yang telah bersertifikat. Penerbitan SKT banyak hal negatif yang dijumpai misalnya penerbitan SKT ganda. Kekeliruan tersebut sangat memungkinkan terjadi karena kepala kantor Lurah atau Desa memiliki register tanah atau pencatatan dalam buku daftar tanah tidak baik, sebagaimana halnya dikantor pertanahan, walaupun demikian SKT dikalangan masyarakat semakin tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Pendeketan dalam penelitian ini lebih mengedepankan penggunaan pendekatan secara yuridis normatif didukung dengan wawancara, dimana metode yuridis normatif digunakan untuk mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan norma dan aturan hukum serta beberapa kajian para ahli terhadap ilmu pengetahuan. 1. Kekuatan pembuktian Surat Ketarangan Tanah (SKT), sebagai bukti hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat hanya merupakan surat keterangan mengenai obyek tanah yang dikuasai secara fisik oleh masyarakat dan sebagai alat bukti tertulis dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagai bukti hak kepemilikan hak atas tanah, namun demikian alat tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti dimuka Pengadilan, Surat Keterangan Tanah tersebut juga merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
STATUS HUKUM TANAH GRANT SULTAN KUTAI KERTANEGARA ING MARTADIPURA DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Muhammad Nadzir; Prapti Ramadhani
Jurnal de Facto Vol 4 No 2 (2017)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 maka muncul permasalahan-permasalahan mengenai status hukum tanah Grant Sultan yang telah dikuasai oleh penerima hibah tanah terutama dari kerabat kesultanan diluar garis keturunan, sehingga terdapat beberapa gugatan perdata mengenai tanah Grant Sultan dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di Pengadilan Negeri Tenggarong, salah satunya adalah perkara Nomor 09/Pdt.G/2016/PN.Tgr dengan penggugat bernama Kursani melawan Total E&P Indonesie sebagai Tergugat I dan Pertamina sebagai Tergugat II. Dimana dalam perkara tersebut penggugat mengaku sebagai ahli waris dari Andi Makulawu yang mendapat hibah tanah seluas kurang lebih 18.000 ha dari Sultan Kutai Kartanegara. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis empiris atau yuridis sosiologis adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem klehidupan yang nyata. Status hukum Tanah Grant Sultan Kutai Kertanegara Ing Martadipura dalam sistem hukum Indonesia adalah bahwa istilah Grant Sultan tidak dikenal dalam Hukum Tanah di Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura, yang ada adalah Tanah Limpah Kemurahan yang diberikan oleh Sultan Kutai kepada suatu kaum segolongan suku bangsa yang telah berjasa kepada Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura diberikan berdasarkan ketentuan adat disebut hak ulayat yang bersifat kolektif dan tidak dapat diperjual belikan. Tanah limpah kemurahan tersebut diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang.
Problematika Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada Sektor Migas Muhammad Nadzir; Rimul Gultas Akbar; Sadar Budiyoto
Jurnal de jure Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Dejure
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/jurnaldejure.v13i2.538

Abstract

Penelitian ini fokus pada  persoalan adanya kesenjangan antara regulasi dan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum yang sering menimbulkan persoalan.  Bahwasanya regulasi ini belum dapat dijalankan secara efektif. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa secara regulasi telah ditentukan aturan seberapa lama proses pengadaan tanah dapat direalisasikan, namun pada prakteknya  proses pengadaan tanah ini cukup lama terkhusus yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga dimasa yang akan datang perlu dibuatkan perencanaan yang matang oleh pihak yang membutuhkan pengadaan tanah, dimana pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan 1-2 tahun sebelumnya atau sebelum kegiatan pembangunan dilaksanakan artinya dilakukan tidak pada tahun yang sama, agar tidak tertundanya kegiatan pembangunan fasilitas minyak dan gas bumi yang diperuntukan bagi kepentingan umum.
KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIKAITKAN DENGAN SISTEM BICAMERAL Muhammad Nadzir; Suhartini
Hang Tuah Law Journal VOLUME 5 ISSUE 2, OCTOBER 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/htlj.v5i2.49

Abstract

This study aims to answer the formulation of the first problem, what is the authority of the Regional Representatives Council (DPD) in the formation of laws and regulations? Second, does the authority of the Regional Representatives Council in the formation of these laws and regulations reflect the representative institutions of the bicameral system? The conclusion is that the DPD has the authority in the field of Legislation at the following stages: This study uses a normative juridical approach, namely research that analyzes a legal problem by conducting a literature study, both from primary, secondary and tertiary legal materials. The analysis of research data is qualitative in nature, namely concluding and describing the answers to the legal problems under study. byplanning, preparation and discussion related to bills related to regional autonomy, the formation and expansion and merging of regions, natural resource management, as well as those relating to the balance of central and regional finance. The DPD has the authority to provide considerations in the Tax Bill, APBN, Education and religion to the DPR. Second, the two-chamber representation system (Bicameral) provides an equally strong position, this applies to the DPD and the DPR. In implementing the Representative system, the DPD has weak authority in various functions, both legislation, supervision and budgeting. The weakness of the legislative function can be seen from the DPD's inability to participate in discussing the decision making the bill into law. This shows that the DPD's authority does not reflect as a pure bicameral system representative institution, but reflects a soft bicameral representation system.
Government Responsibility to Protect People’s Rights Over the Clean Water Muhammad Nadzir
Hang Tuah Law Journal VOLUME 1 ISSUE 1, APRIL 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/htlj.v1i1.84

Abstract

Water plays a very important role in supporting human life and other living beings as goods that meet public needs. Water is one of the declared goods controlled by the state as mentioned in the constitution of the republic of Indonesia. The state control over water indicated that water management can bring justice and prosperity for all Indonesian people. However, in fact, water currently becomes a product commercialized by individuals and corporations. It raised a question on how the government responsibility to protect the people's right to clean water. This study found that in normative context, the government had been responsible in protecting the people‟s right over the clean water. However, in practical context, it found that the government had not fully protected people's right over clean water. The government still interpreted the state control over water in the form of creating policies, establishing a set of regulations, conducting management, and also supervision.
Tindak Pidana Kelalaian Yang Mengakibatkan Kematian Berdasarkan Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Paruntu, Sesti Selvia; Pangaribuan, Piatur; Nadzir, Muhammad
Jurnal de Facto Vol 11 No 1 (2024)
Publisher : Pascasarjana Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/jurnaldefacto.v11i1.229

Abstract

Tindak pidana yang menyebabkan kematian atau luka seseorang karena kesalahan dan kelalaian ini telah menyebabkan keresahan dalam masyarakat. Untuk itu, dalam mewujudkan ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, dalam maksud menikmati kepastian hukum, ketertliban hukum dan perlindungan hukum yang berintikan pada keadilan dan kebenaran, negara telah menciptakan aturan- aturan hukum dan sanksi-sanksi bagi para pelakunya sesuai dengan bentuk kejahatan yang telah diperbuatnya, sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP. Rumusan masalah yang akan dicari jawabnya pada penulisan ini yaitu bentuk hukuman bagi pelaku tindak pidana kelalalan yang mengakibatkan kematian berdasarkan pasal 359 kitab undang - undang hukum pidana dan upaya hukum terhadap korban tindak pidana kelalalan yang mengakibatkan kematian berdasarkan pasal 359 kitab undang - undang hukum pidana. Metode penelitian ini lebih mendekatkan penggunaan penelitian secara yuridis normatif yang memandang hukum sebagai gejala yang menekankan eksistensi hukum dalam konteks, namun demikian dalam penelitian yuridis normatif, dimana metode yuridis normatif digunakan untuk mengkaji masalah - masalah yang berkaitan dengan norma dan aturan hukum. Hasil dari penelitian lnl yaitu bentuk hukuman bagi pelaku tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kematian yaitu pengaturan delik pidana terkait kelalaian yang menyebabkan kematian seseorang diatur dalam Pasal 359 KUHP dan Upaya hukum terhadap korban tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan kematian berdasarkan pasal 359 kitab undang - undang hukum pidana yaitu Pertanggungjawaban pidana terhadap sebuah perusahaan yang lalai karena tidak mengelola dengan baik konsep keselamatan tenaga kerja.
Penerapan Sistem Penggajian dan Remunirasi Secara Transparan Berbasis Masa Depan di Tubuh TNI Guna Meningkatkan Profesionalisme dan Kesejahteraan Prajurit yang Berkeadilan Rendi Susiswo Ismail; Syawaludin Abuhasan; Muhammad Nadzir
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 4 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Mei - Juni 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i4.1952

Abstract

Profesionalisme merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh seorang prajurit maupun siapa saja dalam menduduki sebuah jabatan,sebagai seorang prajurit pada tataran jabatan dan tugas yang diembankan kepadanya harus dikuasai dengan baik. Pendekatan hukum yuridis-empiris ini menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjut dengan data primer. Metode ini dilakukan berdasarkan fakta-fakta di lapangan mengenai langkah-langkah hukum yang harus dilakukan untuk merevisi sistem penggajian dan remunirasi secara transparan berbasis aasa depan ditubuh TNI. Undang-undang yang akan direvisi ini juga berorientasi pada masa depan prajurit dan diatur secara terperinci serta transparan, sehingga prajurit yang saat ini berdinas sampai menempuh masa pensiun sudah tertata masa depannya secara teratur, baik itu pada bidang pangan, sandang maupun papan. Dengan demikian konsentrasi dalam berdinas itu betul-betul mengabdi pada bangsa dan negara dapat berjalan dengan baik, benar dan tercurahkan secara utuh jiwa raganya. Prajurit Indonesia yang memilki sifat ketimuran dengan masih berorientasi pada kehidupan keluarga mempunya pengaruh yang sangat besar dimana jiwa sosial untuk membantu sanak famili. Hal ini harus didukung dengan konsep manejemen negara yang baik untuk mengaturnya, sehingga semua kepentingan baik itu keberhasilan keluarga maupun kesuksesan prajurit dapat diperoleh dengan baik dan teratur.