Sugeng Purwo Saputro
Research Center for Geotechnology - LIPI

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Bencana Kekeringan di Wilayah Taman Bumi Nasional Karangsambung-Karangbolong: Pengontrol, Dampak, dan Ketahanan Sugeng Purwo Saputro; Dwi Ratih Purwaningsih; Rahmi Mulyasari
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34126/jlbg.v12i1.323

Abstract

ABSTRAKKaranggayam dan Karangsambung di Kabupaten Kebumen termasuk ke dalam zona bahaya tinggi terdampak bencana kekeringan. Kedua daerah tersebut memiliki variasi batuan yang lengkap mulai dari batuan beku, batuan sedimen, hingga batuan metamorf, dan termasuk ke dalam wilayah Taman Bumi Nasional Karangsambung-Karangbolong. Prediksi dan penentuan area yang masih memiliki cadangan air tanah menjadi hal yang vital untuk segera dilakukan guna mengurangi dampak dari bencana tersebut, ditunjang dengan pengetahuan mengenai pengontrol utama dari parameter penyebab bencana kekeringan di daerah Karanggayam dan Karangsambung. Observasi lapangan dan analisis geospasial dipilih menjadi metode karena dinilai lebih efisien untuk penelitian ini, serta didukung dengan hasil analisis statistik dari data sekunder. Fisiognomi tanah, kondisi geologi, dan angka infiltrasi yang merupakan bagian dari delapan karakteristik geografi dan geomorfologi, dinilai menjadi pengontrol utama dari parameter penyebab bencana kekeringan yang terjadi di Karanggayam dan Karangsambung. Ketiga karakteristik tersebut berperan dalam mempersempit kemungkinan area cadangan air tanah menjadi hanya berada di sekitar lembah antiklin dan lereng sayap antiklin bagian selatan-tenggara (S-SE). Seluruh hasil penelitian ini dapat berfungsi untuk membantu pemerintah daerah dan pengelola taman bumi dalam membuat berbagai macam perencanaan dan kebijakan terkait Taman Bumi Nasional Karangsambung-Karangbolong.Kata kunci: bencana, cadangan air tanah, Kebumen, kekeringan, taman bumiABSTRACTKaranggayam and Karangsambung in Kebumen Regency included in the high danger zone affected by drought. Both areas have complete rock variations ranging from igneous, sedimentary, to metamorphic rocks, and are included in the Karangsambung-Karangbolong National Geopark. Prediction and determination of areas that still have groundwater reserves are vital to be carried out immediately to reduce the disaster’s impact, supported by the knowledge of the main controllers of drought-causing parameters in both areas. Field observations and geospatial analysis were chosen because they were considered more efficient and supported by the results of statistical analysis from secondary data. Soil physiognomy, geological conditions, and infiltration rates are considered the main controllers causing drought disasters in Karanggayam and Karangsambung areas. These three characteristics narrow down the possibility that the groundwater reserve area is only around the anticline valley and the south-southeast (S-SE) side of the anticline wing. All of the results of this study can help local governments and geopark management to make various plans and policies related to the Karangsambung-Karangbolong National Geopark.Keywords: disaster, groundwater reserves, Kebumen, drought, geopark
Peralihan Rezim Tektonik: Implikasinya pada Konsentrasi Torium di Mamasa dan Tana Toraja, Sulawesi-Indonesia Sugeng Purwo Saputro; Dwi Ratih Purwaningsih; Bambang Priadi
EKSPLORIUM Vol 41, No 2 (2020): November 2020
Publisher : Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir - BATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17146/eksplorium.2020.41.2.6063

Abstract

ABSTRAK Mamasa dan Tana Toraja secara geografis merupakan bagian dari lengan barat Pulau Sulawesi. Batuan-batuan mafik di daerah tersebut dan sekitarnya memiliki nilai laju radiasi tinggi dan anomali kandungan torium (Th). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme tataan tektonik yang berperan dalam peningkatan konsentrasi Th. Enam sampel batuan dianalisis menggunakan analisis petrografi dan geokimia (AAS, ICP-MS, NA, dan XRF), dilengkapi dengan pentarikhan umur menggunakan metode 40K-40Ar pada sampel batuan terpilih. Pengamatan petrografi memperlihatkan kehadiran mineral plagioklas, olivin, piroksen, hornblenda, nefelin, dan alanit pada batuan yang diidentifikasi sebagai nefelin-basanit, basalt, trakhibasalt, dan gabro. Sejumlah tekstur yang tampak pada batuan tersebut mengindikasikan kontaminasi dan perubahan kondisi tektonik. Analisis geokimia menunjukkan bahwa nefelin-basanit, basalt, trakhibasalt, dan gabro (absarokit) terbentuk pada batas kontinental aktif (ACM) yang sedang mengalami transisi dari subduksi aktif (penunjaman ke arah barat) menjadi post-subduksi. Perubahan tataan tektonik membuat magma membeku pada kondisi yang sangat ekstrim. Proses pembekuan magma diinterpretasikan terjadi pada umur sekitar 13,10-11,02 Ma. Mekanisme tersebut berperan penting terhadap terjadinya peningkatan konsentrasi torium di Mamasa dan Tana Toraja.ABSTRACT Mamasa and Tana Toraja geographically are part of the western arm of Sulawesi Island. The mafic rocks in these areas and their surroundings have high radiation dose rate and thorium (Th) anomaly content. This research aim is to determine tectonic setting mechanism which play the important role on the increasing of Th concentration. Six rock samples were analysed using petrography and geochemical analyses (AAS, ICP-MS, NA, and XRF) completed with the 40K-40Ar dating on selected rock samples. Petrography observations show plagioclase, olivine, pyroxene, hornblende, nepheline, and allanite minerals presence in the rocks which identified as nepheline-basanite, basalt, trachybasalt, and gabbro. Numbers of texture appearances in the rocks indicate contamination and changes on tectonic setting. Geochemistry analysis shows that nepheline-basanite, basalt, trachybasalt, and gabbro (absarokite) were formed at the active continental margin (ACM), which is undergoing active subduction (westward subduction) to post-subduction transition. The changing of tectonic setting made magma solidify in extreme conditions. The magma solidify process is interpreted to occur at the age of 13.10-11.02 Ma. These mechanisms play an important role for the increase of thorium concentration in Mamasa and Tana Toraja.