Mahpudin Mahpudin
Gadjah Mada University

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Between Elites and Society: The Politics of Territorial Splits in a Decentralizing Era, Case of Lebak District, Indonesia Mahpudin Mahpudin; Ika Arinia Indriyany; M Dian Hikmawan
Journal of Governance Volume 6, Issue 1 : (2021) June
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31506/jog.v6i1.11019

Abstract

This article studies the political struggles of local society in South Lebak who want to split from Lebak District. The reasons are ineffective and inefficient public services, abundant natural resource potential, and political dynasty saturation. Therefore, they continue to negotiate their territorial areas. This article attempts to answer how territorial politics works in the process of territorial splits. The results reveal: first, the political elite used the issue of territorial splits for electoral matters. Second, territorial splits are motivated not only by a group of elites in South Lebak or local politicians, but also by the local people's desire for long-term prosperity and exceptionally effective and efficient public services. However, the interests of the local elite groups are more dominant. This study found that there is a link between the interests of society and the local elites.Keywords: decentralization; election; elites; politics of territorial splits; South Lebak.
RENT SEEKING DAN PRAKTIK KORUPSI DI TUBUH BUMD: KASUS BUMD PT BANTEN GLOBAL DEVELOPMENT (BGD) Mahpudin Mahpudin
JWP (Jurnal Wacana Politik) Vol 6, No 1 (2021): JWP (Jurnal Wacana Politik) Maret
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jwp.v6i1.30756

Abstract

Artikel ini membahas tentang praktik rent seeking di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) spesifik pada PT Banten Global Development (BGD) sebagai perusahaan milik Pemerintah Provinsi Banten. Alih-alih memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembangunan di Banten, PT BGD justru hanya menjadi alat perburuan rente antara state actor dan economic actor dengan memanfaatkan sumber daya keuangan yang dimiliki pemerintah untuk kepentingan ekonomi politik segelintir elit. Artikel ini berusaha memetakan pola rent seeking yang bekerja dibalik pengelolaan perusahaan PT BGD. Metode kualitatif dipilih dalam penelitian ini, adapun pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur terhadap berbagai bahan bacaan yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan PT BGD menciptakan korupsi pada perusahaan pemerintah melalui praktik rent seeking. Pola rent seeking yang terbentuk adalah “rent seizing” yaitu state actors berusaha mendapatkan hak mengalokasikan rente yang dihasilkan dari institusi pemerintah untuk kepentingan individu dan kelompoknya. Di sisi lain, pihak perusahaan (economic actor) memperoleh keuntungan  dari kebijakan yang dibuat oleh elit politik dengan cara menyuap dan cara-cara lain yang melanggar konstitusi. Pihak perusahaan yang dimaksud tidak merujuk pada perusahaan swasta melainkan perusahaan milik pemerintah yaitu BUMD PT BGD.
Protest Voting dan Abstention dalam Pilkada Calon Tunggal: Kasus Pilkada Serentak 2018 Mahpudin Mahpudin
Kemudi Vol 5 No 02 (2021): Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.839 KB) | DOI: 10.31629/kemudi.v5i02.2643

Abstract

Tulisan ini membahas tentang dinamika partisipasi pemilih dalam konteks pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon. Politik elektoral yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon menyebabkan munculnya kotak kosong untuk memastikan kontestasi tetap ada. Kotak kosong menjadi pilihan alternatif bagi pemilih yang tidak puas dengan calon atau kecewa dengan kondisi politik yang ada. Karena itu, dalam setting pemilu lokal dengan calon tunggal telah memunculkan fenomena protest voting dan abstenstion. Saya berargumen bahwa meskipun mayoritas daerah dimenangkan oleh pasangan calon, tetapi apabila dianalisa lebih detail, kemenangan pasangan calon pada beberapa daerah tidak signifkan dibandingkan dengan presentase perolehan suara akumulasi dari protest voting dan abstention. Hal ini merefeleksikan bahwa tidak semua pasangan calon yang menang ditopang oleh basis legitimasi yang kuat.