p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal JOGED
Darmawan Dadijono
ISI Yogyakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

RUNGSIT: KOREOGRAFI YANG MENGINTERPRETASI TOKOH KARNA Denta Sepdwiansyah Pinandito; Darmawan Dadijono; Sri Hastuti
Joged Vol 19, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v18i1.6972

Abstract

RINGKASAN RUNGSIT merupakan karya tari yang merepresentasikan hati tokoh Karna yang tetap mempunyai ketegaran hati terhadap kekecewaan kepada ibu kandungnya, Dewi Kunti. RUNGSIT berarti penuh liku sebagaimana kisah kehidupan tokoh pewayangan Karna dalam epos Mahabharata. Karna mewakili orang yang terbuang, karena kelahirannya tidak dikehendaki karena membawa aib dari seorang putri kerajaan bernama Dewi Kunti yang harus menjaga marwah kerajaan. Di sisi lain Karna juga bisa mewakili orang-orang yang hidup tanpa kasih sayang seorang ibu kandung, sehingga dalam pengembaraanya Karna belajar dari alam dan belajar dari kehidupan yang ia lalui, hal itu yang membuat keteguhan Karna tidak punya tanding, dia bisa belajar dari alam dan orang-orang yang ia temui semuanya ia anggap menjadi guru. Maka diceritakan Karna mempunyai banyak guru. Karna yang sangat angkuh tetap tak bisa memungkiri bahwa Kunti adalah Ibu yang melahirkannya. Mungkin Karna tampak membenci, namun sisi bathin jiwanya tak dapat memungkiri “rasa cinta” pada ibunya. RUNGSIT diungkapkan menggunakan pola garap koreografi tunggal dengan menggunakan pengambilan gambar video tari dengan teknik one shoot serta black box sebagai tempat pertunjukan, setiap penata memilikimetode yang berbeda-beda dalam membuat karya. Selain itu, setiap penata memiliki ciri maupun ketubuhan yang berbeda, sehingga karya yang diciptakan memiliki ciri khasnya masing-masing.ABSTRACT "Rungsit" means "full of obstacles", and the term is portrayed by a characterin Wayang (puppet) called "Karna" from the Mahabarata story. Karna was the sonof princess Dewi Kunti. As a member of the kingdom, Kunti had to maintain her pride and dignity, and therefore his birth was despised and shunned by society. Onthe other hand, Karna also represents people who live without a mother's care. Throughout his journey, Karna learned a lot from nature and all the people he came across; so it was said that he had hundreds of teachers, and that his tenacity was incomparable. Despite his arrogance, he couldn’t deny the fact that deep down, hetruly loved his mother Kunti. Choreographer wants to portray Karna’s toughness in enduring all the disappointment he felttowards his own mother. “Rungsit” is a solo choreography that is recorded with a One-Shot techniqueand uses Black Box as the stage. Every choreographer has different needs and methods in executing their pieces, hence the different signature styles that made each and every one of them unique and authentic.
ABHILLANI ABHA’: KOREOGRAFI YANG TERILHAMI DARI NILAI HARGA DIRI DI MADURA Fatmawati Sugiono Putri; Maria Heni Winahyuningsih; Darmawan Dadijono
Joged Vol 18, No 2 (2021): OKTOBER 2021
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v17i2.6350

Abstract

RINGKASANAbhillani Abha’ merupakan judul karya penciptaan tari Abhillani merupakan istilah bahasa Madura yang berarti membela, dan Abha’ merupakan istilah bahasa Madura yang berarti diri (harga diri). Karya ini bersumber dari kebiasaan masyarakat Madura khususnya di daerah Bangkalan, dengan kasus carok yang dilakukan oleh laki-laki untuk melindungi atau mempertahankan harga dirinya. Secara signifikan carok dijadikan sumber materi dramatik dan sumber materi artistik pada penciptaan karya tari ini. Pelecehan dijadikan tema pada penciptaan karya tari. Berangkat dari pengalaman menyaksikan peristiwa carok, dan mengamati gerak pelaku carok dalam melakukan gerak silat serta ketrampilannya memainkan clurit, memicu ide gagasan dan ide kinestetik dalam proses penciptaan karya tari. Karya Tari ini merupakan karya koreografi kelompok, maka dipilih metode penciptaan tari dengan menggunakan konsep yang diutarakan oleh Jacqueline Smith dalam bukunya Dance Compotitions: A Practical Guide for Teacher (1976), tentang metode konstruksi tari yang terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap 1 tentang rangsang awal, tahap 2 tentang memilih motif menjadi komposisi, tahap 3 tentang menjadikan motif menuju komposisi kelompok, tahap 4 tentang bentuk tari, dan tahap 5 tentang elemen konstruksi. Properti celurit, motif Tari jawatimuran (Surabayan, Madura), gerak dasar silat, dan pola iringan jawatimuran (Surabayan, Madura) menjadi bahan- bahan untuk melakukan proses kreatif penciptaan Abhillani Abha’.ABSTRACTAbhillani Abha' is the title of a dance creation work. This work originated from the custom of the Madurese community, especially in the Bangkalan area, with the carok case committed by men to protect or maintain their dignity. Carok was significantly used as a source of dramatic material and a source of artistic material for the creation of this dance work. Harassment was used as a theme in the creation of dance work. Departing from the experience of witnessing the carok event, and observing the carok actor's movements in performing silat movements and his skills in playing clurit, triggering kinesthetic ideas and ideas in the process of creating dance works.This dance work is a group choreography, then the method of creating dance using the concept expressed by Jacqueline Smith in his book Dance Compotitions: A Practical Guide for Teachers (1976), about the dance construction method consisting of 5 stages, namely stage 1 about excitement beginning, stage 2 about choosing motifs into compositions, stage 3 about making motifs towards group composition, stage 4 about dance forms, and stage 5 about construction elements. The sickle property, the Jawatimuran dance motif (Surabayan, Madura), the basic movements of silat, and the Jawatimuran accompaniment pattern (Surabayan, Madura) became the materials to carry out the creative process of creating Abhillani Abha'.