Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The state policy epistemology related to religious moderation: A comparative study of Indonesia and Australia Abdul Rahim Yunus; Tasbih Hanafiah
EKSPOSE Vol 19, No 2 (2020)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/ekspose.v19i2.1140

Abstract

The concept of religious moderation as anti-theses of the spread of various phenomena of religious radicalism in different parts of the world must be developed based on the right epistemological concept. Conceptually, the four epistemological components consisting of source, structure, method and validity with empirical description in both countries namely Indonesia and Australia signal the need to build systemic synergies in each component initiated by the source as its initial foothold, then structure as a construct of its development, then the method as a paradigmatic, procedural and implementing framework, to the extent that the concept of religious moderation can contribute to the strengthening of religious moderation. The alignment of state policy epistemology frameworks related to religious moderation in Indonesia and Australia shows that in the four components of epistemology consisting of sources, structures, methods and validity. At the source, the epistemology of state policy regarding religious moderation in both countries lies in normative theology as well as normative juridical. On structures, the two have structural differences caused by the typology of the communities of the two different countries. In the method, the epistemology of state policy related to religious moderation in both countries lies on intervention and dialogue. While on the validity side, four theories of validity in this case correspondence theory, coherence theory, formative theory, and pragmatic theory can be found in both countries with different dimensions.Konsep moderasi beragama sebagai anti-inisan penyebaran berbagai fenomena radikalisme agama di berbagai belahan dunia harus dikembangkan berdasarkan konsep epistemologis yang tepat. Secara konseptual, keempat komponen epistemologis yang terdiri dari sumber, struktur, metode dan validitas dengan uraian empiris di kedua negara yaitu Indonesia dan Australia menandakan perlunya membangun sinergi sistemik di setiap komponen yang diinisiasi oleh sumber sebagai pijakan awalnya, kemudian struktur sebagai konstruksi pembangunannya, maka metode sebagai paradigmatik, prosedural dan kerangka pelaksanaan, sejauh konsep moderasi beragama dapat berkontribusi pada penguatan Penyelarasan kerangka kerja epistemologi kebijakan negara terkait moderasi beragama di Indonesia dan Australia menunjukkan bahwa dalam empat komponen epistemologi yang terdiri dari sumber, struktur, metode dan validitas. Pada sumbernya, epistemologi kebijakan negara mengenai moderasi beragama di kedua negara terletak pada teologi normatif serta yuridis normatif. Pada struktur, keduanya memiliki perbedaan struktural yang disebabkan oleh tipologi komunitas dari dua negara yang berbeda. Dalam metode tersebut, epistemologi kebijakan negara terkait moderasi beragama di kedua negara terletak pada intervensi dan dialog. Sementara dari sisi validitas, empat teori validitas dalam hal ini teori korespondensi, teori koherensi, teori formatif, dan teori pragmatis dapat ditemukan di kedua negara dengan dimensi yang berbeda.
Rekonseptualisasi Wilāyat al-Faqīh dalam Sistem Teokrasi Modern Iran: Kajian Kritis atas Legitimasi Ideologis, Stabilitas Politik, dan Tantangan Global Kontemporer A. M. Nur Atma Amir; Abdul Rahim Yunus; Susmihara
JSI: Jurnal Sejarah Islam Vol. 4 No. 2 (2025): Jurnal Sejarah Islam
Publisher : Progam Studi Sejarah Peradaban Islam (SPI), Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji ketahanan dan fleksibilitas sistem Wilāyat al-Faqīh sebagai model pemerintahan teokratis dalam konteks Republik Islam Iran. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana sistem ini mempertahankan legitimasi ideologisnya di tengah tekanan globalisasi dan tuntutan modernitas. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kepustakaan dengan analisis wacana kritis serta triangulasi data dari dokumen, wawancara, dan media digital. Hasil menunjukkan bahwa pendidikan agama meningkatkan partisipasi politik, sementara sanksi ekonomi, embargo teknologi, dan transformasi sosial pascarevolusi menciptakan tantangan serius bagi legitimasi Wilāyat al-Faqīh. Sistem ini tetap mampu menjaga stabilitas politik melalui otoritas religius, namun menghadapi resistensi dari kelompok muda dan digital natives. Kesimpulan menyatakan bahwa Wilāyat al-Faqīh merupakan sistem ideologis yang adaptif namun memerlukan reformasi partisipatif untuk menjawab tuntutan kontemporer.