Hwian Christianto
Faculty of Law University of Surabaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penggunaan Global Positioning System dalam Tafsir Konstitusional Hak atas Informasi Hwian Christianto
Jurnal Konstitusi Vol 17, No 2 (2020)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.691 KB) | DOI: 10.31078/jk1722

Abstract

Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XVI/2018 has become the most waited decision by the society as the user of technology in driving, more specifically the use of Global Positioning System (GPS). There are at least 2 (two) main issues which are debated in the submission of the application of the constitutional testing of Article 106 paragraph (1) and Article 283 of Law 22/2009. First, the use of GPS is needed by the society so that it has become a part of the fulfillment of economical right. Second, the effort of protection of public order is being maintained by the former of Law 22/2009. A normative judicial method was used based on the legal principles, the ongoing regulations, and the consideration of the court on the legal issues being discussed. The court in the consideration gave a philosophical historical analysis on the existence of both rules of law as the base to understand the important meaning of the ban on the activity that causes distractions in driving on the street. Strangely, the court did not directly state that the use of GPS was definitely included in the second scope of both rules of law. The use of GPS needs to be case studied as an action that distracts concentration. Although the court finally stated that the application was denied, the decision gave a balanced understanding on the need of GPS as the navigation system while driving and the protection of the road users. 
Konstitusionalitas Perkawinan Antar-Pegawai Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Hwian Christianto
Jurnal Konstitusi Vol 17, No 3 (2020)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.569 KB) | DOI: 10.31078/jk1738

Abstract

Kebijakan perusahaan atau instansi yang melarang seorang pegawai menikah dengan rekan kerja sering dianggap wajar untuk mencegah konflik kepentingan dan penurunan kinerja pegawai. Akibatnya pasangan pegawai itu berada pada pilihan yang sulit yakni terpaksa berhenti bekerja ataukah merahasiakan status perkawinan mereka. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ketentuan di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membuka ruang bagi perusahaan/instansi untuk menerbitkan larangan demikian adalah inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan hak untuk bekerja yang diatur dalam UUD 1945. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 mengenai konstitusionalitas perkawinan antar-pegawai dalam perusahaan yang sama belum sepenuhnya dipatuhi. Beberapa kantor yang masih menerapkan larangan ikatan perkawinan antar-pegawai hendaknya segera mencarikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak dalam rangka melindungi hak konstitusional pegawai sekaligus kepentingan perusahaan.
Potret Kriminologis Korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dan Pencegahannya: Perspektif Sobural Hwian Christianto
Kertha Patrika Vol 43 No 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2021.v43.i03.p06

Abstract

Lembaga Ppemasyarakatan ternyata menjadi tempat untukmelakukan korupsi oleh pelaku baik oleh petugas lembaga tersebutmaupun narapidana. Penegakan Hukum pun dinilai gagalmenjaga kepercayaaan masyarakat untuk memberikan pembinaanmelalui sanksi penjara bagi narapidana karena mereka justrumenjadi semakin ahli dalam melakukan korupsi ketika berada dilembaga pemasyarakatan. Pembahasan akar masalah korupsidalam Lembaga Pemasyarakatan sangat menarik ditinjau daripendekatan faktor sosial, nilai budaya dan faktor struktural. Duarumusan masalah yang akan dibahas dalam artikel ini berkaitandengan (1) Arti penting pendekatan sobural dalam praktik korupsidi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia serta (2) Bagaimanapendekatan sobural dapat diterapkan dalam upaya pencegahankorupsi di Lembaga Pemasyarakatan. Metode penelitian yuridis normatif digunakan untuk menganalisis kedua permasalahandengan memadukan pengaturan hukum terkait dengan perkarapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan yang pernah terjadi.Hasil penelitian menunjukkan pendekatan Sobural menyajikanpemahaman korupsi tidak hanya sebagai sebuah perbuatan yangmelanggar ketentuan hukum, akan tetapi juga sebagai perbuatanyang muncul karena didukung nilai sosial, budaya dan faktorstruktural pelaku dan masyarakatyang belum terbentuk denganbaik. Pemahaman menyeluruh atas korupsi di LembagaPemasyarakatan memberikan catatan evaluatif terhadap upayapencegahan korupsi yang efektif.
Penggunaan Global Positioning System dalam Tafsir Konstitusional Hak atas Informasi Hwian Christianto
Jurnal Konstitusi Vol 17, No 2 (2020)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.691 KB) | DOI: 10.31078/jk1722

Abstract

Constitutional Court Decision Number 23/PUU-XVI/2018 has become the most waited decision by the society as the user of technology in driving, more specifically the use of Global Positioning System (GPS). There are at least 2 (two) main issues which are debated in the submission of the application of the constitutional testing of Article 106 paragraph (1) and Article 283 of Law 22/2009. First, the use of GPS is needed by the society so that it has become a part of the fulfillment of economical right. Second, the effort of protection of public order is being maintained by the former of Law 22/2009. A normative judicial method was used based on the legal principles, the ongoing regulations, and the consideration of the court on the legal issues being discussed. The court in the consideration gave a philosophical historical analysis on the existence of both rules of law as the base to understand the important meaning of the ban on the activity that causes distractions in driving on the street. Strangely, the court did not directly state that the use of GPS was definitely included in the second scope of both rules of law. The use of GPS needs to be case studied as an action that distracts concentration. Although the court finally stated that the application was denied, the decision gave a balanced understanding on the need of GPS as the navigation system while driving and the protection of the road users. 
Konstitusionalitas Perkawinan Antar-Pegawai Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Hwian Christianto
Jurnal Konstitusi Vol 17, No 3 (2020)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.569 KB) | DOI: 10.31078/jk1738

Abstract

Kebijakan perusahaan atau instansi yang melarang seorang pegawai menikah dengan rekan kerja sering dianggap wajar untuk mencegah konflik kepentingan dan penurunan kinerja pegawai. Akibatnya pasangan pegawai itu berada pada pilihan yang sulit yakni terpaksa berhenti bekerja ataukah merahasiakan status perkawinan mereka. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ketentuan di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membuka ruang bagi perusahaan/instansi untuk menerbitkan larangan demikian adalah inkonstitusional. Hal ini bertentangan dengan hak untuk bekerja yang diatur dalam UUD 1945. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XV/2017 mengenai konstitusionalitas perkawinan antar-pegawai dalam perusahaan yang sama belum sepenuhnya dipatuhi. Beberapa kantor yang masih menerapkan larangan ikatan perkawinan antar-pegawai hendaknya segera mencarikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak dalam rangka melindungi hak konstitusional pegawai sekaligus kepentingan perusahaan.