Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 6E BERBASIS MULTIPLE REPRESENTASI PADA MATERI ASAM-BASA Annisa Zakiyah Fajriani; Parham Saadi; Almubarak Almubarak
JCAE (Journal of Chemistry And Education) Vol 4 No 3 (2021): JCAE EDISI APRIL 2021
Publisher : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FKIP UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jcae.v4i3.779

Abstract

Telah dilaksanakan penelitian dengan menerapkan pembelajaran model Learning Cycle 6E berbasis multi-representasi materi asam basa. Tujuan penelitian meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik kelas XI MIPA 4 SMAN 2 Banjarmasin sebanyak 36 peserta didik Tahun Ajaran 2019/2020. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan instrumen penilaian berupa tes dan non tes. Faktor yang diteliti berupa (1) aktivitas guru, (2) aktivitas peserta didik, (3) keterampilan berpikir kritis dan (4) respon. Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi, teknik angket dan tes keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Aktivitas guru pada siklus I dengan skor 54,67 meningkat menjadi skor 63,34 pada kategori aktif pada siklus II, (2) Aktivitas peserta didik siklus I dengan6 skor 54,21 meningkat menjadi skor 65,08 pada kategori sangat aktif pada siklus II (3) Keterampilan berpikir kritis peserta didik siklus I dengan persentase rata-rata 41,11% kategori cukup kemudian naik menjadi 81,48% pada kategori sangat kritis pada siklus II, (4) Respon peserta didik menunjukan kategori baik. Model pembelajaran Learning Cycle 6E berbasis Multiple Representasi dari hasil penelitian diketahui mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik pada materi asam basa.
KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN Zakiyah Zakiyah
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 9, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.877 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v9i3.1052

Abstract

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan sesama manusia, interaksi tersebut seringkali diwujudkan dengan sebuah perjanjian, pada mulanya perjanjian dibuat secara lisan, dalam perkembangannya adakalanya perjanjian tidak cukup dibuat secara lisan saja namun mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis, bahkan dengan alasan kepraktisan dan efesiensi untuk perjanjian yang sifatnya massal perjanjian dibuat dalam bentuk yang sudah dibakukan dalam sebuah formulir atau yang lebih dikenal dengan bentuk perjanjian baku (sandart contract). Para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan hal-hal apa saja yang dituangkan/dibuat dalam sebuah perjanjian, Adanya kebebasan yang diberikan kepada para pihak dalam menentukan isi perjanjian dimaksudkan karena para pihak dianggap mempunyai kedudukan yang sama dan seimbang. Namun dalam kenyataannya kedudukan para pihak dalam sebuah perjanjian tidak selalu seimbang, apalagi dengan makin banyaknya diberlakukan perjanjian baku. Dalam perjanjian baku, isi perjanjian hanya ditentukanoleh salah satu pihak saja dan tanpa melibatkan pihak lainnya, maka syarat-syarat dalam perjanjian tersebut dibuat tanpa melalui proses negosiasi (tawar-menawar) dan hal ini rentan sekali terdapat penuangan klausula eksonerasi (klausula pengalihan/pembatasan tanggung jawab) dari pihak yang menentukan isi perjanjian. Adanya penuangan klausula eksonerasi dalam perjanjian baku kalau dilihat dari syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 BW mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat kesepakatan,disebabkan karena adanya cacat kehendak yaitu penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak yang menentukan isi perjanjian. Sedangkan kalau dalam perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi (pengalihan tanggung jawab) berakibat batal demi hukum.
Implications of Bankruptcy of Married Debtors on Authority and Asset Status in Marriage Diana Rahmawati; Zakiyah Zakiyah
Journal of Social Research Vol. 1 No. 12 (2022): Journal of Social Research
Publisher : International Journal Labs

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55324/josr.v1i12.369

Abstract

Background: Individual debtor bankruptcy will be an interesting problem if the individual debtor is bound in a legal marriage. Of course, there will be certain legal consequences for the husband or wife of the bankrupt debtor Objective: The purpose of this study is to determine the legal consequences of bankruptcy on the authority of debtors who are bound by marriage and their partners and the legal consequences of assets in marriage. Methods: The research method used is a normative legal research method, which is prescriptive in nature. The analytical method used in this study is a qualitative analysis in order to answer the problems studied. Results: The results of the study show that firstly, the consequences of bankruptcy can affect the authority of the debtor couple, if the husband or wife of the debtor who is declared bankrupt does not make a marriage agreement for the separation of assets, then to represent him a Curator is appointed. Second: the legal consequences of bankruptcy on assets are influenced by the presence or absence of a marriage agreement and the purpose of the use of debt, whether for the personal interest of the debtor or the common interest will determine the status of the assets in the marriage as bankrupt assets, which will be used to pay the debtors' debts. bankruptcy against its creditors.