Chevi Sayusman
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Five Years Data of Vaginal Swab Examination on Sexual Assault Cases inWest Java Top Referral Hospital, Indonesia Machrani Febriastry; Chevi Sayusman; Zulvayanti Zulvayanti
Althea Medical Journal Vol 4, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.422 KB)

Abstract

Background: Vaginal swab test is one of the way to prove that penile penetration has occurred by detection of spermatozoa or seminal fluid components in  vaginal fluid of sexual assault victims. It is also used for detecting sexually transmitted infection (STI) in  thevictims and identifying perpetrators’ DNA. The objective of this study was to describe vaginal swab examination result on sexual assault cases in Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung so it can be used as an evaluation material for the management of sexual assault cases and a reference for subsequent researches related to sexual assault.Methods: Descriptive study was carried out using medical records and visumetrepertum of sexual assault victims who underwent vaginal swab examination at Dr. HasanSadikin General Hospital, Bandung from2010 to2014. Of 62 medical records which met the inclusion criteria, 3 were excluded. A total of 59 medical records were included as study subjects. Data taken were victims’ age, sexual assault’s time, examination time, penile penetration and intra-vaginal ejaculation history, also vaginal swab and STI examination result.The data were processed and presented using a frequency distribution table.Results: Spermatozoa were found in 13 cases (22.03%). Spermatozoa were found at latest 96 hours since assault. None of the victims was detected with STI.Conclusions: The successful rate of Spermatozoa detection by conducting vaginal swab in Dr. HasanSadikin General Hospital, Bandung is 22.03%. Spermatozoa can be detected even 72 hours post assault.
Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Dokter tentang Pengisian Penyebab Kematian Medis (Medical Cause of Death) Berdasarkan Standar ICD-10 di RS Tersier di Bandung Noverika Windasari; Nur Adibah; Chevi Sayusman
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 8, No 2 (2019): Online Juni 2019
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v8i2.1008

Abstract

Penyebab kematian medis perlu dicantumkan pada setiap rekam medis pasien yang meninggal. Dokter di Rumah Sakit berperan penting dalam menentukan sebab kematian medis (medical cause of death). Tujuan penelitian adalah untuk menilai pengetahuan dan keterampilan dokter tentang cara penulisan penyebab kematian medis (medical cause of death) pada rekam medis di RS Tersier di Bandung yang sesuai dengan standar WHO International Classification of Disease (ICD) 10. Penelitian ini berupa studi deskriptif analitik dengan memberikan kuesioner pada dokter klinis di suatu RS Tersier di Bandung untuk menilai pengetahuan dan keterampilan dokter tentang cara penulisan penyebab kematian medis (medical cause of death) dan kesesuaiannya dengan standar WHO ICD-10. Dari total 928 orang dokter klinis, didapatkan 90 sampel. Sampel mewakili setiap departemen/bagian yang terlibat langsung pembuatan penyebab kematian medis di suatu RS Tersier di Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan 58,1% dokter yang memahami tentang cara penulisan penyebab kematian medis yang benar, sedangkan 41,9% belum memahami secara teori. Keterampilan dokter dalam mengisi penyebab kematian medis yang benar dan lengkap sebesar 20,7%, sedangkan 23,3% mengisi penyebab kematian medis dengan benar namun tidak lengkap. Sebanyak 75,4% mengisi penyebab kematian yang salah, terutama karena menuliskan kondisi akhir sebelum kematian (terminal events). Masih separuh dokter (58,1%) mengetahui cara penulisan penyebab kematian medis yang benar sesuai standar WHO ICD-10. Tingkat keterampilan dalam mengisi penyebab kematian medis yang lengkap, masih sangat rendah (20,7%).