Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

TINJAUAN YURIDIS TENTANG TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG DI LAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANGUNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN ANAK. Dody Eko Wijayanto
Jurnal Independent Vol 1, No 2 (2013): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v1i2.10

Abstract

Anak adalah masa dimana banyak sekali terjadi hal-hal yang sangat kompleks yang salah satunya adalah perbuatan kenakalan yang menjurus kepada tindak pidana. Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut kenakalan anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah “Anak yang Berhadapan dengan Hukum”. Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus berlangsung. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringannya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Tindak pidana pengeroyokan adalah suatu tindak pidana yang dimana dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan unsur mengakibatkan rasa sakit pada tubuh, luka pada tubuh, dan merugikan kesehatan tubuh.Dalam sistematika hukum pidana di Indonesia suatu tindakan pengeroyokan sebagaimana telah di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 170 KUHP.Keywords : Pengeroyokan
The Formulation Of Community Policing Strategy To Settle Criminal Cases (Within community policing perspective) Dody Eko Wijayanto; Koesno Adi; Masruchin Rubai
Jurnal Independent Vol 1, No 1 (2013): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v1i1.1

Abstract

It is stipulated in the Criminal Law that only crime by accusation can be abrogated. On the other hand, common criminal cases must be processed within criminal justice system although it is only a minor legal offense. However, reality shows that minor legal offenses have often been put into a crime trial and community has often reacted against such a practice. This stimulates crime investigators to invent more peaceful ways to settle minor legal offenses although such ways are not acknowledged in criminal laws. Therefore, the Indonesian National Police have searched for a breakthrough to settle minor offenses by applying ADR in the form of penal mediation which puts the formulation of community policing strategy as the leading elementKeywords : Formulation, Community Policing, Settle Criminal
TINJAUAN YURIDIS UJARAN KEBENCIAN DIMEDIA SOSIAL DIINJAU DARI UNDANG UNDANG NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK YANG TELAH DIPERBARUI DI DALAM UNDANG UNDANG NO 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Dody Eko Wijayanto
Jurnal Independent Vol 5, No 2 (2017): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v5i2.70

Abstract

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Rumusan masalah pada penelitian ini meliputi Bagaimana pengaturan komunikasi melalui media sosial menurut UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Bagaimana akibat hukum pelaku pengujar kebencian melalui emedia sosial menurut UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Manfaat dari penelitian ini adalah Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi ilmu penhetahuan dan hokum dan Dapat memberikan opini bagi aparat penegak hukum dalam mengambil keputusan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah yaitu pendekatan perundang undangan. Bahan dalam penelitian in menggunakan bahan primer dan sekunder. Sosial media hanya memiliki satu fungsi yaitu untuk menjalin komunikasi secara online.Orang Indonesia adalah salah satu pengguna terbesar yang ada di dunia. Di beberapa media sosial Indonesia menduduki peringkat atas dalam daftar pengguna media sosial paling aktif yang ada di dunia. sementara itu di dunia Komputer dan internet banyak yang namanya tingkatan kejahatan, karena hal itu pemerintah memberikan larangan bagi para pengguna internet khususnya media sosial yang diatur dalam uu no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik di pasal 27 sampai dengan 37. Di Indonesia, istilah ujaran kebencian belum terlalu dipahami. Banyak pihak yang kerap kesulitan membedakan apakah suatu ucapan atau ekspresi termasuk ke dalam kategori ujaran kebencian. Lantas, apa itu sebenarnya ujaran kebencian? Secara umum, ujaran kebencian dapat diartikan sebagai ucapan yang bertujuan untuk menyinggung, menghina, mengintimidasi, atau mengancam seseorang atau suatu kelompok tertentu berdasarkan agama, etnis, ras, gender, kedisabilitasan, atau orientasi seksual. Kepolisian Republik Indonesia telah mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian dan informasi yang menimbulkan kebencian di media sosial. Selain itu Kepolisian Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 soal Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech).Dalam surat edaran tersebut, penebar kebencian bisa diancam pidana jika tidak mengindahkan teguran dari kepolisian. Penegakan hukum sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik SosiaL. Dari pembahasan bab perbab dapat disimpulkan bahwa pengaturan hukum dan sanksi hukum bagi para pengguna media sosial diatur dalam undang undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, sementara saran dari penelitian ini adalah masyarakat sebaiknya lebih berhati hati dalam berkomunikasi melalui media sosial, untuk menginhadri hal hal yang tak di inginkan dan pasal 28 ayat 2 di undang undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik di buat lebih khusus lagi mengenai tempat di lakukannya pelanggaran tersebut, seperti media sosial.Keywords : Ujaran Kebencian, media Sosial, Informasi dan Transaksi Elektronik
KEWENANGAN PROVOS DALAM MENGHADAPI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN Dody Eko Wijayanto
Jurnal Independent Vol 3, No 2 (2015): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v3i2.39

Abstract

Perkembangan  kemajuan  masyarakat  yang  cukup  pesat,  seiring  dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak  asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik  Indonesia  yang  selanjutnya  menyebabkan  pula  tumbuhnya  berbagai  tuntutan dan  harapan  masyarakat  terhadap  pelaksanaan  tugas  Kepolisian  Negara  Republik Indonesia  yang  makin  meningkat  dan  lebih  berorientasi  kepada  masyarakat  yang dilayaninya. Oleh sebab itu keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan  dan  keterampilan  teknis  kepolisian  yang  tinggi  sangat  ditentukan  oleh perilaku  terpuji  setiap  anggota  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  di  tengah masyarakat.  Guna  mewujudkan  sifat  kepribadian  tersebut,  setiap  anggota  Kepolisian Negara  Republik  Indonesia  dalam  melaksanakan  tugas  dan  wewenangnya  senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap  dan  perilakunya,  sehingga  terhindar  dari  petbuatan  tercela  dan  penyalahgunaan wewenang.Keywords : Kewenangan provos, Penyalahgunaan senjata api
HUBUNGAN KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA Dody Eko Wijayanto
Jurnal Independent Vol 2, No 1 (2014): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v2i1.17

Abstract

Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 18 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Propinsi, Kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang berhak menetapkan peraturan daerah atau peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Sebab Pemerintahan daerah merupakan sendi dari negara kesatuan yang demokratis dan keberadaannya merupakan bentuk pengakuan terhadap karakteristik atau ciri khas masing-masing wilayah negara, serta merupakan cerminan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis.Pengaturan penyelenggaraan otonom daerah tertuang dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 1 angka (2) UU No.32 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, baik atau buruknya tata pemerintahan ditentukan dengan cara bagaimana tata pemerintahan tersebut dikembangkan atas dasar prinsip efisiensi dan efektifitas, partisipasi, responsifitas, kesamaan dimuka hukum keadilan dan orientasi pada konsensus. Jika tata pemerintahan yang diselenggarakan mengabaikan nilai-nilai di atas maka dapat dikatakan bahwa tata pemerintahan tersebut buruk. Dalam UU No.32 tahun 2004, terdapat ketentuan Pemerintahan Desa sebagai satu kesatuan dalam UU No.32 tahun 2004, ditinjau dari politik pernerintahan, memasukan pemerintahan desa dalam UU No.32 tahun 2004 mempunyai makna penting sebab sebagai salah satu bentuk pemerintahan daerah, desa sudah semestinya mendapatkan segala status dan kedudukan, beserta berbagai unsur pemerintah daerah seperti propinsi, kabupaten, atau kotaKeywords : Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Pembentukan Peraturan Desa
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG MELALUI UU NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Dody Eko Wijayanto
Jurnal Independent Vol 2, No 2 (2014): Jurnal Independent
Publisher : Universitas Islam Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/ji.v2i2.23

Abstract

Tindak pidana perdagangan Orang (Trafficking) merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dan telah bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.Munculnya berbagai kasus trafficking meliputi : tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan  kekerasan,  penculikan,  penyekapan,  pemalsuan, penipuan penyalahgunaan kekuasaan, penjeratan hutang, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Maraknya perdagangan anak berawal dari masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya. Perdagangan anak bukan hanya menodai harkat dan martabat manusia, tetapi juga menodai ajaran agama.Dari pemaparan di atas munculah suatu permasalahan yang menarik untukditeliti sebagai jalan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana UU NO. 2 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa tindak pidana perdagangan anak menurut Pasal 17 UU NO. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi: “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya  ditambah 1/3 (sepertiga),” yaitu dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.160.000.000,00 dan paling banyak Rp.800.000.000,00. Akan tetapi sampai sekarang masih banyak sekali kasus perdagangan anak yang terjadi, menurut penyusun itu terjadi dikarenakan kurang tegasnya penegakan hukum dan kurang beratnya sanksi yang dijatuhkan kepada pelakunya.Keywords : Pidana, Perdangan Anak, UU N0. 21 Tahun 2007