Taufik H. Simatupang
Pusjianbang Balitbang Hukum dan HAM

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Eksistensi dan Efektivitas Pelaksanaan Tugas Balai Harta Peninggalan di Indonesia Taufik H. Simatupang
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 3 (2018): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.811 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.397-414

Abstract

Balai Harta Peninggalan adalah unit pelaksanaan teknis instansi pemerintah yang secara sruktural berada di bawah Direktorat Perdata Direktorat Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kedudukan Balai Harta Peninggalan sangat penting dalam sistem hukum keperdataan Indonesia tetapi belum dikenal masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan dan bagaimana persepsi penegak hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis, memakai data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui penelusuran literatur dan pengumpulan data lapangan, kemudian dianalisis dengan pendekatan interdisipliner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas Balai Harta Peninggalan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri, laporan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Notaris. Artinya pelaksanaan tugas-tugas dimaksud sangat bergantung kepada instansi terkait. Sebagai institusi yang banyak disebutkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Balai Harta Peninggalan masih sangat diperlukan sampai saat ini. Terutama kedudukan sebagai kurator dalam masalah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perlu segera mendorong disahkannya Rancangan Undang-undang Balai Harta Peninggalan, sosialisasi secara berkala dan mengundang instansi terkait untuk lebih memperkenalkan Balai Harta Peninggalan dan tugas-tugasnya. 
Disharmoni Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Pengawasan Perwalian di Indonesia (Lintas Sejarah dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional) Taufik H. Simatupang
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 2 (2020): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.365 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.221-232

Abstract

Dalam Pasal 366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa dalam setiap perwalian yang diperintahkan di dalamnya, Balai Harta Peninggalan ditugaskan sebagai wali pengawas. Namun demikian, keberadaannya sunyi di tengah keramaian perkembangan zaman, khususnya terkait hukum keluarga dan harta kekayaan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kewenangan Balai Harta Peninggalan melakukan pengawasan perwalian dalam kerangka politik hukum nasional, dengan tujuan untuk menjawab apakah kewenangan itu masih ada atau tidak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif memakai bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan perwalian harus tetap dijalankan karena Undang-Undang Perkawinan belum mengaturnya secara tegas. Termasuk penormaan materil Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kewarganegaraan dan Undang-Undang Sistem Administrasi Kependudukan tidak serta merta menghapus Pasal 366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam konteks sejarah, mengatur penggolongan penduduk di Indonesia. Oleh karena itu dalam kerangka politik hukum nasional, Indonesia perlu melakukan pembaharuan hukum perkawinan, dengan mengatur secara khusus tentang pengawasan perwalian yang disesuaikan dengan perkembangan zaman 
Mendudukkan Konsep Executive Review dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Taufik H. Simatupang
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 19, No 2 (2019): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.59 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2019.V19.217-229

Abstract

Peraturan perundang-undangan yang belum tertata dengan baik  mengakibatkan banyak yang tidak  harmonis dan tidak sinkron, baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini memunculkan konsep executive review sebagai jalan keluarnya. Persoalannya, lembaga negara mana sesungguhnya yang berwenang. Penelitian ini akan menjawab bagaimana aspek hukum pembentukan peraturan perundang-undangan dan kedudukan executive review dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia. Penelitian hukum yuridis normatif  ini menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Aspek hukum pembentukan peraturan perundang-undangan harus memuat  landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Analisis dan evaluasi hukum merupakan bagian dari konsep pengujian peraturan perundang-undangan yang penting dalam sistem ketatanegaraan negara hukum. Pengujian dilakukan dengan menilai apakah peraturan yang selama ini telah dikeluarkan dan berlaku telah mencapai tujuan pembentukannya, sekaligus mengetahui manfaat dan dampak pelaksanaan norma hukum tersebut dalam masyarakat. Hasilnya berupa rekomendasi terhadap status peraturan perundang-undangan, apakah diubah, dicabut atau tetap. Dalam sistem hukum ketatanegaran Indonesia pengujian sampai kepada pembatalan peraturan perundang-undangan adalah kewenangan lembaga judikatif melalui mekanisme  judicial review. Oleh karena itu tugas evaluasi dan analisis hukum dalam konteks pengujian peraturan perundang-undangan yang bermuara pada rekomendasi mencabut, merubah dan tetap, kurang tepat apabila menjadi kewenangan lembaga eksekutif. Mengingat hal tersebut akan beririsan dan berbenturan dengan tugas dan kewenangan kekuasaan kehakiman, baik di tingkat Mahkamah Konstitusi  dan Mahkamah Agung. Pemerintah lebih tepat melakukan kewenangan pengawasan regulasi melalui penguatan executive preview yaitu pengujian norma hukum sebelum sah mengikat secara umum sebagai produk peraturan perundang-undangan.