Zulfitra Utami Putri
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KIVSA-7 Persentase Kejadian Hiperbilirubinemia pada Kucing Zulfitra Utami Putri; Dondin Sajuthi; Erni Sulistiawati
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.653 KB)

Abstract

PENDAHULUANHiperbilirubinemia merupakan kondisi patologis akibat terjadinya peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (1). Hiperbilirubinemia ditandai dengan temuan klinis berupa ikterus. Ikterus dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk yaitu prehepatik, hepatik dan posthepatik.Ikterus prehepatik dapat disebabkan oleh meningkatnya bilirubin indirek di dalam darah yang dapat terjadi akibat adanya destruksi sel darah merah secara berlebihan (hemolisis). Kondisi ini pada kucing dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti immune mediated hemolytic anemia (IMHA), perubahan sekunder dari penyakit infeksius seperti feline infectious peritonitis (FIP), feline leukemia virus (FeLV), dan infeksi Mycoplasma haemofelis (5). Ikterus prehepatik tidak hanya terkait dengan adanya hemolisis namun juga dipengaruhi oleh kapasitas organ hati dalam mengkonjugasi bilirubin yang terkait dengan hypoxic liver damage yang umumnya terjadi bersamaan dengan anemia (8).Ikterus hepatik merupakan adanya akumulasi bilirubin indirek atau direk akibat adanya kerusakan atau gangguan pada organ hati. Kondisi ini dapat disebabkan oleh hepatik lipidosis, kolangitis, toksik hepatopati dan hepatik neoplasia (5). Sedangkan, ikterus posthepatik yaitu adanya akumulasi bilirubin direk akibat gangguan traktus hepatobiliari atau obstruksi saluran empedu. Yangmana pada kucing umumnya terkait dengan feline triaditis syndrome dan liver fluke (2)(7).Hiperbilirubinemia pada kucing kurang sensitif jika digunakan sebagai indikator gangguan pada hati karena kurang dari 50% kejadian kasus gangguan fungsi hati pada kucing menunjukkan adanya hiperbilirubinemia yang disertai dengan ikterus (6). Gangguan fungsi hati berkorelasi dengan adanya kondisi anemia. Anemia dapat terjadi selama adanya gangguan fungsi hati setelah terjadinya infeksi, perdarahan atau neoplasia (4).Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kejadian hiperbilirubinemia pada kucing melalui penelusuran lebih lanjut terkait ada atau tidaknya anemia dan mengkaji berbagai kausa yang mempengaruhi.
Analisis Serum Symmetric Dimethylarginine dalam Berbagai Gejala Klinis pada Anjing Sulistiawati, Erni; Zulfitra Utami Putri; Cucu K. Sajuthi
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 11 No. 3 (2023): November 2023
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/avi.11.3.244-249

Abstract

Symmetric dimethylarginine (SDMA) merupakan golden standard untuk menilai fungsi ginjal terutama terkait glomerular filtration rate (GFR). Nilai SDMA pada serum dapat digunakan untuk mendeteksi Chronic Kidney Disease (CKD) sebelum kreatinin mengalami peningkatan diatas nilai normal pada anjing. Nilai SDMA telah dibuktikan sebagai pendeteksi awal kondisi penyakit ginjal, namun belum banyak data yang menjelaskan tentang adanya peningkatan nilai SDMA terkait gejala klinis lain selain penyakit ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi penyebab peningkatan nilai SDMA dengan proses penyebab peningkatan nilai SDMA terkait dengan gejala klinis yang timbul pada anjing selain gangguan ginjal. Penelitian dilakukan pada 20 ekor anjing dengan berbagai gejala klinis yang dilengkapi dengan data jenis kelamin, usia, dan pemeriksaan parameter kimia darah (BUN, kreatinin, ALT, total protein, albumin) dan SDMA. Nilai SDMA dianalisis dari sampel serum dengan menggunakan IDEXX Catalyst® SDMA Test. Hasil penelitian manunjukkan anjing yang mengalami gejala klinis terkait gangguan sistem urinari (60%) memiliki persentase tertinggi diikuti oleh gejala klinis terkait gangguan sistem pencernaan (45%), gangguan jantung (20%), gangguan mata dan gangguan periodontal (15%), gangguan otot dan tulang (10%), dan gangguan kulit (5%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai SDMA juga dapat terjadi pada berbagai gangguan fungsi organ dengan gejala klinis yang tidak spesifik menunjukkan gangguan fungsi ginjal.