Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

POLITIK HUKUM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DENGAN CALON TUNGGAL iza Rumesten; Febrian Febrian; Helmanida Helmanida; Neisa Adisti
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 1 (2021): VOLUME 10 NOMOR 1 MEI 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i1.1124

Abstract

Penelitian ini berangkat dari kekosongan norma hukum mengenai sengekta pemilihan kepala daerah yang diikuti oleh pasnagan calon tunggal. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan sengekta pilkada dengan calon tunggal dan bagaimanakah politik hukum pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, sedangkan teknis analisis yang digunanakn adalah analisis yuridis kualitatif. Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa UU No. 10 Tahun 2016, tidak mengatur dalam pasal secara khusus megenai sengketa pilkada yang hanya dikutui oleh pasangan calon tunggal. Artinya bahwa untuk teknis sengketa pilkada, jika terjadi sengketa pilkada yang hanya diikuti oleh calon tunggal prosedur dan tata cara yang digunakan sama saja dengan prosedur dan tata cara yang digunakan oleh pemilihan kepala daerah yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah pada umumnya. Kekosongan hukum pengaturan sengekta pilkada yang diikuti calon tunggal dapat menimbulkan persoalan hukum lebih jauh jika terjadi sengketa pilkada. Persoalan hukum yang timbul misalnya terkait dengan siapakah pihak yang akan mewakili kotak kosong dalam berperkara jika terjadi sengketa pilkada. Arah politik hukum pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal adalah untuk menjamin tetap terjaganya kedaulatan rakyat. Sebagaimana diamantakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat maka Pemilihan Kepala Daerah haruslah menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Agar tidak terjadi kekosongan hukum yang mengancam hak rakyat selaku pemegang kedaulatan, baik hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih.
PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN CONTEMPT OF COURT DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK PALEMBANG Neisa Angrum Adisti; Nashriana Nashriana; Iza Rumesten
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (677.224 KB) | DOI: 10.31949/jb.v2i1.606

Abstract

Kasus penghinaan terhadap marwah pengadilan di Indonesia sudah sangat sering terjadi baik dilakukan oleh oknum penegak hukum sendiri maupun tindakan tindakan anarkis yang dilakukan oleh Pencari keadilan. Dalam rangka upaya pencegahan terhadap Penghinaan terhadap Pengadilanempt of Court), pengusul mengajukan usulan Pengabdian Kepada Masyarakat di wilayah Palembang dengan mentargetkan Anak binaan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak Palembang sebagai sasaran penyuluhan hukum. Adapun penyuluhan hukum dan kampanye bertema : “Penyuluhan tentang pencegahan Contempt of Court di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Palembang“.Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kepada Andikpas LPKA Palembang tentang pencegahan Contempt Of Court agar terciptaya peradilan yang aman dan terjaga marwahnya . Pada penelitian tersebut didapat data bahwa pengetahuan dan kesadaran masyarakat pada umumnya dan Warga binaan pada khususnya tentang Contempt of Court masih kurang sehingga dirancang suatu pengabdian masyarakat yaitu berupa penyuluhan pencegahan Contempt of Court yang dilakukan di Lembaga pemasyarakatanBerdasarkan fakta di lapangan bahwa sosialisasi dan penyuluhan hukum yang di laksanakan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Palembang pada hari Selasa, 3 November 2020 dengan tema “Penyuluhan tentang pencegahan Contempt of Court di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Palembang”, dapat dipahami bahwa Andikpas LPKA Palembang sangat membutuhkan tentang informasi akibat hukum jika melakukan Penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) . Penyuluhan dilaksanakan dengan 3 cara yaitu : Penyuluhan langsung kepada Andikpas LPKA, Penyuluhan virtual melaui video Pembelajaran dan Penyuluhan dengan membagikan alat kampanye pencegahan Contempt of Court seperti buku ajar, Sticker dan standing banner.
PENERAPAN ASAS PIDANA ULTIMUM REMEDIUM DALAM TINDAKAN MALADMINISTRASI YANG MENIMBULKAN KERUGIAN NEGARA DITINJA DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Erry Fajri; Nashriana; Iza Rumesten
JURNAL YURIDIS UNAJA Vol. 1 No. 2 (2018): JURNAL YURIDIS UNAJA
Publisher : Universitas Adiwangsa Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lahirnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan pasca adanya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menimbulkan kekeliruan dalam penerapan tindakan maladministrasi yang menimbulkan kerugian keuangan negara, di satu sisi menganggap bahwa hukum administrasilah yang tepat digunakan karena merupakan suatu perbuatan administrasi, di sisi yang lain menganggap bahwa hukum pidanalah yang tepat digunakan karena perbuatan maladministrasi tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara, sehingga sanksi pidana adalah sarana yang tepat diberikan. Sehingga penulis merumuskan masalah sebagai berikut: apa batasan-batasan dari tindakan maladministrasi yang menimbulkan kerugian negara, dan apakah penerapan Asas pidana Ultimum Remedium terhadap tindakan maladministrasi yang menimbulkan kerugian negara bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian yuridis empiris. Batasan-batasan dari tindakan maladministrasi yang menimbulkan kerugian negara adalah sifat perbuatan hukum maladministrasi tersebut, antara perbuatan maladministrasi yang disengaja atau tidak disengaja, penerapan asas pidana Ultimum Remedium dalam hal kaitannya dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dipandang adanya keharmonisan dan tidak bertentangan antara norma hukum satu dengan norma hukum lainnya secara horizontal.