Tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crimes, maka perlunya pengaturan dan penerapan perangkat-perangkat hukum yang memadai (proporsional) dan bersifat luar biasa (comprehensive extraordinary measure). Langkah yang tegas dan sanksi yang berat sangat diperlukan untuk memberikan efek jera. Selain mengatur pidana pokok Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juga mengatur dengan tegas sanksi pidana tambahan yang dikenakan terhadap pelaku korupsi salah satunya adalah Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu dalam hal ini hak politik memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Akan tetapi mencabutan hak tertentu dalam konteks Hak Politik terpidana kasus korupsi bertentangan dengan aturan di dalam Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik yang menyatakan beberapa hak yang tidak dapat dikurangi dalam diri manusia salah satunya adalah Hak Memilih dan dipilih pada pemilihan umum.Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan pencabutan hak politik terpidana tindak pidana korupsi dalam prespektif Hak Asasi Manusia, Bagaimana penerapan penjatuhan sanksi pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan Bagaimana pengaturan mengenai pencabutan hak politik terpidana kasus korupsi pada masa yang akan datang, Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu Penelitian yang menggunakan bahan-bahan hukum dari penelitian kepustakaan yang dikumpulkan dari bahan-bahan hukum yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Pencabutan Hak untuk memilih dan dipilih bagi koruptor tidak melanggar hak asasi manusia karena termasuk dalam kategori derogable rights atau hak yang bisa dilanggar penegak hukum, dalam hal ini hakim yang memutuskan, dalam rangka penegakan hukum dan rasa keadilan masyarakat hal ini sejalan aturan didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Penjatuhan Pidana Tambahan Pencabutan hak memilih dan dipilih tanpa adanya jangka waktu berlakunya vonis pencabutan hak memilih dan dipilih merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 38 ayat 1 KUHP yang menyatakan mencabut hak tersebut secara utuh, yang seharusnya hanya dibatasi dalam jangka waktu tertentu dan Konsep ideal kedepan ialah perlu adanya pengaturan mengenai pencabutan hak politik terpidana kasus korupsi dengan diberikan jangka waktu batasan pencabutan hak politiknya menjadi 10 tahun sejak terpidana selesai menjalankan hukumannya.