p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal El-Iqtishady
Ashar Sinilele
Sinta ID: 6699880 - Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL-BELI TANAH MENURUT KUH-PERDATA Ashar Sinilele
El-Iqthisadi Volume 2 Nomor 2 Desember 2020
Publisher : Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Uin Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/el-iqthisadi.v2i2.18350

Abstract

AbstractArticle 1338 paragraph 3 of the Civil Code, states that an agreement must be carried out in good faith. Good faith when making an agreement means honesty, then good faith in the implementation stage, namely, the agreement is appropriateness, namely an assessment of the behavior of a party in implementing what was agreed. In the sale and purchase agreement, especially the sale and purchase of land, it is hoped that a balance can be created between the two parties concerned, one of which is good faith between each other which is also expected to create a conducive atmosphere. According to article 1362 of the Civil Code and Article 1383 of the Civil Code, there is a difference between the presence or absence of good faith on the party receiving the payment. Article 1360 of the Civil Code, states that whoever, in good faith, has received something that does not have to be paid to him, is obliged to return it with interest and the proceeds, calculated from the payment and thus does not reduce the compensation for costs, losses and interest, if the price is already suffer a slump. If his goods have been destroyed, even though this happens beyond his fault, then he is obliged to pay the price accompanied by compensation for interest, loss and price, unless he can prove that the goods were also destroyed, if he is in the person to whom he should have been given.  Keywords: Agreement, Good Faith, Land, Sale and Purchase. AbstrakPasal 1338 ayat 3 KUH Perdata, menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik pada waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, maka itikad baik dalam tahap pelaksanaan yaitu, perjanjian adalah kepatutan yaitu suatu penilaian terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang diperjanjikan. Dalam perjanjian jual-beli terkhususnya jual-beli tanah sangatlah diharapakan dapat tercipta keseimbangan antar kedua belah pihak yang bersangkutan, salah satunya itikad baik antar sesama yang juga diharapkan dapat tercipta suasana yang kondusif. Menurut pasal 1362 KUH Perdata dan pasal 1383 KUH Perdata dibedakan antara ada atau tidaknya itikad baik dipihak yang menerima pembayaran. Pasal 1360 KUH Perdata, menyatakan bahwa siapa yang dengan itikad baik, telah menerima sesuatu yang tidak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan dengan bunga dan hasil-hasilnya, terhitung dari hasil pembayaran dan demikian itu tidak mengurangi penggantian biaya, rugi dan bunga, jika harganya telah menderita kemerosotan. Jika barangnya telah musnah, meskipun ini terjadi diluar salahnya, maka ia wajib membayar harganya dengan disertai penggantian bunga, rugi dan harga, terkecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu musnah juga, seandainya ia berada pada orang kepada siapa ia seharusnya diberikan.Kata Kunci : Itikad Baik, Jual Beli, Perjanjian, Tanah.
TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK UTANG PIUTANG DI KECAMATAN MALANGKE KABUPATEN LUWU UTARA Ashar Sinilele; Suriyadi
El-Iqthisadi Volume 4 Nomor 1 Juni 2022
Publisher : Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Uin Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/el-iqthisady.vi.29690

Abstract

Abstrak Islam sebagai agama yang mengatur hampir segala aspek kehidupan manusia salah satunya terkait dengan dimensi muamalah memberikan pilihan kepada manusia bagaimana cara berhubungan dengan orang lain dalam melangsungkan hidupnya sepanjang hal tersebut tidak ada dalil yang melarang. Di masa modern saat ini di tengah banyaknya lembaga keuangan yang dapat menjadi media masyarakat yang membutuhkan dana, ternyata masih terdapat praktik utang piutang yang dilakukan secara lisan atas dasar kepercayaan yang bersifat tradisonal. Praktik utang piutang secara tradisional masih ditemukan pada beberapa masyarakat yang ada di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara. Jenis penelitian ini adalah merupakan penelitian hukum normatif empiris memberikan preskripsi dimana berfungsi untuk menemukan aturan, prinsip hukum serta doktrin dalam menjawab isu hukum yang dihadapi, dengan pendekatan Syariah dan penedekatan konseptual. Dari hasil penelitian bahwa masih terdapat praktik utang piutang yang dilakukan secara lisan baik dengan jaminan atau tanpa jaminan dengan dasar kepercayaan dan praktik ini termasuk tradisional meskipun ada jaminan karena jaminannya tidak diikatkan hak tapi hanya dipegang sertifikatnya. Berdasarkan ketentuan hukum islam bahwa praktik utang piutang ini diistilahkan sebagai transaksi Qardh dengan fatwa No 19/DSN-MUI/IV/2001 dengan salah satu ketentuan membolehkan adanya tambahan dalam pengembalian pinjaman sepanjang hal tersebut dilakukan secara sukarela dan tidak dimasukkan di dalam perjanjian. Kata Kunci: Hukum Islam, Qardh, Utang Piutang. Abstract Islam as a religion that regulates almost all aspects of human life, one of which is related to the muamalah dimension, gives humans a choice how to relate to other people in carrying out their lives as long as there is no argument that prohibits it. In today's modern era, in the midst of many financial institutions that can become public media who need funds, it turns out that there are still debt and credit practices that are carried out verbally on the basis of traditional beliefs. Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara. This type of research is an empirical normative legal researchprovide prescriptions which function to find rules, legal principles and doctrines in responding to legal issues faced, with a Shariah approach and a conceptual approach. From the results of the study that there are still debt and receivable practices that are carried out verbally either with collateral or without collateral on the basis of trust and this practice is considered traditional even though there is a guarantee because the guarantee is not tied to rights but only held by a certificate. Based on the provisions of Islamic law that this practice of debt and credit is termed a Qardh transaction with fatwa No. 19/DSN-MUI/IV/2001 with one of the provisions allowing additional loan repayments as long as this is done voluntarily and not included in the agreement. Keyword: Debts, Islamic Law, Qardh.