This Author published in this journals
All Journal JURNAL WALENNAE
Danang Wahju Utomo
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENGARUH TRADISI DAN SIMBOL MEGALITIK PADA MAKAM KUNA ISLAM DI SULAWESI SELATAN Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 3 No 2 (2000)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4075.547 KB) | DOI: 10.24832/wln.v3i2.101

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang unsur-unsur taradisi megalitik dan arti simboliknya yang tertuang dalam bentuk pahatan pada makam-makam kuno islam di Sulawesi Selatan, serta untuk mencari gambaran mengenai pengaruh tradisi megalitik pada bentuk-bentuk makam kuno islam di Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode obserfasi dan metode pustaka yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari tradisi megalitik pada makam islam di Sulawesi Selatan atau dengan kata lain telah terjadi akulturasi budaya lokal dengan kebudayaan besar islam, khususnya di Sulasesi Selatan. 
MANFAAT PELESTARIAN WARISAN BUDAYA “HIDUP” DI SEWO, SOPPENG Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 4 No 1 (2001)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2637.096 KB) | DOI: 10.24832/wln.v4i1.121

Abstract

Soppeng rich with megalithic tradition remains, probably similar with Toraja. Unfortunately, archaeologi­cal interests and development sectors are not design within multi-sectors planning blueprint. Archaeological remains and ceremonial activities, for instance Sewo site, is lack with appropriate management which can be sell to support Soppeng's local income increase of tourism sector. In fact, an integrated Sewo site exploita­tion and management may brings a new concept which has its implication widely, even with social and economical measurements as well.
NILAI-NILAI LUHUR ARSITEKTUR RUMAH ADAT “TONGKONAN” TORAJA Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 4 No 2 (2001)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3906.094 KB) | DOI: 10.24832/wln.v4i2.134

Abstract

Architecture has its own styte, varieties and culture (symbols) which reflected age and area. Tongkonan architecture style reflected the nature and social organization of Toraja people and traditional house func­tions. In Tongkonan, we could see the noble values audits personality. Torujkonan is the symbol of Torajanese life which reflected in their behaviors, manners, rules in this world and within their souls.
MANFAAT PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BAWAH AIR Danang Wahju Utomo; Nani Somba
WalennaE Vol 5 No 1 (2002)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3851.558 KB) | DOI: 10.24832/wln.v5i1.148

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai pemanfatan dari peninggalan arkeologi bawah air serta kendala-kendala yang sedang dihadapi dalam pemanfaatan sumberdaya arkeologi bawah air. Hal ini bertujuan untuk penelitian arkeologi bawah air dapat lebih diperhatikan dan tidak hanya melakukan penelitian yang berorientasi ke arah daratan saja. Hasil yang diperoleh dari berbagai ulasan manfaat warisan budaya bawah air dan kendala yang dihadapi memperlihatkan bahwa dalam pemanfaatan warisan budaya bawah air sangat terkait dengan tersedianya sumberdaya manusia yang mumpuni serta sarana-prasarana yang memadai sesuai dengan kebutuhan. Pemanfaatan ini juga dapat berjalan dengan baik apabila diikuti dengan penerapan peraturan perundangan yang berlaku.
CETAKAN TANAH LIAT DI DESA LAMANGGA, KOTA BAU-BAU, BUTON Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 5 No 2 (2002)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4131.234 KB) | DOI: 10.24832/wln.v5i2.159

Abstract

Tradisi pengecoran logam di desa Lamangga sangat menarik perhatian yaitu dari hasil limbah industri. Limbah yang dimaksud disini bukanlah sisa-sisa lelehan logam tetapi limbah cetakan pengecoran dari tanah liat. Cetakan tanah liat dalam beberapa hal sering lepas dari pengamatan, maka perlu dilakukan pengamatan yang bertujuan untuk melihat proses perbengkelan logam. Metode yang dilakukan berupa pengumpulan data melalui pengamatan dan analisis terhadap fragmen cetakan tanah liat serta melakukan pengkajian secara etnoarkeologi. Hasil yang diperoleh bahwa pertukangan logam menunjukkan sebuah proses yang selalu menghasilkan limbah, salah satunya pecahan cetakan tanah liat. Pecahan tanah liat atau fragmen gerabah yang ditemukan di sebuah situs tidak semua adalah wadah, kemungkinan lain merupakan cetakan tanah liat apabila temuan fragmen tersebut memiliki konteks atau berasosiasi dengan situs perbengkelan logam.
MENHIR SIGUNTU, TORAJA Muhammad Husni; Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 6 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3740.137 KB) | DOI: 10.24832/wln.v6i2.168

Abstract

Tradisi megalitik sebagai salah satu kebudayaan masa lampau yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Peninggalan megalit sangat berkaitan erat dengan pemujaan arwah leluhur. Tulisan ini akan memusatkan perhatian selain pada fungsi juga pola penempatannya terhadap penggunaan ruang. Studi ini dilakukan untuk melihat peranan menhir secara keseluruhan dalam kehidupan masyarakat Toraja melalui pembahasan terhadap menhir Siguntu di kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Tana Toraja. Tujuannya untuk mengetahui fungsi dari menhir Siguntu. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data yang dilanjutkan dengan analisis artefak dan konteks pada objek penelitian. Hasil yang diperoleh menhir Siguntu, selain berkaitan dengan upacara penguburan, menhir Siguntu juga berkaitan dengan pemujaan pada arwah leluhur. Selain itu, penempatan kompleks menhir Siguntu yang relatif berada di tengah-tengah berbagai elemen pemukiman, memberikan asumsi bahwa menhir Siguntu dianggap sebagai pusat dalam melakukan hubungan dengan roh leluhur. 
ALAT BATU BERGERIGI DARI SITUS WESSAE, BARRU, SULAWESI SELATAN Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 6 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3941 KB) | DOI: 10.24832/wln.v6i2.170

Abstract

Situs Wessae merupakan lokasi yang memiliki temuan artefak perkakas batu yang sangat padat. Perkakas batu sangat berkaitan dengan sistem mata pencaharian manusia, yang umumnya mengarah pada kehidupan berburu binatang. Perkakas batu di situs Wessae sangat variatif yang terlihat dari beberapa tipologi. Pembahasan kali ini masih sebatas pada masalah teknologi dan tipologi serta apakah memiliki kesamaan dengan alat batu bergerigi dari situs-situs hunian dan ceruk di Sulawesi Selatan. Tujuan dari penelitian, untuk melihat kehidupan manusia prasejarah di situs Wessae. Metode yang digunakan diantaranya pengumpulan data, pengelompokan data dan analisis data. Hasil yang diperoleh bahwa penemuan alat batu bergerigi menambah data persebaran alat batu di Sulawesi Selatan. Budaya Toala tidak hanya terdapat di situs-situs hunian gia tetapi juga di situs terbuka, seperti di situs Wessae. Kehidupan mengenai manusia pendukungnya sebenarnya masih banyak terungkap, kemungkinan situs Wessae sebagai situs perbengkelan. 
TELAAH AWAL TEMUAN MERIAM KUNA DI SURABAYA Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 12 No 1 (2010)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3364.765 KB) | DOI: 10.24832/wln.v12i1.228

Abstract

A cannon is any tubular piece of artillery that uses gunpowder or other usually explosive based propellants to launch a projectile. Cannon vary in caliber, range, mobility, rate of fire, angle of fire, and firepower; different forms of cannon combine and balance these attributes: varying degrees, depending on their intended use on the battlefield. The word cannon is derived from several languages, in which the original definition can usually be translated as tube, cane, or reed. In modern times, cannon has fallen out of common usage, usually replaced by "guns" or "artillery", if not a more specific term, such as "mortar" or "howit­zer". By the 1500s, cannon were made in a great variety of lengths and bore diameters, but the general rule was that the longer the barrel, the longer the range. Some cannon made during this time had barrels exceeding 10 ft (3.0 m) in length, and could weigh up to 20,000 pounds (9,100 kg). Consequently, large amounts of gunpowder were needed, to allow them to fire stone balls several hundred yards. Meriam adalah bagian dari tabung artileri yang menggunakan bubuk mesiu atau propelan berbasis bahan peledak lainnya untuk meluncurkan proyektil. Meriam bervariasi dalam kaliber, jangkauan, mobilitas, laju api, sudut api, dan daya tembak; berbagai bentuk meriam menggabungkan dan menyeimbangkan atribut-atribut ini: derajat yang berbeda-beda, tergantung pada tujuan penggunaannya di medan perang. Kata meriam berasal dari beberapa bahasa, di mana definisi aslinya biasanya dapat diterjemahkan sebagai tabung, tongkat, atau buluh. Di zaman modern, meriam telah jatuh dari penggunaan umum, biasanya digantikan oleh "senjata" atau "artileri", jika bukan istilah yang lebih spesifik, seperti "mortar" atau "howit¬zer". Pada tahun 1500-an, meriam dibuat dalam berbagai variasi panjang dan diameter lubang, tetapi aturan umumnya adalah semakin panjang laras, semakin panjang jaraknya. Beberapa meriam yang dibuat selama ini memiliki barel melebihi 10 kaki (3,0 m) panjangnya, dan bisa berbobot hingga 20.000 pound (9.100 kg). Akibatnya, dibutuhkan bubuk mesiu dalam jumlah besar, untuk memungkinkan mereka menembakkan bola batu beberapa ratus meter.