This Author published in this journals
All Journal JURNAL WALENNAE
Muhammad Husni
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MENHIR SIGUNTU, TORAJA Muhammad Husni; Danang Wahju Utomo
WalennaE Vol 6 No 2 (2003)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3740.137 KB) | DOI: 10.24832/wln.v6i2.168

Abstract

Tradisi megalitik sebagai salah satu kebudayaan masa lampau yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Peninggalan megalit sangat berkaitan erat dengan pemujaan arwah leluhur. Tulisan ini akan memusatkan perhatian selain pada fungsi juga pola penempatannya terhadap penggunaan ruang. Studi ini dilakukan untuk melihat peranan menhir secara keseluruhan dalam kehidupan masyarakat Toraja melalui pembahasan terhadap menhir Siguntu di kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Tana Toraja. Tujuannya untuk mengetahui fungsi dari menhir Siguntu. Metode yang digunakan berupa pengumpulan data yang dilanjutkan dengan analisis artefak dan konteks pada objek penelitian. Hasil yang diperoleh menhir Siguntu, selain berkaitan dengan upacara penguburan, menhir Siguntu juga berkaitan dengan pemujaan pada arwah leluhur. Selain itu, penempatan kompleks menhir Siguntu yang relatif berada di tengah-tengah berbagai elemen pemukiman, memberikan asumsi bahwa menhir Siguntu dianggap sebagai pusat dalam melakukan hubungan dengan roh leluhur. 
TRADISI MEGALITIK DALAM RANAH PEMAHAMAN SAKRAL DAN PROFAN DI SITUS LAWO, SOPPENG Bernadeta AKW; Muhammad Husni
WalennaE Vol 12 No 1 (2010)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2942.478 KB) | DOI: 10.24832/wln.v12i1.223

Abstract

Lawo megaliihic site located in Ompo village, Lalabata Soppeng District is to identify data to produce a number of findings such as a stone mortar, dakon, ornamental stone in a settlement system that the distance from water sources (river). Various forms of the findings indicate the development of more advanced technology in the form of sculptures produced a number of images such as chakra, and others. In addition, Megalithic objects beside have a function as a means of ritual, also used in connection with the fulfillment of needs that are profane. Situs megalitik Lawo yang terletak di desa Ompo, Lalabata Kabupaten Soppeng adalah untuk mengidentifikasi data sejumlah temuan seperti lesung batu, dakon, batu bergores dalam sistem pemukiman yang jaraknya dekat dari sumber air (sungai). Berbagai bentuk temuan menunjukkan perkembangan teknologi yang lebih maju dalam bentuk figur yang menghasilkan sejumlah gambar seperti chakra, dan lainnya. Selain itu, benda-benda megalitik selain memiliki fungsi sebagai sarana ritual, juga digunakan sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang bersifat profan.
PERBANDINGAN PENGUBURAN KERANDA KAYU DI TANA TORAJA DENGAN KERANDA KAYU DI SABAH (BORNEO)-KALIMANTAN Akin Duli; Stephen Chia Ming Soon; Muhammad Husni
WalennaE Vol 13 No 1 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3925.592 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i1.248

Abstract

Asal-usul tentang budaya keranda kayu di kawasan Tana Toraja belum diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan studi perbandingan dengan kawasan lainnya di Asia Tenggara seperti kawasan Sabah di Borneo-Kalimantan, dapat memberikan gambaran tentang adanya persamaan bentuk dan bahkan asal-usul dari keranda kayu Toraja. Dengan menggunakan metode deskripsi dan perbandingan tipologi, dapat diketahui adanya persamaan bentuk maupun tata letak, sehingga dapat diasumsikan bahwa keranda kayu di kedua kawasan tersebut, berasal dari satu asal-usul budaya yang sama, atau kemungkinan besar keranda kayu Toraja berasal dari kawasan Sabah (Borneo)-Kalimantan pada masa lampau. The origins of culture in the wood coffins in Tana Toraja region is not known with certainty. However, based on comparative studies with other regions in Southeast Asia as the region of Sabah on Borneo-Kalimantan, can provide a snapshot of the similarities of form and even the origin of the wooden coffin Toraja. By using the method of description and comparison of typology, typology can be known the equation as well as the layout, so it can be assumed that the wooden coffin in both regions, derived from a single origin of the same culture, or is likely to Toraja wood coffin comes from the region Sabah (Borneo)-Kalimantan in the past.
POTENSI DAN SEBARAN ARKEOLOGI MASA ISLAM DI SULAWESI SELATAN Muhammad Husni; nfn Hasanuddin
WalennaE Vol 13 No 2 (2011)
Publisher : Balai Arkeologi Provinsi Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3799.63 KB) | DOI: 10.24832/wln.v13i2.260

Abstract

Sebaran peninggalan arkeologi Islam memang cukup menarik dibicarakan, karena kejadiannya berlangsung cukup lama dalam konteks masyarakat yang konservatif. Namun menjadi identifikasi dasar legitimasi kultural dan kepeloporan pembaharuan dalam masyarakat. Masuknya Islam di Sulawesi Selatan agak terlambat jika dibandingkan dengan kawasan sekitarnya seperti Maluku, Kalimantan, dan Pesisir Utara Jawa. Sejak awal abad ke-17 Masehi, masyarakat Sulawesi menganut agama Islam dan dicap sebagai orang Nusantara yang paling kuat identitas keislamannya. Meskipun demikian, pada saat yang sama berbagai kepercayaan dan tradisi yang berasal dari Praislam masih tetap dipertahankan oleh sebagian masyarakatnya hingga akhir abad ke-20 Masehi. Di beberapa daerah yang juga menerima Islam, bahkan mengalami perkembangannya dengan bukti-bukti arkeologis berupa makam yang megah dan kaya akan ragam hias. Indikasi yang dapat diamati mengenai proses islamisasi yaitu terdapatnya beberapa peninggalan arkeologi berupa kompleks-kompleks makam, mesjid dan naskah-naskah kuno yang ditulis dengan huruf Arab. Peninggalan makam-makam Islam jika dihubungkan dengan kajian proses Islamisasi di setiap daerah, merupakan data yang sangat penting, karena makam sebagai salah satu perilaku ritual sekaligus perilaku sosial dan merupakan salah satu fenomena yang harus ada dalam siklus kehidupan manusia. Demikian pula dengan transformasi budaya yang dapat dilihat pada bentuk makam dan nisan yang digunakan.Spreading of Islamic archaeological inheritance is an interesting topic to be discussed, because it occurred in conservative society for a quite long period of time. It became basic identification for cultural legitimating and renewal pioneering in society. Although the spreading of Islam in South Celebes was a little slow compared with other regions such as Moluccas, Borneo and north of Java. In early 17th century, people of Celebes professed Islam. They were labeled as people with the strongest Islamic identity in Indonesian archipelago. But in the same time, some beliefs and traditions ofpre-Islam were still maintained in the society until the end of 20th century. In some regions, Islam showed its development with some archaeological evidences of luxurious graves with rich ornaments. Islamisation process was indicated on some archaeological inheritance of graves, mosque and ancient scripts written in Arabic. Related to study of Islamisation process in every region, inheritance of Islamic graves is a very important data. Graves indicates as one of ritual and social behavior. It was one of phenomenon that always occur in human life. Likewise, cultural transformation could be seen on graves and gravestones.