Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Simulasi Arahan Penggunaan Lahan di DAS Limboto dalam Rangka Pengendalian Kekeringan Sri Rahayu Ayuba; Munajat Nursaputra; Tisen Tisen
Majalah Geografi Indonesia Vol 33, No 2 (2019): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/mgi.37460

Abstract

Perubahan penggunaan lahan bisa dibilang kekuatan sosioekonomi yang paling meluas mendorong perubahan dan degradasi ekosistem (Wu, 2008). (Kodoatie, 2010) menyatakan bahwa, terganggunya siklus hidrologi telah menimbulkan “3 T” masalah klasik air “too much (yang menimbulkan banjir), “too little (yang menimbulkan kekeringan) dan “too dirty (yang menimbulkan pencemaran air). Berdasarkan data BNPB tahun 1979-2009 terdapat 8 kejadian kekeringan di Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui tingkat kerentanan DAS Limboto terhadap kekeringan. (2) menyusun arahan penggunaan lahan pada DAS Limboto berdasarkan penentuan tingkat kerentanan kekeringan. (3) mengsimulasikan arahan penggunaan lahan dalam rangka pengendalian kekeringan di DAS Limboto. Penelitian ini dilaksanakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto dengan luas DAS 86412,6 ha. Metode yang digunakan adalah Metode SWAT (Soil and Water Assessment Tool) dengan menggunakan software ArcSwat yang terintegrasi SIG. Penelitian ini termasuk dalam penellitian non-eksperimen yakni dengan menggunakan pengamatan langsung di lapangan. Input data SWAT antara lain lereng, jenis tutupan lahan, iklim, dan jenis tanah. Analisis yang digunakan dalam menentukan kerentanan DAS terhadap kekeringan adalah dengan menggunakan Soil Moisture Deficit Index (SMDI) melalui parameter Soil Water (SW). Pada penelitian ini penggunaan output model SWAT melalui ArcSwat, telah mampu menggambarkan kondisi pasokan air pada DAS Limboto, yang secara keseluruhan telah termasuk dalam kategori “Rentan”. Dengan membandingkan luas area yang mengalami kekeringan pada sebelum dan setelah dilakukan simulasi/running arahan penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa selisih luas area DAS yang mengalami kekeringan dengan klasifikasi “Rentan” diperoleh 37.513,1 ha atau secara persentasi mengalami penurunan sebesar 43,4 % dari luas DAS.
PEMANFAATAN MODEL SIMULASI NERACA AIR LAHAN DAN PERTUMBUHAN UNTUK PENDUGAAN PRODUKTIFITAS PADI GOGO Tisen Tisen
Akademika Vol 6, No 2 (2017): September
Publisher : LPPM Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.133 KB) | DOI: 10.31314/akademika.v6i2.53

Abstract

Agricultural simulation models have several advantages over agronomic research results in the field, especially in time and cost savings. The purpose of using the simulation model in this study is to apply simulation models in agricultural crops, especially in upland rice, by incorporating influential factors such as climate change. The simulation model applied in this study is a simulation model of land water balance and simulation of growth of upland rice plants in paddy fields located in Kupang, Bogor and Banjar Baru districts. The results showed that upland rice plants require full sun exposure without shade. In Indonesia has a long solar radiation of ± 12 hours a day with radiation intensity of 350 cal / cm / day in the rainy season. This radiation intensity is low if compared with sub-tropical regions that can reach 550 cal cm-2 days-1. Wind affects pollination and fertilization but if too tight it will knock down the plants Model simulasi pertanian mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan hasil penelitian agronomi di lapangan khususnya dalam penghematan waktu dan biaya. Tujuan dari penggunaan model simulasi dalam kajian ini adalah mengaplikasikan model-model simulasi pada tanaman pertanian khususnya pada tanaman padi gogo, dengan memasukkan faktor-faktor yang berpengaruh dianataranya perubahan iklim. Model simulasi yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah model simulasi neraca air lahan dan simulasi pertumbuhan tanaman padi gogo di lahan sawah yang terletak di kawasan Kabupaten Kupang, Bogor dan Banjar Baru. Hasil penelitian menunjukkan Tanaman padi gogo memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Di Indonesia memiliki panjang radiasi matahari ± 12 jam sehari dengan intensitas radiasi 350 cal/cm/hari pada musim penghujan. Intensitas radiasi ini tergolong rendah jika dibandinkan dengan daerah sub tropis yang dapat mencapai 550 cal cm-2 hari-1. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman
DESKRIPSI TINGKAT FERTILITAS TOTAL ( TOTAL FERTILITY RATE ) PROVINSI GORONTALO Tisen Tisen
Akademika Vol 8, No 1 (2019): April 2019
Publisher : LPPM Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.029 KB) | DOI: 10.31314/akademika.v8i1.292

Abstract

The increase in TFR is predicted to have a negative impact on the Government and the community. The ASFR factor is one of the demographic factors that is closely related to TFR, the studied is to get a picture and control solution, especially in the Goron talo province. The data used in this paper is the data of Gorontalo Province’s SKAP 2018 in 2018, the population of this survey is WUS (15 to 49 years), families and adolescents aged 15 to 24 years are not married and house holds in sele cted clusters . The sampling design used stratified multistage sampling , with a total of 48 clusters selected . Each cluster was enumerated and 35 Eligible House hold were selected using the systematic random sampling technique to be interviewed. Survey results show Gorontalo Province TFR is 2.46 children per woman, increased by 2.43 percent compared to the results of the 2017 RPJMN Survey, higher than the National average TFR which reached 2.38. The highest TFR is closely related to the ASFR of 15 - 19 Years old group of 52 (52 births per 1000 women). The shift age with the highest fertility rates from 20 - 24 years to 25 - 29 years old, each shift age reached 142 and 150 births per 1000 women in each group. The high ASFR in the young age group has the potential to increase TFR. Peningkatan TFR diprediksi mampu memberi dampak buruk bagi Pemerintah dan masyarakat sendiri. Faktor ASFR merupakan salah satu faktor demografi yang berkaitan erat dengan TFR sehingga diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan gambaran dan solusi pengendalian khususnya di wilayah provinsi Gorontalo. Data yang digunakan dalam makalah ini merupakan data SKAP 2018 Provinsi Gorontalo Tahun 2018, populasi dari survei ini adalah WUS (15 Sampai 49 Tahun), keluarga dan remaja usia 15 sampai 24 Tahun belum menikah dan rumah tangga pada klaster terpilih. Rancangan sampling yang digunakan adalah stratified multistage sampling, dengan jumlah klaster terpilih sebanyak 48 klaster. Masing-masing klaster dilakukan pencacahan dan dipilih 35 Rumah Tangga Eligible dengan menggunakan teknik sistematic random sampling untuk diwawancarai. Hasil Survei menunjukkan TFR Provinsi Gorontalo adalah 2,46 anak per wanita, meningkat 2,43 persen dibanding dengan hasil Survei RPJMN 2017 lebih tinggi dibandingkan TFR rata-rata Nasional yang mencapai 2,38. Tingginya TFR ini berkaitan erat dengan ASFR kelompok umur 15-19 Tahun sebesar 52 (52 kelahiran setiap 1000 wanita). pergeseran usia dengan tingkat fertilitas tertinggi dari usia 20-24 Tahun menjadi usia 25-29 tahun, yang masingmasing mencapai 142 dan 150 kelahiran per 1000 wanita pada masing-masing kelompok. Tingginya ASFR pada kelompok usia muda berpotensi meningkatkan TFR.
KLASIFIKASI TINGKAT KEKERINGAN PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMBOTO (Classification Of Drought Level In Limboto Watershed) Sri Rahayu Ayuba; Munajat Nursaputra; Tisen Tisen
Jurnal Sains Informasi Geografi Vol 1, No 2 (2018): Edisi November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (635.102 KB) | DOI: 10.31314/jsig.v1i2.174

Abstract

Abstract - Changes in land use are the socio-economic forces that most encourage changes and ecosystem degradation. Disruption of the hydrological cycle has caused "3 T" classic problems of water "too much (which causes flooding)," too little (which causes drought) and "too dirty (which causes water pollution). Based on data from BNPB in 1979-2009 there were 8 drought events in Gorontalo Province. This research was carried out in the Limboto Watershed with an area of 86412.6 ha. The method used is the SWAT Method (Soil and Water Assessment Tool) using ArcSwat software that integrates GIS. This research is included in non-experimental research that is by using direct observation in the field. Input of SWAT data include slope, land cover type, climate, and soil type. The analysis used in determining the vulnerability of the watershed to drought is to use the Soil Moisture Deficit Index (SMDI) through the Soil Water (SW) parameter. In this study the use of SWAT model output through ArcSwat, has been able to describe the condition of water supply in the Limboto watershed, which as a whole has been included in the "Vulnerable" category. By comparing the area that experienced drought before and after simulation / running land use directives, it can be concluded that the difference in the area of the watershed that experiences drought with the "Vulnerable" classification is obtained 37,513.1 ha or a decrease of 43.4% from watershed area. Keywords: Drought, Direction for Land Use, Limboto River Basin, Landing Simulation Abstrak – Perubahan penggunaan lahan merupakan kekuatan sosial ekonomi yang paling mendorong perubahan dan degradasi ekosistem. Terganggunya siklus hidrologi telah menimbulkan “3 T” masalah klasik air “too much (yang menimbulkan banjir), “too little (yang menimbulkan kekeringan) dan “too dirty (yang menimbulkan pencemaran air). Berdasarkan data BNPB tahun 1979-2009 terdapat 8 kejadian kekeringan di Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto dengan luas DAS 86412,6 ha. Metode yang digunakan adalah Metode SWAT (Soil and Water Assessment Tool) dengan menggunakan software ArcSwat yang terintegrasi SIG. Penelitian ini termasuk dalam penellitian non-eksperimen yakni dengan menggunakan pengamatan langsung di lapangan. Input data SWAT antara lain lereng, jenis tutupan lahan, iklim, dan jenis tanah. Analisis yang digunakan dalam menentukan kerentanan DAS terhadap kekeringan adalah dengan menggunakan Soil Moisture Deficit Index (SMDI) melalui parameter Soil Water (SW). Pada penelitian ini penggunaan output model SWAT melalui ArcSwat, telah mampu menggambarkan kondisi pasokan air pada DAS Limboto, yang secara keseluruhan telah termasuk dalam kategori “Rentan”. Dengan membandingkan luas area yang mengalami kekeringan pada sebelum dan setelah dilakukan simulasi/running arahan penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa selisih luas area DAS yang mengalami kekeringan dengan klasifikasi “Rentan” diperoleh 37.513,1 ha atau secara persentasi mengalami penurunan sebesar 43,4 % dari luas DAS. Kata Kunci: Kekeringan, Arahan Penggunaan Lahan, Daerah Aliran Sungai Limboto, Simulasi Arahan
Drought Index Determination Using the Batulayar Watershed Hydrology Model Sri Rahayu Ayuba; Wilan Mooduto; Risman Jaya; Tisen Tisen; Ahmad Syamsurijal; Munajat Nursaputra
Journal La Lifesci Vol. 3 No. 2 (2022): Journal La Lifesci
Publisher : Newinera Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37899/journallalifesci.v3i2.595

Abstract

The Batulayar sub-watershed, also known as the Bongomeme sub-watershed, is one of the most important sub-watersheds in the Limboto watershed. Because there are oil palm and other plants in the Batulayar Sub-upstream watershed's area that cause drought and natural harm. The goal of this study was to assess the severity of the drought and develop a hydrological model for calculating the drought index in the Batulayar sub-upstream watershed's area. The mix approach was utilized, which combines Soil and Water Assessment Tool (SWAT) modeling with field survey methodologies. The study's findings suggest that land conversion in the Batulayar Sub-upstream watershed's area may have an impact on the watershed's function. The Batulayar Sub-SMDI watershed's value in the SWAT Model results shows that it ranges from -0.50 to -2.99 in March, April, May, November, and December over a 10-year period, and is classified as "Slightly Dry" and "Slightly Dry." The Hydrological Model's role in determining the drought index can be seen in the results of calibration and validation using the NSE Model (Nash Sutcliffe Coeficient of Efficiency). An NSE value of 0.9 is obtained in calibration and validation, implying that the NSE value obtained belongs to the "good" class or that the discharge model and research observation discharge are similar.