Lina Meilinawati Rahayu
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Subjektivitas Perempuan: Pekerja Seks dalam Tiga Karya Utuy Tatang Sontani Ritma Fakhrunnisa; Lina Meilinawati Rahayu; Muhamad Adji
Metahumaniora Vol 9, No 1 (2019): METAHUMANIORA, APRIL 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v9i1.22872

Abstract

Penelitian ini mengambil topik subjektivitas perempuan pekerja seks dalam tiga karya Utuy Tatang Sontani: Selamat Jalan Anak Kufur, “Menuju Kamar Durhaka”, dan “Doger”. Tiga pekerja seks tersebut ditampilkan melalui tokoh Titi, Aku, dan Selendang Merah. Dengan menggunakan metode kritik feminis yang berfokus pada isu tubuh dan ruang perempuan, pembahasan dibagi menjadi dua bagian yang berkaitan dengan tubuh, ruang, dan subjektivitas pekerja seks. Berdasarkan hasil analisis dapat dimaknai bahwa: (1) tubuh dan ruang pekerja seks ditampilkan sebagai aset ambivalen dalam posisinya sebagai subjek dan objek; (2) posisi subjek-objek yang bahagia berkaitan erat dengan perspektif yang digunakan tokoh dalam memandang pekerja seks. Oleh sebab itu, dapat diargumentasikan bahwa Utuy memosisikan tiga tokoh perempuannya dalam posisi subjek dan objek yang tidak ajek.This research talks about the subjectivity of women sex workers in Utuy Tatang Sontani’s works titled Selamat Jalan Anak Kufur, “Menuju Kamar Durhaka”, and “Doger.” Women sex worker are portrayed through characters named Titi, Aku, and Selendang Merah. By using a feminist literary criticism method that focuses on women’s body and space, the discussion has been divided into two sections related to body, space, and subjectivity of the sex workers. Body and space are the crucial aspects for the characters in Utuy’s works when achieving their status as a subject. Based on the results of the analysis it can be interpreted that: (1) the bodies and spaces of the sex workers are depicted as an ambivalent asset in their position both as subject and object; (2) the position of happy subject-object status of the sex workers is closely related to the perspective used by the character in looking at sex workers. Therefore, it can be argued that Utuy positioned the three women characters in the position of subjects and objects that were not fixed.
PEMBANGUNAN IDENTITAS MELALUI SAPAAN KEKERABATAN DI MASYARAKAT PINGGIRAN ANTARA BANDUNG DAN JATINANGOR Lina Meilinawati Rahayu
UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra Vol 15, No 2 (2019): UNDAS
Publisher : Balai Bahasa Kalimatan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.365 KB) | DOI: 10.26499/und.v15i2.1728

Abstract

This paper aims to analyse and reveals how the construction of new identities in urban communities, on the outskirts of Bandung is displayed through kinship address terms. The theory used is Jenkins (2008) identity theory using Baurdrillard's (1983) perspective in seeing the relationship between reality, symbols, and society. Baudrillard explains that the typical character of today’s community is a simulation community. Furthermore, they are being explained as community who lives with crisscross code and signs. Hereafter, language, especially the address terms of kinship will be placed as a cultural discourse. The method used to see these cultural phenomena is literature and field studies. Field studies focused on distributing questionnaires to informants. Field data is then processed based on theories that have been obtained through literature study. The results of this study indicate that there is a shift in the function of kinship address terms from use-value to sign-value or symbol-value. Signs and values which consist of status, prestige, style expression, lifestyle, can be the main motives for the abovementioned changes kinship address terms. 
IDENTITAS KEINDONESIAAN DALAM DRAMA INDONESIA TAHUN 70-AN: SEBUAH PEMBACAAN NEW HISTORICISM Lina Meilinawati Rahayu
FKIP e-PROCEEDING 2017: SEMINAR NASIONAL #3: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM KONTEKS GLOBAL
Publisher : Pendidikan Fisika FKIP UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini ingin membuktikan bahwa identitas sebuah bangsa dapat dibaca melalui karya sastra. New Historicism berkeyakinan bahwa selalu ada kaitan antara teks dan sejarah. Pemikiran ini memberi persfektif bahwa “kenyataan sejarah” tidak lagi tunggal dan absolut, tetapi bisa bermacam-macam versi dan sudut pandang. Tulisan ini akan mendeskrispkan “identitas keindonesiaan” dalam drama Indonesia tahun 70-an. Dalam konteks demikian teks sastra Indonesia yang merefleksikan sejarah Indonesia dapat diposisikan sebagai pembacaan sejarah dari versi yang lain. Oleh karena itu, perspektif new historicism menjadi tepat digunakan untuk mendedah fenomena teks sastra yang demikian: yakni, dengan cara menyuguhkan kenyataan-kenyataan di luar teks sejarah yang mainstream. Pendekatan new historicism tidak memisahkan karya sastra dengan pengarangnya, juga tidak memisahkan karya sastra itu dengan konteks zamannya. Teks yang dijadikan objek penelitian adalah Ben Go Tun (1977) karya Saini K.M. dan Topeng (1972) Karya Ikranagara. Teks sengaja dipilih yang terbit awal tahun 70-an dan akhir tahun 70-an agar identitas dalam rentang sepuluh tahun bisa dibandingkan sehingga dapat memberi gambaran bagaimana Indonesia dalam kurun waktu tersebut. Dari analisis kedua drama tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan sosial menjadi menjadi masalah utama.Kata Kunci: Sejarah, drama, identitas, keindonesiaan,new historicism