Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Jurnal Kewarganegaraan

Anak Sebagai Korban Penyalahguna Narkotika Perlu Dilindungi (Putusan PN Jakarta Barat Nomor 47/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Jkt.Brt) Ahmad Fajar Satrio; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.009 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3232

Abstract

AbstrakHakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim. Seandainya anak sebagai penyalahguna narkotika dan harus berhadapan dengan hukum, maka putusan hakim yang akan dijatuhkan harus mempertimbangkan kehidupan si anak tersebut pada masa selanjutnya, oleh karena itu hakim harus yakin benar bahwa putusan yang akan diambil adalah yang paling tepat dan juga adil. Putusan hukuman terhadap anak sebagai pengguna Narkotika menurut UU Narkotika, bahwa terdakwa adalah merupakan korban sehingga putusaannya adalah harus berupa rehabilitasi.Kata Kunci : Hukuman, anak korban penyalahgunaan narkotika AbstractThe judge before making a decision on a child who commits a crime, there are several things that become the basis for consideration for the judge. If the child is a narcotics abuser and has to deal with the law, the judge's decision to be handed down must consider the child's future life, therefore the judge must be sure that the decision to be taken is the most appropriate and fair. The verdict against children as narcotics users according to the Narcotics Law, that the defendant is a victim so that the verdict must be in the form of rehabilitation.Keywords: Punishment, child victims of drug abuse
Sistem Pemidanaan Pada Tindak Pidana Narkotika (Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 772 K/Pid.Sus/2019) Ferdino Caprico; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.914 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3234

Abstract

AbstrakPengguna narkotika yang bukan pengedar ketika dihadapkan di depan persidangan, juga akan didakwa dengan pasal lain. Logikanya pengguna yang mendapatkan narkotika secara melawan hukum, maka sudah barang tentu terdapat juga sekaligus beberapa perbuatan yang dilakukan pengguna tersebut sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 111 dan atau Pasal 112 atau bahkan Pasal 114. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.Kata Kunci: Sistem Pemidanaan, Tindak Pidana Narkotika AbsractNarcotics users who are not dealers when brought before the trial, will also be charged with other articles. Logically, users who obtain narcotics against the law, then of course there are also at once several acts committed by these users as formulated in Article 111 and or Article 112 or even Article 114. Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics.Keywords: Criminal System, Narcotics Crime
Kualifikasi Kejahatan Luar Biasa Terhadap Tindak Pidana Korupsi (Putusan Mahkamah Agung Nomor 301 K/Pid.Sus/2021) Mohammad Al Faridzi; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.322 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3244

Abstract

AbstrakTindak Pidana Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang penanganannya membutuhkan upaya yang luar biasa juga karena dampak atau akibat yang ditimbulkannya begitu luar biasa terhadap perekonomian negara. Banyak pembangunan yang terbengkalai, pelayanan kepentingan umum yang terhambat, lapangan pekerjaan sempit dan kemiskinan tidak terentaskan akibat ulah oknum yang memperkaya diri sendiri atau menguntungkan diri pribadinya tanpa memperhatikan kepentingan umum, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluargaKata Kunci : Korupsi, Extraordinary Crime AbstractCorruption is an extraordinary crime whose handling requires extraordinary crime efforts because the impact or consequences it causes are so extraordinary on the country's economy. Many developments are neglected, public interest services are hampered, job opportunities are narrow and poverty is not eradicated due to the actions of individuals who enrich themselves or benefit themselves without paying attention to the interests of the public, nation and state above personal and family interests.Keywords: Corruption, extraordinary crime
Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan dalam Peningkatan Kesejahteraan Pekerja di Indonesia yang Berbasis Nilai Keadilan Sosial Achmad Aminulloh; Yusuf M. Said; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.812 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3573

Abstract

AbstrakDengan munculnya Undang-Undang Cipta Kerja atau UU no 11 tahun 2020 dimana undang-undang ini tidak bersumber dari nilai–nilai sosial budaya bangsa Indonesia sendiri tetapi lebih mengutamakan syahwat politik, di mana politik hukum sangat berperan bagi penguasa atau pemerintah untuk membangun hukum nasional di Indonesia yang dikehendaki. Peran politik hukum terhadap pembangunan hukum nasional di Indonesia tidak bisa dilepas dari kontek sejarah. Sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia telah terjadi perubahan-perubahan politik secara bergantian (bedasarkan periode sistem politik) antara politik yang demokratis dan politik otoriter. Sejalan dengan perubahan-perubahan politik itu, karakter produk hukum juga berubah. Terjadinya perubahan itu karena hukum merupakan produk politik, maka karakter produk hukum berubah jika politik yang melahirkannya berubah. Misalnya Undang-Undang no 13 tahun 2003 yang belum sempurna, harusnya lebih di sempurnakan bukan membuat Undang-Undang baru yang tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Paradigma pembangunan di bidang ketenagakerjaan perlu direformasi yang dulu cenderung melihat pekerja sebagai faktor produksi dan atau bagian dari komoditi, harus diubah kepada pekerja sebagai manusia Indonesia seutuhnya atau sebagai subjek/pelaku proses produksi dalam pembangunan dengan segala harkat dan martabatnya. Perubahan paradigma ini pada akhirnya akan mengarah dan menentukan politik hukum kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui suatu perubahan yang resolutif-kompositif dengan memandang pekerja sebagai subjek dan secara proporsional memperhitungkan seluruh aspek dalam suatu kesatuan yang holistic, agar kebijakan politik hukum yang reformatif ini tidak dipandang hanya bagus dimaterinya saja, maka perlu diimplementasikan melalui program yang titik beratnya bukan hanya sekedar instrumen tetapi akses yang mendorong kuantitatif dan mendidik kualitatif dalam membangun sistem keseimbangan antara yang seharusnya dengan kenyataan.Kata Kunci: Cipta Kerja, Pekerja, Kesejahteraan AbstractWith the emergence of the Job Creation Law or Law no. 11 of 2020 where this law is not derived from the socio-cultural values of the Indonesian nation itself but rather prioritizes political shahwat, where legal politics plays a very important role for the ruler or government to build the desired national law in Indonesia. The role of legal politics in the development of national law in Indonesia cannot be separated from the context of history. Throughout the history of the Republic of Indonesia there have been alternating political changes (based on the period of the political system) between democratic politics and authoritarian politics. In parallel with those political changes, the character of legal products has also changed. The occurrence of change is because the law is a political product, so the character of the legal product changes if the politics that gave birth to it changes. For example, Law no. 13 of 2003, which is rudimentary, should be more perfected, not create a new law that is no better than the previous one. The development paradigm in the field of labor needs to be reformed which used to tend to see workers as a factor of production and or part of commodities, must be changed to workers as a whole Indonesian people or as subjects/actors of the production process in development with all their dignity and dignity. This paradigm shift will eventually lead to and determine the legal politics of government policy in the field of labor through a resolutive-composite change by viewing workers as subjects and proportionally taking into account all aspects in a holistic unity, so that this reformative legal political policy is not seen as only good in its material, it needs to be implemented through programs whose emphasis is not just an instrument.  but access that encourages quantitative and qualitative education in establishing a system of balance between what it should be and reality.Keywords: Job Creation, Workers, Welfare