Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MONITORING MANGROVE UNTUK ESTIMASI POTENSI KARBON BIRU DI DUMAI, RIAU Nuryani Wigdati; Frida Sidik; Novia Arinda Pradisty
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 5, No 2 (2021): JFMR VOL 5 NO.2
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2021.005.02.34

Abstract

Mangrove menyediakan berbagai jasa ekosistem, salah satunya adalah sebagai penyerap dan penyimpan karbon biru. Perhitungan jumlah simpanan dan serapan karbon di hutan mangrove menjadi penting karena hutan mangrove di Indonesia memiliki simpanan karbon biru tertinggi di dunia. Informasi potensi karbon biru mangrove dapat diperoleh dari kegiatan monitoring mangrove yang dilakukan secara berkala. Dengan lokasi penelitian di Dumai, Riau, studi ini mengestimasi karbon yang disimpan dan diserap oleh pohon mangrove di tepi sungai dan dalam hutan. Struktur komunitas diketahui dengan menghitung Shannon-Wiener Index, sementara biomasa dan potensi simpanan karbon mangrove dihitung dengan persamaan alometrik khusus berdasarkan jenis. Jenis mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian antara lain Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, dan Nypa frutican, dimana  Stasiun Tepi Sungai didominasi oleh Xylocarpus granatum (kisaran Ø 1.36-23.25 cm), sementara Rhizophora apiculata mendominasi stasiun di dalam hutan dengan kisaran Ø 1.27-23.25 cm. Laju pertumbuhan mangrove cukup beragam dan Avicennia marina memiliki laju tercepat. Hasil menunjukan bahwa dengan estimasi rata-rata biomasa mangrove sekitar 596.56 Mg ha-1 hutan mangrove di Dumai, Riau berpotensi menyimpan karbon sebesar 285.24 Mg C ha-1. Karbon yang tersimpan di Stasiun Dalam Hutan lebih besar (332.9 Mg C ha-1) dibandingkan dengan di Stasiun Tepi Sungai (237.58 Mg C ha-1). Apabila satu hektar hutan mangrove di Dumai, Riau, rusak atau hilang, maka potensi karbon yang dilepaskan sebesar 1046.83 Mg CO2 ha-1, yaitu setara dengan jumlah CO2 yang terlepas dari pembakaran 524.82 ton batu bara.Mangroves provide various ecosystem services, one of which is as a carbon sink and storage. The assessment of mangrove carbon stock and sequestration becomes a global concern especially for Indonesia’s mangrove forests that store most of mangrove blue carbon in the world. Blue carbon potentialsl in mangroves can be estimated by assessing mangroves through periodic monitoring. Here, the study was undertaken in mangrove forests in Dumai, Riau and aimed to assess the carbon stored and sequestered in mangroves located riverside and inside the forests. The forest structure was examined with the Shannon-Wiener Index, while biomass and potential carbon storage of mangroves calculated by specific allometric equations based on the species. The species found in the study site were Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, and Nypa frutican. The riverside station was dominated by Xylocarpus granatum (ranging Ø 1.36-23.25 cm), while Rhizophora apiculata dominated the station inside the forest (ranging Ø o1.27-23.25 cm). The rates of mangrove growth varied among the species, with Avicennia marina as the greatest. Our result showed that the mean of mangrove biomass in the study site was 596.56 Mg ha-1 with carbon stock potential of 285.24 Mg C ha-1. Mangroves inside the forests stored more carbon (332.9 Mg C ha-1) than ones in the riverside (237.58 Mg C ha-1). We estimated that the destruction of one hectare of mangrove forest in the study site can potentially release 1046.83 CO2, which is equivalent to CO2 released from 524.82 tonnes of burned coals.
KONDISI PADANG LAMUN DI PESISIR BALI UTARA BERDASARKAN JUMLAH SPESIES, JUMLAH ALGA, DAN PERSENTASE TUTUPAN Nuryani Wigdati; Gede Iwan Setiabudi; E. Elvan Ampou; I Nyoman Surana
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 5, No 2 (2021): JFMR VOL 5 NO.2
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2021.005.02.33

Abstract

Identifikasi kondisi padang lamun di perairan Bali Utara telah dilakukan pada Agustus dan September 2020 di Sumberkima, Lovina, Panimbangan, dan Pacung. Tujuan kajian ini untuk mengidentifikasi kondisi padang lamun di perairan Bali Utara berdasarkan jumlah jenis lamun, persentase tutupan lamun, dan jumlah jenis alga. Metode transek garis tegak lurus garis pantai serta foto atau video diaplikasikan untuk pengambilan ketiga jenis data tersebut. Analisis kondisi lamun dilakukan dengan metode penilaian dan pembobotan. Di keempat lokasi ditemukan sebanyak enam jenis lamun yang berasal dari dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceaceae. Famili Hydrocharitaceae diwakili oleh Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th), Halophila ovalis (Ho), dan Cymodocea rotundata (Cr), sementara famili Cymodoceaceae terdiri dari Syringodium isoetifolium (Si) dan Halodule uninervis (Hu). Jenis paling beragam ditemukan di Lovina dengan rata-rata persentase tutupan 60% dan paling sedikit di Panimbangan dengan rata-rata tutupan 52%. Hasil pembobotan pada komponen jenis lamun, jenis alga, dan persentase tutupan menunjukan bahwa kondisi lamun di Lovina dalam kondisi paling baik dengan jumlah skor 13. Kondisi lamun di Sumberkima dalam kondisi sedang (skor 11), sedangkan di Panimbangan dan Pacung dalam kondisi buruk dengan skor 7. Kondisi kualitas air pada saat dilakukan pengamatan di keempat lokasi penelitian dalam kondisi yang baik untuk mendukung kehidupan lamun. Penelitian lanjutan dengan menambahkan dan mempertimbangkan parameter lingkungan lainnya sebagai komponen untuk menilai kondisi dan status lamun di Bali Utara. Identification of seagrass beds condition in North Bali waters (Sumberkima, Lovina, Panimbangan, and Pacung) was carried out in August and September 2020. This study aims to identify the condition of seagrass beds in North Bali waters based on the number of seagrass species, the percentage of seagrass cover, and the number of algae species. We performed line transects as well as photos or videos to collect data on seagrass and algae. Seagrass ecosystem condition was analyzed by using the scoring and weighting method. Six species originating from two families,  Hydrocharitaceae and Cymodoceaceae, have been identified.  Hydrocharitaceae family represented by Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th), Halophila ovalis (Ho), and Cymodocea rotundata (Cr), while the Cymodoceaceae consists of Syringodium isoetifolium (Si) and Halodule uninervis (Hu). The most diverse species were found in Lovina with an average percentage cover of 60% and the least is in Panimbangan (52%). The scoring and weighting results showed that the seagrass conditions in Lovina were in the best condition with a total score of 13. The condition of the seagrass in Sumberkima was moderate (score 11), while in Panimbangan and Pacung were in bad condition with a score of 7. The condition of water quality at the time of observation was in good condition to support seagrass life at all research sites. Further research by adding and considering other environmental parameters as a component in assessing the condition and status of seagrass in North Bali.