Sistem pertanahan yang dinamakan tanah eigendom. Akan tetapi sistem pertanahan yang menggunakan hukum barat ini masih dianggap tidak sinkron dengan Hak Asasi Manusia dan juga merugikan masyarakat sehingga pada masa kemerdekaan Indonesia, diterbitkanlah peraturan baru yang mengatur mengenai sistem pertanahan nasional. Namun pada kenyataannya untuk mentransmisi hukum barat ke hukum nasional tidaklah mudah, sehingga muncul beberapa sengketa tanah, salah satunya yaitu sengketa tanah ex eigendom verponding yang diadili di Pengadilan Negeri kota Ambon dengan putusan Mahkamah Agung nomor: 211/Pdt.G/2019/PN Amb. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis bagaimana kasus posisi, kesesuaian pertimbangan hakim Mahkamah Agung serta kelebihan dan kelemahan hakim dalam memutuskan putusan dalam perkara sengketa tanah ex eigendom verponding ini. Penelitian ini menerapkan metode penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan yang dihasilkan dalam penelitian ini ditemukan bahwa alasan hakim dalam menolak permohonan perkara yang diajukan oleh Lutfi Attamimi selaku perwakilan dari PT. Maluku Membangun ini telah sesuai dengan fakta dan Undang-Undang yang berlaku namun terdapat juga beberapa kelemahan hakim dalam mempertimbangkan bukti data pertanahan yang dilampirkan oleh penggugat, sehingga pada akhir putusan di simpulkan bahwa tanah ex eigendom Verponding nomor 987 tidak berhasil direbut kembali oleh penggugat karena ketidak sahnya bukti dan fakta yang dikemukakan dimuka persidangan.