Nor Mohammad Abdoeh
Institut Agama Islam Negeri Salatiga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TRADISI PUNGGAHAN MENJELANG RAMADHAN Salmaa Al Zahra Ramadhani; Nor Mohammad Abdoeh
Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Agama, Sosial dan Budaya
Publisher : LPPM Institut Pesantren KH. Abdul Chalim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.308 KB) | DOI: 10.31538/almada.v3i1.495

Abstract

“Punggahan” comes from the word ‘munggah’ (Javanese) which means to go up or enter a higher place. According to the world ‘munggah’ implied a change in the direction be better than the “sya’ban” month to holy month of Ramdhan and increase in faith during Ramdhan fasting. Punggahan is a tradition of sending prayers to ancestors who have died before the coming of Ramadhan, meant as a tradition of praying and giving thanks to the glorious month of Ramadhan the moon which is always awaited by its arrival in the world especially Muslims, including Muslims in Indonesia. Various preparations were made to welcome thr arrival of the month of Ramadhan including Punggahan. Punggahan aims to remind muslims that Ramadhan is coming soon, and also send prayers for people who have died. The “pungghan” tradition was introduced by Sunan Kalijaga when spreading islam in Java at the time Sunan Kalijaga used the method of cultur acculturation when spreanding Islam. Punggahan usually done in their respective homes by inviting relatives and neighbors and a kyai to lead thahlil and prayer.The menu that must be provided when uploading is apem, pasung. Pisang and ketan the four mandatory menus that must be available at the time of Pungghan. The menu that is brought during Punggahan has is own meaning by welcoming the coming of exist when Punggahan so that the meaning contained can be conveyed and can be known by readers all the word.
Hibah Harta pada Anak Angkat: Telaah Filosofis terhadap Bagian Maksimal Sepertiga Nor Mohammad Abdoeh
Millah: Journal of Religious Studies Vol. 18, No. 2, Februari 2019 Aktualisasi Mashlahah pada Ranah Domestik, Muamalah, Budaya, dan Dasar
Publisher : Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister, Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/millah.vol18.iss2.art2

Abstract

Salah satu cara yang digunakan dalam hukum Islam untuk memperoleh harta adalah hibah. Proses penghibahan dalam  hukum Islam tidak bisa dilepaskan dari batasan harta yang dihibahkan. Fenomena di masyarakat terkadang terjadi dualisme hukum yang kontradiksi antara hukum dalam teori dan hukum dalam praktek. Fenomena di masyarakat banyak orang yang menghibahkan hartanya kepada anak angkatnya dengan semua harta yang dimilikinya di depan Notaris. Hal ini menjadi sebuah persoalan tentang posisi anak angkat yang diartikan sebagai orang lain dan diartikan bukan sebagai ahli waris dan dapat dianggap sebagai orang asing yang dapat menerima hibah semua harta. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui akan hakekat adanya pembatasan sepertiga dalam hibah. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis yaitu dengan menjelaskan hakekat dan hikmah dari objek formalnya. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa adanya batasan tersebut, tidak lain untuk memprioritaskan ahli waris atau keluarga di atas orang lain (anak angkat) dalam penerimaan harta. Karena meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan miskin.