Asmanah Widiarti
Puslitbang Hutan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

NILAI EKONOMI PENURUNAN DAUR TEBANG Acacia mangium Willd. DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. ARARA ABADI, RIAU Sri Suharti; Asmanah Widiarti
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 2, No 6 (2005): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2005.2.6.619-630

Abstract

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan dan sekaligus penyediaan bahan baku industri perkayuan. Jenis tanaman yang umumnya dikembangkan adalah jenis - jenis tumbuh cepat (fast growing species) dan tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi seperti Acacia mangium Willd. Untuk lebih mendorong perluasan pembangunan HTI,PT. Arara Abadi mengusulkan agar daur rata - rata tanaman A. mangium diturunkan menjadi 6 tahun dengan kisaran antara 5-8 tahun dari daur semula 8 tahun Dengan adanya penurunan daur tanaman, intensitas serta frekuensi kegiatan secara keseluruhan akan meningkat sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pendapatan serta kesempatan kerja masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada daur tanam berapa tahun yang dapat memberikan kontribusi pendapatan yang optimum bagi perusahaan dan sekaligus meningkatan kesempatan kerja pada masyarakat sekitarnya. Pengkajian terhadap nilai ekonomi penurunan daur A. mangium dilaksanakan di HPH PT. Arara Abadi Riau. Data yang di gunakan berasal dari hasil observasi lapangan, data sekunder perusahaan, laporan RKPHTI perusahaan serta penetapan beberapa asumsi untuk berbagai perhitugan ekonomi yang diperlikan. Analisis dilakukan dengan mempelajari semua biaya produksi dan penerimaan dari tegakan A. mangium pada berbagai kelas bonita. hasil penelitian menunjukan bahwa dari hasil analisis finansial dengan menggunakan berbagai kriteria (Net Present Value/NPV dan Benefit/Cost ratio/B/C ratio pada tingkat bunga pasar 16-18 %per tahun, serta Internal Rate of Return/IRR), pendapatan optimum diperoleh pada daur tebangan 6 tahun.
KAJIAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN - LAMPUNG Asmanah Widiarti
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 2, No 3 (2005): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2005.2.3.215-226

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kondisi sosial-ekonomi  dan budaya masyarakat setempat dalam rangka mencari pendekatan  yang paling sesuai untuk pengelolaan kawasan pelestarian. Kajian dilakukan dengan meroda studi  deskriptif  dan mengambil kasus di empat lokasi desa-desa sekitar Tahura WAR yaitu Sungai Langka, Beringin, Gebang, dan Kateguhan. Hasil kajian menunjukkan bahwa keterbatasan kemampuan masyarakat yaitu hanya di bidang usaha tani menjadikan   masyarakat sangat  tergantung pada sumber daya hutan. Sudah sejak  lampau masyarakat membuka kawasan hutan untuk kegiatan pertanian. Rata-rata kepemilikan  lahan dalam kawasan bervariasi antara 0,5-4 ha per keluarga. Umumnya kepemilikan lahan bersifat warisan atau turun temurun sehingga  cenderung  mengakibatkan kawasan hutan yang digarap semakin bertambah. Dari lahan dalam kawasan rata-rata  membeikan penghasilan sebesar  Rp 4.708.637, atau sumbangannya   terhadap  pendapatan   total keluarga  sebesar  62,24%. Ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,  status sosial,jarak dari kawasan,  status kekayaan, memiliki pekerjaan  atau  tidak, tetapi lebih ditujukkan  oleh sistem  pewarisan   lahan. Pembangunan  Social Forestry di areal Tahura  telah disambut baik oleh masyarakat setempat karena program ini memberikan  keleluasaan dan kepastian hukum pada masyarakat untuk memasuki kawasan dan mengambil hasilnya. Namun demikian pelaksanaan  Social Forestry, masih membutuhkan pembinaan. Pengawasan, dan evaluasi yang terus menerus dari instansi terkait setempat berkaitan dengan sistem  budidaya pertanian dan jenis komoditi yang dikembangkan dalam kawasan pelestarian sehingga tidak mengganggu fungsi utamanya. Di samping itu diperlukan aturan-aturan untuk membangun model Social Forestry yang paling sesuai untuk  kawasan  pelestarian. Upaya mempertahankan  kawasan pelestarian dan sekaligus memberikan  kesejahteraan masyarakat setempat tidak bisa dipisahkan disebabkan  adanya interaksi yang sangat kuat antara masyarakat setempat dengan sumber daya hutan disekitarnya