Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT LOKAL DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JAWA TIMUR N. M. Heriyanto; R. Garsetiasih; Endro Subiandono
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 3, No 3 (2006): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2006.3.3.297-308

Abstract

Penelitian  pola pengelolaan partisipatif   antara  masyarakat  dengan Taman Nasional  Meru Betiri   (TNMB) dilakukan  di tiga desa yaitu Desa Andongrejo, Desa Curahnongko, dan Desa Wonoasri.  Tujuan  penelitian   ini untuk  mendapatkan informasi  tentang besarnya pemanfaatan hutan terutama kayu oleh rnasyarakat  sekitar TNMB dan  informasi  mengenai  jasa hutan yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Untuk  mendapatkan  data primer  dilakukan  wawancara dengan penarikan  contoh  terhadap tiga angkatan kerja pada masyarakat  di tiga desa sekitar taman nasional, dengan jumlah responden masing-rnasing  desa sebanyak 40 orang  (total  120 respondcn). Selain  itu,  dikumpulkan  data sekunder  dari berbagai  laporan dan literatur.  Dari  hasil penelitian didapatkan   bahwa  interaksi  yang terjadi  antara masyarakat desa Andongrejo,   dcsa Curahnongko,  dan  desa Wonoasri  dengan kawasan  TNMB  antara  lain berbentuk  pemanfaatan  kayu  untuk  kayu  bakar, bahan bangunan perumahan dan peralatan  rumah tangga,  serta pemanfaatan tumbuhan  obat. Jenis hasil  hutan yang paling  banyak  dimanfaatkan   oleh rnasyarakat yaitu kayu  bakar untuk memasak.  Persepsi   masyarakat   terhadap keberadaan  TNMB  pada  umumnya  baru  pada  taraf  pengetahuan  fungsi   dari  taman  nasional dan  cara melestarikannya.  Dari hasil  penelitian  yang  diadakan di  tiga  desa, Desa Andongrejo  memiliki  persepsi  yang paling tinggi yaitu  sebesar 77,5 %, diikuti   Desa Curahnongko  70%, dan Desa Wonoasri  sebesar 65 %.
HABITAT SIAMANG (Symphalangus syndactylus, Raffles 1821) DI KAWASAN TERDEGRADASI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT, KABUPATEN PESISIR SELATAN M Bismark; Sofian Iskandar; Reny Sawitri; N. M. Heriyanto; Yulaeka Yulaeka
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 16, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2019.16.2.133-145

Abstract

Siamang (Symphalangus syndactylus, Raffles 1821) adalah primata yang memiliki tingkat keterancaman yang tinggi, dan dijumpai di habitat terdegradasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luasan mosaik di kawasan hutan, daerah penyangga, dan vegetasi pendukung untuk populasi siamang. Penelitian dilaksanakan pada bulan September dan November 2015 menggunakan metoda ground control point (GCP) untuk koordinat mosaik, point centre count (PCP) untuk populasi,dan data vegetasi di sekitar mosaik. Degradasi di kawasan hutan membentuk mosaik yang meliputi hutan primer dan sekunder, dan kebun agroforestri dan gambir dengan luas rata-rata 29,30 ha; 7,90 ha; 11,70 ha dan 7,80 ha, sedangkan jarak antar mosaik berturut-turut adalah 486,70 m; 458,75 m; 368,75 m dan 202,50 m. Kondisi ini yang membentuk fragmentasi habitat siamang. Namun, mosaik hutan primer masih memberikan kecukupan untuk habitat siamang, ditandai dengan populasi yang masih dalam selang kepadatan normal, yaitu 2,45 kelompok per km² atau 8,40 individu per km². Perilaku siamang sebagai pemakan buah-buahan menyebabkan biji-bijian menyebar di kawasan terdegradasi, ditandai dengan kerapatan tingkat semai mencapai 13.333 semai per ha. Lebih lanjut, pengelolaan daerah penyangga di perbatasan kawasan hutan dalam bentuk kebun agroforestri memiliki fungsi sebagai areal perluasan habitat untuk sumber pakan dan tempat bersosialisasi
KLASIFIKASI POTENSI TEGAKAN HUTAN ALAM BERDASARKAN CITRA SATELIT DI KELOMPOK HUTAN SUNGAI BOMBERAI-SUNGAI. BESIRI DI KABUPATEN FAKFAK, PAPUA Sofwan Bustomi; Djoko Wahjono; N. M. Heriyanto
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 3, No 4 (2006): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2006.3.4.437-458

Abstract

Tujuan penelitian ini  adalah untuk mendapatkan inforrnasi  tentang   kelas  kerapatan  hutan dan potensi tegakan berdasarkan  tampilan  warnaltone pada citra  satelit.  Metode  yang digunakan yaitu pengukuran/pemetaan potensi pada citra satelit  dan pengamatan    lapangan.  Pengukuran potensi  pada citra satelit tersebut dilihat dari tone yang dijumpai, semakin rapat  tegakan, semakin jelas tone yang   dihasilkan.  Sedangkan pengamatan lapangan dilakukan  dengan cara menentukan  satuan contoh  berbentuk  bujur sangkar dengan ukuran 1 km x  1 km (100  ha). Di dalam  plot  bujur  sangkar  dilihat lima jalur  ukur  yang  diletakkan  secara sistematik  dengan jarak antar jalur 200 m,  lebar  jalur 20  m,  panjang 1.000  m.  Hasil   penelitian  ditemukan    48 jenis pohon yang tercakup  ke dalam  27 famili.  Jenis-jenis yang  dominan berturut-turut resak/damar (Vatica rassak Bl.), matoa (Pometia pinnata  Forst.),  kelat/jarnbu-jambu  (Eugenia  sp.), kenari  (Canarium maluense Lauterb.), mersawa (Anisoptera  polyandra Bl.),  dan pala hutan (Myristica fawn  Houtt.). Pengkelasan hutan menurut   warnaltone pada peta ciira satelit  dapat digunakan, hal ini ditunjukkan   oleh kerapatan tegakan hutan dengan diameter ≥ 20 cm pada hutan   "jarang" sebesar 96,80  pohon/ha (diameter ≥ 50 cm=  7,20  N/ha dan diarneter ≥ 60 cm = 2,60  N/ha), hutan "sedang" sebesar 101,25  pohon/ha (diameter  ≥ 50 cm = 8,70 N/ha dan diameter ≥ 60 cm = 4,25  N/ha) dan kerapatan tegakan hutan "rapat"  sebesar 118,05 pohon/ha  (diarneter ≥ 50 cm = 9,45  N/ha  dan diameter  ≥ 60 cm  = 4,25  N/ha).  Potensi  pohon  berdiameter ≥ 20 cm  di  areal kerja PT Prabu Alaska Unit  I Fakfak pada hutan "jarang" sebesar  68,66 ml/ha (diameter ≥ 50 cm= 18,04 m3/ha dan diameter ≥  60 cm =9,56 ml/ha), hutan  "sedang"   sebesar 76,88  m3/ha (diameter ≥ 50 cm =  25 m3/ha dan diameter ≥   60 cm = 17,06  m3/ha) dan kerapatan tegakan  hutan "rapat" sebesar  85,78  m3/ha (diameter ≥ 50 cm =  25,80 m3/ha dan diameter ≥ 60 cm =  16,46  m3/ha).
KUALITAS PERAIRAN, KESUBURAN TANAH DAN KANDUNGAN LOGAM BERAT DI HUTAN MANGROVE NUSA PENIDA, BALI N. M. Heriyanto; Sri Suharti
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.974 KB) | DOI: 10.20886/jphka.2019.16.1.25-33

Abstract

SariMangrove mempunyai peranan penting diantaranya sebagai perangkap sedimen, penahan  ombak, pengikat karbon, penetrasi pencemaran, penahan intrusi air laut dan tempat berkembang biaknya berbagai biota air. Penelitian kualitas perairan, kesuburan tanah dan kandungan logam berat telah dilakukan pada bulan Agustus 2017 di Nusa Penida Bali.Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi tentang kualitas air, kesuburan tanah dan kandungan logam berat pada hutan mangrove. Metode yang digunakan adalah pengambilan contoh berupa air, tanah dan daun mangrove yang dipilih secara acakpada lokasi tersebut. Hasil analisis pada kualitas perairan terdiri dari tingkat kekeruhan 7.228,5 mg/l, kebutuhan oksigen biologi (BOD) 157,24 mg/l dan kebutuhan oksigen kimia (COD) 342,72 mg/l. Sementara itu nilai salinitas yaitu 39 permil, temperatur 28°C, pH air 7,5 dan oksigen terlarut (DO) 3,5 mg/l. Kandungan kimia yang ditemukan di perairan lokasi penelitian berupa kandungan nitrat 0,56 mg/l dan kandungan fosfat sebesar 0,209 mg/l yang termasuk kategori tinggi. Nilai lain yang dianalisis yaitu Kapasitas Tukar Kation (KTK) sebesae 6,60 me/100 gram, C/N rasio 23 dan pH tanah 7,9. Kandungan zat pencemar pada tanah di lokasi penelitian tidak ada yang melebihi ambang batas, demikian juga dengan unsur tersebut di daun mangrove.