Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

EFISIENSI TATANIAGA EKSPOR BIJI TENGKAWANG DARI KALIMANTAN BARAT Satria Astana; Subandi Antaatmaja; Rachman Effendi; Buharman Buharman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 4, No 2 (1987): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1987.4.2.1-9

Abstract

Efficiency  of marketing  system has an important  role in supply and demand  balance.  It could be indicated by the marketing margin. A lower marketing  margin  would  mean  lower prices  to consumers, higher prices  to producers,  and a greater quantity  of  the good  exchange.The marketing system for illipe-nuts export from West Kalimantan has two main channels,  intermediate  sellers and exporters. The price spread analysis reveals that the marketing system  mechanism  is inefficient. The farmer margin is 45.83%  and  the marketing  margin is 54.17%  of the export price. The marketing margin consists of 32.27% of profit (and risk) margin and 21.90% of marketing  cost.  The biggest marketing cost is on the intermediate  seller (12.50%). However,  the highest margin for  profit  (and risk) is on the exporter  (19.76%);   the margin for  profit  (and risk) for  the intermediate  seller is 12.5%  and  the marketing  cost for the exporter  is 9.40%..In the marketing system, the farmer's earning is 17.01% of  the production cost  when poor  harvest; the production cost  is Rp. 64276.38 includes 58.41% of accomodation costs, 35.99%  of transportation   costs and 5.60%  of  tool  costs. In the rich harvest,  the farmer's earning  is estimated  at 30.0%  of the production  cost under the assumption  that the decreasing of the price due to the production   increases is about  18%. If inefficiency of  the marketing  system  can be overcomed, the farmer's earning both  in the poor and rich harvests  will be able to increase.
EFISIENSI TATANIAGA EKSPOR BIJI TENGKAWANG DARI KALIMANTAN BARAT Satria Astana; Subandi Antaatmaja; Rachman Effendi; Buharman Buharman
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 4, No 2 (1987): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1987.4.2.1-9

Abstract

Efficiency  of marketing  system has an important  role in supply and demand  balance.  It could be indicated by the marketing margin. A lower marketing  margin  would  mean  lower prices  to consumers, higher prices  to producers,  and a greater quantity  of  the good  exchange.The marketing system for illipe-nuts export from West Kalimantan has two main channels,  intermediate  sellers and exporters. The price spread analysis reveals that the marketing system  mechanism  is inefficient. The farmer margin is 45.83%  and  the marketing  margin is 54.17%  of the export price. The marketing margin consists of 32.27% of profit (and risk) margin and 21.90% of marketing  cost.  The biggest marketing cost is on the intermediate  seller (12.50%). However,  the highest margin for  profit  (and risk) is on the exporter  (19.76%);   the margin for  profit  (and risk) for  the intermediate  seller is 12.5%  and  the marketing  cost for the exporter  is 9.40%..In the marketing system, the farmer's earning is 17.01% of  the production cost  when poor  harvest; the production cost  is Rp. 64276.38 includes 58.41% of accomodation costs, 35.99%  of transportation   costs and 5.60%  of  tool  costs. In the rich harvest,  the farmer's earning  is estimated  at 30.0%  of the production  cost under the assumption  that the decreasing of the price due to the production   increases is about  18%. If inefficiency of  the marketing  system  can be overcomed, the farmer's earning both  in the poor and rich harvests  will be able to increase.
SISTEM TATANIAGA DAN KETERGANTUNGAN PENDUDUK LOKAL DAN EKONOMI DAERAH PADA HASIL HUTAN ANDALAN SETEMPAT Satria Astana; Muhammad Zahrul Muttaqin; Rachman Effendi
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol 2, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpsek.2005.2.1.39-59

Abstract

Kegiatan pengusahaan hasil hutan andalan setempat dimulai sejak penduduk lokal mengenal sifat istimewa dan alamiah hasil hutan yang bersangk'utan. Pengusahaannya menjadi mata pencaharian utama atau kedua penduduk lokal hingga kini. Seiring dengan tingginya permintaan Hasil Hutan Andalan Seternpat (H2AS), sementara potensi produksinya terus menurun, maka perlu upaya pengembangan. Untuk memahami permasalahan dalam pengembangannya, maka penelitian dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji: I) sistem tataniaga hasil hutan andalan setempat, 2) posisi tawar petani terhadap sistem tataniaga hasil hutan andalan setempat, dan 3) tingkat ketergantungan penduduk lokal dan ekonomi daerah terhadap hasil hutan andalan setempat. Penelitian dilakukan di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada bu Ian Nopember dan Desember 2002. Efisiensisistem tataniaga H2AS dianalisis berdasarkan tiga ukuran, yaitu: I) panjang pendeknya rantai tataniaga, 2) struktur pasar, dan 3) besamya marjin tataniaga. Ukuran ketergantungan penduduk lokal pada H2AS menggunakan besamya pendapatan yang dihasilkan dari H2AS,jum lah tenaga kerja kegiatan produksi ke konsumsi, sedangkan ketergantungan ekonomi daerah pada H2AS diukur menggunakan besamya kontribusi H2AS terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasilpenelitian menunjukkan ketergantungan penduduk terhadap H2AS adalah tinggi, adapun kontribusi H2AS terhadap PDRB bervariasi dan terhadap PAD adalah rendah. Sistem tataniaga H2AS tidak efisien karena distribusi laba memusat di salah satu lembaga niaga. Kebijakan pengembangan H2AS dapat dilakukan melalui upaya-upaya antara lain: I) budidaya tanaman, 2)pengembangan pasar, dan 3) penurunan inefisiensi tataniaga melalui penyebaran informnasi pasar  dan perbaikan infrastruktur (transportasi, komunikasi).
KAJIAN PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN CILACAP 1) Epi Syahadat; Rachman Effendi
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol 4, No 1 (2007): Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpsek.2007.4.1.57-71

Abstract

Penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat belum tertata dengan baik dan di dalam pelaksanaannya masih memerlukan penanganan dan perhatian yang serius baik oleh pihak pemerintah maupun masyarakat. Secara umum penatausahaan hasil hutan baik di hutan alam, hutan tanaman maupun di hutan rakyat masih belum mampu menjamin kelestarian hutan dan penerimaan negara atas hasil hutan secara optimal. Kajian pelaksanaan penatausahaan hasil hutan rakyat di Kabupaten Cilacap yang dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah setempat dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan mengenai penatausahaan hasil hutan rakyat yang baik dan benar sesuai dengan kebijakan penatausahaan hasil hutan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan. Kajian ini dilakukan dengan cara melakukan tinjauan atas kebijakan penatausahaan hasil hutan yang diterbitkan oleh Pemda Kabupaten/ Kota setempat dan kemudian dibandingkan dengan peraturan perundangan berlaku pada saat ini. Hasil kajian menunjukkan bahwa Perda Kabupaten Cilacap Nomor 12/2001, tentang Retribusi Ijin Tebang Di Kabupaten Cilacap, perlu ditinjau dan disempurnakan agar ketertiban, kelancaran, dan tanggung jawab dalam pengelolaan hasil hutan dapat tercipta dengan baik sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 126/2003, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/2005, No. P26/2006 dan No. P.51/2006. Penyempurnaan Perda tersebut dimulai dari pengurusan permohonan izin tebang hingga pengangkutan hasil hutan. Perlu adanya berita acara pemeriksaan penebangan sebelum pengesahan LHP, dan dokumen pengangkutan hasil hutan perlu disederhanakan tanpa mengurangi fungsi penatausahaan hasil hutan yang efektif dalam melestarikan hutan dan mejamin hak-hak negara atas hasil hutan.