Rakhmawati Rakhmawati
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

POLA PENGASUHAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGANTISIPASI RADIKALISME : Studi Pada Pesantren Ummul Mukminin dam Pondok Madinah Rakhmawati Rakhmawati
Jurnal Diskursus Islam Vol 1 No 1 (2013)
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v1i1.6581

Abstract

Pesantren pada awal berdirinya merupakan lembaga pendidikan yang telah berjasa bagi pengembangan agama, bangsa, dan negara. Namun, karena dinamika pesantren mengalami siklus naik turun seiring dengan perubahan lokal, nasional, dan global, pesantren pun kini diperhadapkan pada tuduhan-tuduhan miring disebabkan oleh perilaku-perilaku kekerasan oknum atau kelompok tertentu dalam memperjuangkan ideologinya. Pola pengasuhan Pondok Pesantren Ummul Mukminin dan Pesantren Pondok Madinah menerapkan pola pengasuhan yang bersifat demokratis dari aspek pengajaran, otoriter dari aspek pengganjaran dan persuasif dari aspek pembujukan. Gejala radikalisme di pondok pesantren Ummul Mukminin belum ditemukan, karena masih efektifnya pola pengasuhan yang diterapkan masih efektif dan berjalan dengan baik, sehingga keduanya masih steril dari segala radikalisme agama. langkah pengasuhan yang paling efektif bagi kedua pesantren dalam mengantisipasi radikalisme agama dilakukan dengan mengajari tauhid dan akhlak disertai pengawasan yang ketat kepada para santri. Di samping itu menyibukkan santri dengan berbagai macam kegiatan baik kegiatan intra maupun ekstra kurikuler.ABSTRACTIn the early establishment, pesantren is an educational institution which has played a pivotal role in the development of religion, nation, and country. However, due to up and down dynamics of pesantren and in line with local, national, and global change, pesantren is now dealing with skewed accusations because of violent acts by certain groups in struggling their ideology. The pattern of nurture of Ummul Mukminin and Pesantren Pondok Madinah is applying the democratic way in teaching, the authoritarian in punishment system, and the persuasive method in persuasion. The research findings show us that the phenomenon of radicalism in Ummul Mukminin has not been found, since the form of nurture implemented is still effective and running properly. Therefore, both Islamic boarding schools are still sterile from religious radicalism. The most effective efforts of education for both Islamic boarding schools in the anticipation of the religious radicalism are to teach monotheism (tauhid) and morality (akhlak) with tight control for students and also to provide the various activities both intra and extra curriculum.
Kontribusi “Pemmali” Tanah Bugis bagi Pembentukan Akhlak Muhammah Rusli; Rakhmawati Rakhmawati
el Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 15, No 1 (2013): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.113 KB) | DOI: 10.18860/el.v15i1.2670

Abstract

Pemmali culture has firmly staked in Bugis cultural traditions through speech and is believed to shape children’s morals to anticipate the negative effect of the surroundings. Parents introduced pemmali to their children from an early age before they get formal education. Selection of appropriate phrases or sentences easily understood by younger children is the key for parenting success in transmitting noble values. An easy word, for instance, ulcers, worms, bad luck, insurgent, hit by something or kidnapped by demon, lack of sustenance, orphaned, struck by lightning, do not get a mate, and the other can affect children’s way of thinking so that they accept their parent’s advice. The consequence of pemmali is very effective in influencing the thinking and behavior of Bugis children to adulthood. Pemmali reflects noble values inherited from generation to generation. It contains the value of prudence warns for the children to act, customary manners in daily life; appreciating parents, teachers, and human beings; managing time, building mental and physical health and creativity of the children, and others. The concept of pemmali is a main choice for Bugis parents to anticipate the negative effects of globalization era. It expresses the local values as part of national culture. Budaya pemmali telah mengakar dalam tradisi suku Bugis melalui budaya tutur dan diyakini mampu membentuk akhlak anak serta mengantisipasi pengaruh negatif lingkungannya. Pemmali diperkenalkan orang tua Bugis kepada anak-anaknya sejak dini sebelum mereka mengenal dunia pendidikan formal. Pemilihan kata atau kalimat yang pas dan mudah dipahami anak usia dini merupakan kunci kesuksesan orang tua Bugis dalam mewariskan nilai-nilai luhur dan akhlak yang baik kepada anak-anaknya. Kata bisulan, cacingan, celaka, durhaka, ditabrak atau diculik setan, kurang rezeki, orang tua meninggal, disambar petir, tidak mendapatkan jodoh, dan lainnya merupakan kata yangmudah mempengaruhi cara berpikir mereka sehingga mau menerima nasehat orang tuanya. Konsekuensi pemmali sangat efektif mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anak Bugis sampai dewasa. Sebagai budaya, pemmali syarat akan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun temurun. Di dalamnya terkandung nilai kehati-hatian bagi anak dalam bertindak, adat sopan santun dalam menjalani kehidupan sehari-hari; penghargaan kepada orang tua, guru, dan sesama manusia; manajemen waktu, membangun kesehatan mental, fisik dan kreatifitas anak, dan lainnya. Kini konsep pemmali menjadi pilihan utama orang tua Bugis dalam mengantisipasi derasnya pengaruh negatif era globalisasi pada anaknya. Ini merupakan ekspresi kearifan lokal sebagai bagian budaya nasional.