Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TERHADAP WALI Sukimin Sukimin; Barsihannoor Barsihannoor; Salahuddin Salahuddin
Jurnal Diskursus Islam Vol 6 No 1 (2018): April
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v6i1.7113

Abstract

Tulisan ini akan mendeskripsikan tentang pandangan Ibn Taymiyah terhadap wali dalam kitabnya al-Furqan Baina Auliyai al-RahmanWa Auliyai al-Syaithan, adalah buku yang ditulis oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan respon dan pemikiran Ibnu Taimiyah tentang wali Allah. Penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), karena sumber datanya adalah berbagai karya tulis dari Ibn Taymiyah. Metode pendekatan dalam penelitian ini dilakukan secara disipliner, metode yang terpakai dalam kajian ini; menggunakan pendekatan disiplin pemikiran Islam khususnya metode sejarah (historic-method) karena penelitian ini dimaksudkan untuk merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan obyektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, menguji dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Implikasi dari penggunaan studi historis, maka setidaknya ada empat langkah yang harus penulis tempuh, yakni heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewalian adalah buah dari ketakwaan kepada Allah. Jika para wali Allah menjaga hati mereka dari  berbagai kekotoran jiwa maka Allah pun memperbaiki kondisi fisik mereka. Ibnu Taimiyah berkata, “Jika engkau memperbaiki batinmu maka Allah akan memperbaiki lahirmu. Kewalian syar’i menurut pengertian bahasa berarti al-qarib artinya dekat. Kata al-wali diambil dari kata al wala’ yang bermakna al-qarbu, artinya  dekat. Walatullahi, kewalian Allah adalah al-muwafaqah persetujuan Allah dengan mencintai apa yang dicintai Allah, membenci apa yang dibenci Allah, meredhai apa yang Ia redhai, mendukung wali-walinya, memusuhi musuh wali-walinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan siapa saja yang sampai kepadanya risalah Nabi Muhammad saw. maka ia tidak akan menjadi wali Allah kecuali dengan mengikuti beliau saw., karena apa saja yang diperoleh oleh seseorang berupa petunjuk dan agama yang benar ia mesti melalui perantaraan Nabi Muhammad saw.  Begitu pula yang sampai kepadanya risalah seorang rasul tidak akan menjadi wali kecuali jika ia mengikuti  sang rasul.
THE POSITION OF MAQASID AL-SHARI’A ON FIQH OF MINORITIES Moh. Wahib; Sabri Samin; Barsihannoor Barsihannoor; Muhammad Shuhufi
Jurnal Diskursus Islam Vol 8 No 2 (2020): August
Publisher : Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jdi.v8i2.12532

Abstract

This paper elaborates in depth on the position of maqasid al-syari'ah towards minority fiqh. This research is a library research, descriptive in nature. This research uses normative (syar'i) and sociological theological approaches. Primary data sources are data obtained through literature studies with primary data taken from the Koran, hadith, jurisprudence books, books that study minority fiqh or others that are related to this research. The results showed that the position of maqasid al-syari ah is the foundation and foundation for the concept of minority fiqh. The format of the rules of maqasid al-syari'ah contained in minority jurisprudence, namely: First: al-taysir waraf' al-haraj (eases and raises difficulties). Second: tagayyur al-fatwa is a change in fatwa. Third: tanzil al-hajah manzilah aL-darurat (Needs occupy an emergency). Fourth: 'Urf or customs in society. Fifth: Annazru ila al-Ma'alat (seeing the legal consequences). Sixth: The congregation as a judge.