Muchjidin Rachmat
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Jl. Jend Ahmad Yani No.70 Bogor

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pendugaan Permintaan Pangan Utama di Indonesia: Penerapan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan Data Susenas 1990 Muchjidin Rachmat; nFN Erwidodo
Jurnal Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1993): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v12n2.1993.24-38

Abstract

This paper aims at presenting the estimation results of an Almost Ideal Demand System (AIDS) for main food namely, rice, corn, soybeans, sugar and other, using 1990's SUSENAS data. In addition to estimating the parameter from the pooled data, the demand parameters were also estimated regionally (urban and rural separately) as well as from household's income perspective. Moreover, the estimation was also undertaken using both individual household and group of household in particular block census as a sample unit. The results reveal that the budget share of rice is more than 80 percent of the total budget expenditure for food, very much higher compared to the budget share of corn (14.6%), sugar (12.6%), soybeans (2.2%) and other food (5.8%). Own price elasticity of rice is the highest among other food, that is 0.76, followed by corn (0.55), and sugar (0.54). Demand for food in rural area, with the exception for sugar, is more elastic than that in urban area. In general, there is a somewhat difference on demand elasticities between income groups. The results also show that the income elasticity of demand for food is elastic enough, indicating that the demand for food in the near future is expected to increase with the increases on household's income.
Identifikasi Ciri Rumah Tangga Defisit Energi Muchjidin Rachmat; Achmad Suryana
Jurnal Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1990): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v9n1.1990.12-25

Abstract

EnglishImprovement of energy consumption is one of poverty alleviation efforts and is one of development programs on equity. Even though in aggregate term per capita energy consumption has been achieved, but because of imbalance in regional distribution, households with energy deficit are still exist in each province, ranging from 5.5 percent to 21.1 percent. In term of energy consumption which can be traced through average per capita consumption, ratio of riil per capita consumption to its requirements, and percentage of deficit energy household; households in rural areas are better off than those in urban region. Variables which can be used to identify the deficit energy households are household expenditures, household income, and level of educational attainment of housewife. In rural villages households with energy deficit are characterized by low level of expenditures, agriculture as main income source, and education level of housewife below primary school. In urban area, household deficit energy are those who have low income and work at service sectors. Those households with low level of energy consumption are the right target group of poverty alleviation programs.IndonesianPerbaikan konsumsi energi merupakan upaya penanggulangan kemiskinan sebagai perwujudan pemerataan  pembangunan.  Walaupun  secara  agregat  konsumsi  energi  per  kapita  telah  terpenuhi. Adanya masalah dalam distribusi konsumsi menyebabkan pada tiap propinsi masih terdapat rumah tangga defisit energi yang besarnya antara 5,5 persen sampai 21,1 persen. Dalam konsumsi energi tersebut di pedesaan relatif lebih baik dibanding perkotaan yang terlihat dari besarnya tingkat konsumsi, persentase pemenuhan terhadap kebutuhan dan lebih kecilnya persentase rumah tangga defisit energi. Peubah yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi rumah tangga defisit energi adalah tingkat pengeluaran, pendapatan rumah tangga dan pendidikan istri. Di pedesaan rumah tangga defisit energi dicirikan berada pada tingkat pengeluaran rendah, sumber pendapatan sebagian besar di pertanian dan dengan tingkat pendidikan istri dibawah SD. Di perkotaan rumah tangga defisit energi berada pada kelompok pendapatan rendah dan sebagian besar bergerak di sektor jasa. Dalam rangka mengurangi tingkat rumah tangga defisit energi maka perhatian lebih haruslah diarahkan kepada kelompok rumah tangga tersebut sebagai target grup. Pendekatan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi dari ibu rumah tangga (istri) merupakan langkah yang paling strategis.
Profil Tebu Rakyat di Jawa Timur Muchjidin Rachmat
Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1992): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v11n2.1992.39-57

Abstract

IndonesianTulisan ini menggambarkan profil tebu rakyat di Jawa Timur melalui gambaran tentang pengusahaan lahan tebu, kategori pertanaman, sistim pengelolaan, tehnik budidaya, penyaluran hasil, tingkat produksi dan pendapatan usahatani. Kajian lebih mendalam tentang teknologi produksi dianalisa melalui analisa fungsi produksi. Hasil studi menunjukkan bahwa komoditas tebu telah berkembang diusahakan oleh rakyat dengan baik di Jawa Timur. Umumnya petani tebu tersebut adalah kelompok petani yang menggarap lahan lebih luas. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengusahaan tebu cenderung ekstensif melalui berkembangnya tebu keprasan. Perkembangan tebu keprasan tersebut menghambat upaya peningkatan produktivitas tebu. Dalam pelaksanaan usahatani, petani cenderung mengarah kepada minimisasi biaya melalui pengeprasan berulang, pemakaian bibit pucuk yang lebih murah dan pengurangan tenaga kerja usahatani. Dan untuk mempertahankan bobot tebu petani lebih cenderung kepada peningkatan pemakaian pupuk N. Pelaksanaan tebu program terutama secara kooperatif masih merupakan media yang baik dalam introduksi teknologi baru. Dengan arah pengembangan tebu mendatang ke lahan tegalan, sangat diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi kearah tersebut melalui temuan varietas tebu tegalan tahan keprasan berulang serta temuan teknologi budidaya tepat guna di lahan tegalan.
Pendugaan Permintaan Impor Komoditi Kedele dan Gandum Indonesia Muchjidin Rachmat; nFN Erwidodo
Jurnal Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1994): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v13n1.1994.43-60

Abstract

Soybean and wheat imported by Indonesian government increase steadily in line with its population and welfare growth. The main reason of remarkable increasing demand is the increasing trend of the industries using those commodities as a raw material. The main source of soybean importation is China and USA, on the other hand wheat is mainly imported from Australia, USA, Canada and Argentina in determining the import demand, the AID model and translog functional form are used, but the Armington model is not suggested due to the restricted assumption needed. The result indicated that there is substitution effect for Indonesian soybean import between Asian and non-Asian Countries. For the same commodity, among Asian countries the nature of importation is complement. For wheat there is a tendency that the nature of relationship is substitute among the countries as a source of Indonesia's importation. Soybean import price elasticity ranges between -0.6 to -2.2, and -0.3 to -0.7 for wheat
Pendugaan Permintaan Impor Komoditi Kedele dan Gandum Indonesia Muchjidin Rachmat; nFN Erwidodo
Jurnal Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1994): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v13n1.1994.43-60

Abstract

Soybean and wheat imported by Indonesian government increase steadily in line with its population and welfare growth. The main reason of remarkable increasing demand is the increasing trend of the industries using those commodities as a raw material. The main source of soybean importation is China and USA, on the other hand wheat is mainly imported from Australia, USA, Canada and Argentina in determining the import demand, the AID model and translog functional form are used, but the Armington model is not suggested due to the restricted assumption needed. The result indicated that there is substitution effect for Indonesian soybean import between Asian and non-Asian Countries. For the same commodity, among Asian countries the nature of importation is complement. For wheat there is a tendency that the nature of relationship is substitute among the countries as a source of Indonesia's importation. Soybean import price elasticity ranges between -0.6 to -2.2, and -0.3 to -0.7 for wheat
Identifikasi Ciri Rumah Tangga Defisit Energi Muchjidin Rachmat; Achmad Suryana
Jurnal Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1990): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1653.376 KB) | DOI: 10.21082/jae.v9n1.1990.12-25

Abstract

EnglishImprovement of energy consumption is one of poverty alleviation efforts and is one of development programs on equity. Even though in aggregate term per capita energy consumption has been achieved, but because of imbalance in regional distribution, households with energy deficit are still exist in each province, ranging from 5.5 percent to 21.1 percent. In term of energy consumption which can be traced through average per capita consumption, ratio of riil per capita consumption to its requirements, and percentage of deficit energy household; households in rural areas are better off than those in urban region. Variables which can be used to identify the deficit energy households are household expenditures, household income, and level of educational attainment of housewife. In rural villages households with energy deficit are characterized by low level of expenditures, agriculture as main income source, and education level of housewife below primary school. In urban area, household deficit energy are those who have low income and work at service sectors. Those households with low level of energy consumption are the right target group of poverty alleviation programs.IndonesianPerbaikan konsumsi energi merupakan upaya penanggulangan kemiskinan sebagai perwujudan pemerataan  pembangunan.  Walaupun  secara  agregat  konsumsi  energi  per  kapita  telah  terpenuhi. Adanya masalah dalam distribusi konsumsi menyebabkan pada tiap propinsi masih terdapat rumah tangga defisit energi yang besarnya antara 5,5 persen sampai 21,1 persen. Dalam konsumsi energi tersebut di pedesaan relatif lebih baik dibanding perkotaan yang terlihat dari besarnya tingkat konsumsi, persentase pemenuhan terhadap kebutuhan dan lebih kecilnya persentase rumah tangga defisit energi. Peubah yang dapat dipakai dalam mengidentifikasi rumah tangga defisit energi adalah tingkat pengeluaran, pendapatan rumah tangga dan pendidikan istri. Di pedesaan rumah tangga defisit energi dicirikan berada pada tingkat pengeluaran rendah, sumber pendapatan sebagian besar di pertanian dan dengan tingkat pendidikan istri dibawah SD. Di perkotaan rumah tangga defisit energi berada pada kelompok pendapatan rendah dan sebagian besar bergerak di sektor jasa. Dalam rangka mengurangi tingkat rumah tangga defisit energi maka perhatian lebih haruslah diarahkan kepada kelompok rumah tangga tersebut sebagai target grup. Pendekatan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran gizi dari ibu rumah tangga (istri) merupakan langkah yang paling strategis.
Profil Tebu Rakyat di Jawa Timur Muchjidin Rachmat
Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1992): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v11n2.1992.39-57

Abstract

IndonesianTulisan ini menggambarkan profil tebu rakyat di Jawa Timur melalui gambaran tentang pengusahaan lahan tebu, kategori pertanaman, sistim pengelolaan, tehnik budidaya, penyaluran hasil, tingkat produksi dan pendapatan usahatani. Kajian lebih mendalam tentang teknologi produksi dianalisa melalui analisa fungsi produksi. Hasil studi menunjukkan bahwa komoditas tebu telah berkembang diusahakan oleh rakyat dengan baik di Jawa Timur. Umumnya petani tebu tersebut adalah kelompok petani yang menggarap lahan lebih luas. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengusahaan tebu cenderung ekstensif melalui berkembangnya tebu keprasan. Perkembangan tebu keprasan tersebut menghambat upaya peningkatan produktivitas tebu. Dalam pelaksanaan usahatani, petani cenderung mengarah kepada minimisasi biaya melalui pengeprasan berulang, pemakaian bibit pucuk yang lebih murah dan pengurangan tenaga kerja usahatani. Dan untuk mempertahankan bobot tebu petani lebih cenderung kepada peningkatan pemakaian pupuk N. Pelaksanaan tebu program terutama secara kooperatif masih merupakan media yang baik dalam introduksi teknologi baru. Dengan arah pengembangan tebu mendatang ke lahan tegalan, sangat diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi kearah tersebut melalui temuan varietas tebu tegalan tahan keprasan berulang serta temuan teknologi budidaya tepat guna di lahan tegalan.