Bambang Irawan
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor Jl. Jend Ahmad Yani No.70 Bogor

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pelayanan Kredit Non Formal di Pedesaan Sulawesi Selatan Bambang Irawan
Jurnal Agro Ekonomi Vol 8, No 2 (1989): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v8n2.1989.23-45

Abstract

EnglishCredit service is one of main factors in rural economic development especially for agricultural sector. This paper has shown that many farm households took credit which indicates the need of credit services. Generally farmers use their loans for productive activities. Most of the farmers borrowed farm inputs and this kind of loan tended to be higher in irrigated area. Informal credit services which served by traders or rice miller are more common than formal credit institutions such as KUD and BRI Unit Desa. These informal credit services were generally used more by small farmers eventhough the interest rate is much higher compared to that of formal credit. The involvement of farmers on informal credit also tended to be higher in remote areas where KUD's credit service does not exist. Therefore, to help farmer's on capital need, the role of KUD on rural credit need to be strengthened. For this porpose, the service of KUD need to be accesable by rural population. Moreover, the possibility of returning KUT credit in kind (agricultural produce) warrants further consideration.IndonesianPelayanan kredit merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi di pedesaan khususnya pada sektor pertanian. Dalam tulisan ini terungkap bahwa cukup banyak rumah tangga tani yang terlibat dengan peminjaman kredit yang menandakan bahwa kehadiran lembaga pelayanan tersebut memang dibutuhkan petani. Pada umumnya peminjaman tersebut dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. Sebagian besar petani melakukan pinjaman dalam bentuk sarana produksi dan di daerah sawah peminjaman tersebut cenderung lebih banyak terjadi. Dibandingkan dengan lembaga kredit formal seperti KUD dan BRI Unit Desa, pelayanan kredit non formal yang umumnya dilakukan oleh pedagang atau pemilik penggilingan padi temyata lebih berperan. Ada kecenderungan pelayanan kredit non formal tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh petani berlahan sempit meskipun tingkat bunga yang berlaku jauh lebih tinggi dibandingkan pada lembaga kredit formal. Di daerah-daerah dengan assesibilitas rendah dan belum terjangkau oleh pelayanan KUD keterlibatan petani dengan pemberi kredit non formal tersebut juga cenderung lebih tinggi. Oleh karena itu guna meringankan beban petani, peranan KUD dalam pelayanan kredit pedesaan dituntut lebih jauh. Dalam hal ini perpanjangan tangan KUD di desa-desa sangat diperlukan dan demikian pula kajian tentang kemungkinan pengembalian kredit KUT dalam bentuk hasil produksi perlu dilakukan.
Penanganan Pasca Panen Menunjang Pengembangan Usahatani Lahan Kering di DAS Citanduy Bambang Irawan; Chairil A. Rasahan
Jurnal Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1988): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v7n1.1988.32-46

Abstract

EnglishSince 1978/1979 Model Farm have been performed in Citanduy River Basin (DAS Citanduy) in order to introduce farming technology which is not only to increase farmer's income but also to take care of soil conservation aspect. The objective of this paper is to study whether or not there is a marketing approach that can be proposed to support these innovation. By chosing cloves and peanuts as commodity cases, the results of analysis indicated that approach in the improvement of the post harvest handling has been proven to be very prospective in supporting the expansion of the farming technology being introduced. Therefore, the innovation should not only be related to the improvement in the farming technology, but also cover the improvement of post harvest handling as well. In order to stimulate farmers to adopt post harvest treatment, three aspects need to be considered: (1) farmers must be directed to adopt post harvest handling through collective activities; (2) channelling of farm credit of paddy for the farmers must be expanded because capital constraint in this activities has negative impact indirectly to the post harvest handling of this secondary crops; and (3) supervision with respect to the post harvest handling should be done both to the extension services and to the farmers.IndonesianSejak 1978/1979 di DAS Citanduy telah dibentuk Usahatani Model dalam rangka mengintroduksikan teknologi usahatani yang tidak saja berupaya menaikkan pendapatan petani tetapi juga mementingkan aspek konservasi lahan. Tulisan ini mencoba mempelajari adakah pendekatan pemasaran yang dapat dilakukan guna menunjang inovasi tersebut. Dengan memilih komoditi cengkeh dan kacang tanah sebagai kasus, hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa perbaikan penanganan pasca panen merupakan pendekatan yang prospektif guna menunjang keberhasilan perluasan teknologi usahatani yang diintroduksikan. Karena itu inovasi yang dilakukan sebaiknya tidak hanya menyangkut perbaikan teknologi usahatani tetapi juga mencakup perbaikan penanganan pasca panen. Dalam rangka merangsang petani melakukan pasca panen tiga hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) petani perlu diarahkan untuk melakukan pasca panen secara kolektif, (2) penyaluran kredit usahatani padi perlu diperluas karena secara tidak langsung keterbatasan modal dalam usahatani ini memberikan pengaruh negatif terhadap penanganan pasca panen pada tanaman sekunder, dan (3) pembinaan mengenai penanganan pasca panen baik pada petugas penyuluhan maupun petani perlu mendapat perhatian yang lebih serius.
Analisis Efisiensi Penggunaan Masukan dan Ekonomi Skala Usaha pada Usahatani Tebu di Jawa Timur Bambang Irawan; Budiman Hutabarat
Jurnal Agro Ekonomi Vol 10, No 1-2 (1991): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v10n1-2.1991.73-90

Abstract

One of the governments approaches to improve the efficiency of sugarcane farming is by organizing farmer groups. This grouping of farmers aimed to increase the efficiency of farming in term of inputs use and farm size. The finding of this research show that in East Java, one of the important sugarcane area in Indonesia, the two category of sugarcane planting. For the ratoon planting the use of inputs was efficient but for the new planting the inputs used by farmers is quite small especially for labor input. Therefore the introduction of tractor for land preparation is suggested to eliminate the labor shortage. This research, has also shown that the economies of scale of sugar cane farming varied according to the category of planting. In order to find the optimal farming size, wet land sugarcane should be conducted in a larger farming size than that grown in dryland. The new planting of sugarcane is also suggested to be grown in larger farming size than ratoon planting.
Cultural Practices Differences and its Impact on the Efficiency of Wetland Soybean (the Case of Japanan Village, East Java) Bambang Irawan; Frederic Lancon; Tahlim Sudaryanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1992): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v11n2.1992.58-78

Abstract

IndonesianAnalisis tentang perilaku produksi sering diasumsikan bahwa teknik budidaya yang dilakukan petani relatif homogen. Namun demikian, banyak indikasi empirik menunjukkan bahwa petani melakukan teknik budidaya yang bervariasi walaupun mereka menerima rekomendasi yang sama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa variasi teknik budidaya tersebut dan sampai sejauh mana dampaknya terhadap produksi dan pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 peubah teknik budidaya yang dianalisis, 10 peubah diantaranya secara signifikan bisa membedakan satu kelompok petani dari kelompok lainnya. Produktivitas hasil kedelai bukan hanya ditentukan oleh jumlah input tetapi juga metoda teknik budidaya dan waktu pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya diperoleh petunjuk bahwa, kelompok petani yang memakai jumlah masukan lebih tinggi temyata memperoleh pendapatan bersih lebih rendah karena biaya yang dikeluarkan lebih tinggi.
Cultural Practices Differences and its Impact on the Efficiency of Wetland Soybean (the Case of Japanan Village, East Java) Bambang Irawan; Frederic Lancon; Tahlim Sudaryanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1992): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (879.514 KB) | DOI: 10.21082/jae.v11n2.1992.58-78

Abstract

IndonesianAnalisis tentang perilaku produksi sering diasumsikan bahwa teknik budidaya yang dilakukan petani relatif homogen. Namun demikian, banyak indikasi empirik menunjukkan bahwa petani melakukan teknik budidaya yang bervariasi walaupun mereka menerima rekomendasi yang sama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa variasi teknik budidaya tersebut dan sampai sejauh mana dampaknya terhadap produksi dan pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 peubah teknik budidaya yang dianalisis, 10 peubah diantaranya secara signifikan bisa membedakan satu kelompok petani dari kelompok lainnya. Produktivitas hasil kedelai bukan hanya ditentukan oleh jumlah input tetapi juga metoda teknik budidaya dan waktu pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya diperoleh petunjuk bahwa, kelompok petani yang memakai jumlah masukan lebih tinggi temyata memperoleh pendapatan bersih lebih rendah karena biaya yang dikeluarkan lebih tinggi.
Analisis Efisiensi Penggunaan Masukan dan Ekonomi Skala Usaha pada Usahatani Tebu di Jawa Timur Bambang Irawan; Budiman Hutabarat
Jurnal Agro Ekonomi Vol 10, No 1-2 (1991): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1344.576 KB) | DOI: 10.21082/jae.v10n1-2.1991.73-90

Abstract

One of the governments approaches to improve the efficiency of sugarcane farming is by organizing farmer groups. This grouping of farmers aimed to increase the efficiency of farming in term of inputs use and farm size. The finding of this research show that in East Java, one of the important sugarcane area in Indonesia, the two category of sugarcane planting. For the ratoon planting the use of inputs was efficient but for the new planting the inputs used by farmers is quite small especially for labor input. Therefore the introduction of tractor for land preparation is suggested to eliminate the labor shortage. This research, has also shown that the economies of scale of sugar cane farming varied according to the category of planting. In order to find the optimal farming size, wet land sugarcane should be conducted in a larger farming size than that grown in dryland. The new planting of sugarcane is also suggested to be grown in larger farming size than ratoon planting.
Penanganan Pasca Panen Menunjang Pengembangan Usahatani Lahan Kering di DAS Citanduy Bambang Irawan; Chairil A. Rasahan
Jurnal Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1988): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.229 KB) | DOI: 10.21082/jae.v7n1.1988.32-46

Abstract

EnglishSince 1978/1979 Model Farm have been performed in Citanduy River Basin (DAS Citanduy) in order to introduce farming technology which is not only to increase farmer's income but also to take care of soil conservation aspect. The objective of this paper is to study whether or not there is a marketing approach that can be proposed to support these innovation. By chosing cloves and peanuts as commodity cases, the results of analysis indicated that approach in the improvement of the post harvest handling has been proven to be very prospective in supporting the expansion of the farming technology being introduced. Therefore, the innovation should not only be related to the improvement in the farming technology, but also cover the improvement of post harvest handling as well. In order to stimulate farmers to adopt post harvest treatment, three aspects need to be considered: (1) farmers must be directed to adopt post harvest handling through collective activities; (2) channelling of farm credit of paddy for the farmers must be expanded because capital constraint in this activities has negative impact indirectly to the post harvest handling of this secondary crops; and (3) supervision with respect to the post harvest handling should be done both to the extension services and to the farmers.IndonesianSejak 1978/1979 di DAS Citanduy telah dibentuk Usahatani Model dalam rangka mengintroduksikan teknologi usahatani yang tidak saja berupaya menaikkan pendapatan petani tetapi juga mementingkan aspek konservasi lahan. Tulisan ini mencoba mempelajari adakah pendekatan pemasaran yang dapat dilakukan guna menunjang inovasi tersebut. Dengan memilih komoditi cengkeh dan kacang tanah sebagai kasus, hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa perbaikan penanganan pasca panen merupakan pendekatan yang prospektif guna menunjang keberhasilan perluasan teknologi usahatani yang diintroduksikan. Karena itu inovasi yang dilakukan sebaiknya tidak hanya menyangkut perbaikan teknologi usahatani tetapi juga mencakup perbaikan penanganan pasca panen. Dalam rangka merangsang petani melakukan pasca panen tiga hal yang perlu diperhatikan adalah: (1) petani perlu diarahkan untuk melakukan pasca panen secara kolektif, (2) penyaluran kredit usahatani padi perlu diperluas karena secara tidak langsung keterbatasan modal dalam usahatani ini memberikan pengaruh negatif terhadap penanganan pasca panen pada tanaman sekunder, dan (3) pembinaan mengenai penanganan pasca panen baik pada petugas penyuluhan maupun petani perlu mendapat perhatian yang lebih serius.