Erma Suryani
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Pendugaan Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input pada Usaha Tani Padi dan Jagung: Pendekatan Multiinput-Multioutput Erma Suryani; Sri Hartoyo; Bonar M. Sinaga; nFN Sumaryanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v33n2.2015.91-106

Abstract

EnglishThe objective of this study was to estimate output supply and input demand elasticities for analyzing impacts of price changes of output, input, and infrastructure on supply of output (rice and corn) and on demand for inputs. Data were taken from surveys conducted in 2007 and 2010 by the Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies (ICASEPS) in collaboration with JBIC and IFPRI. The unit of analysis was village. As many as 45 lowland villages were selected as samples from seven provinces in and off-Java. A multi input-multi output approach with Seemingly Unrelated Regression was used to estimate the elasticity and appropriateness of the model. The results of analysis show that elasticity of output supply on its price was positive and elastic, while elasticity on input price was negative and inelastic. Elasticity of input demand on its price was negative, and it was elastic to the price of urea fertilizer, irrigation fee, labor cost, and other inputs, while elasticities on other inputs price varied. Elasticity of input demand on rice price changes was positive and elastic. Acreage and infrastructure (rural road and irrigation) had a positive impact on output supply and input demand. The results of the study implies that rice production could be increased by sustaining Government Purchase Price policy, promoting adoption of new technology, limiting land conversion into non-farming use, and improving rural infrastructure.IndonesianTujuan penelitian ini adalah melakukan pendugaan elastisitas penawaran output dan permintaan input untuk menganalisis dampak perubahan harga output, harga input, dan infrastruktur (irigasi dan jalan) terhadap penawaran output (padi dan jagung) dan permintaan input. Data bersumber dari hasil survei PSEKP, JBIC, dan IFPRI tahun 2007 dan 2010 di tujuh provinsi di Jawa dan luar Jawa. Penelitian menggunakan unit analisis desa dengan jumlah sampel 45 desa sawah. Analisis menggunakan pendekatan multiinput-multioutput dan estimasi model menggunakan metode seemingly unrelated regression. Hasil penelitian menunjukkan elastisitas penawaran output terhadap harga sendiri bertanda positif dan elastis, sedangkan terhadap harga input bertanda negatif dan inelastis. Elastisitas permintaan input terhadap harga sendiri bertanda negatif dan elastis terhadap pupuk urea, pengairan, tenaga kerja, dan input lainnya, sedangkan terhadap harga input lainnya besarannya bervariasi. Elastisitas permintaan input terhadap perubahan harga padi bertanda positif dan elastis. Luas areal tanam dan infrastruktur (irigasi dan jalan) menunjukkan pengaruh positif terhadap penawaran output dan permintaan input. Implikasi penelitian adalah peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan melanjutkan kebijakan HPP, meningkatkan penggunaan teknologi, menekan laju konversi lahan, dan meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan/rehabilitasi infrastruktur irigasi dan jalan.
The Dynamics of Indonesian Consumption Patterns of Rice and Rice-Based Food Eaten Away From Home Handewi Purwati Saliem; nFN Hermanto; Erma Suryani; Rita Nur Suhaeti; Mewa Ariani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v17n2.2019.95-110

Abstract

As a major staple food for most of the Indonesian population, rice has an important position in term of social, economic, and political aspects in the country. Because of that position, it is important to identify rice consumption pattern of Indonesian people. This research aims at analyzing the trends of rice consumption at home and rice-based eaten away from home in terms of weight and expenditure. By using mathematical and simple statistical methods, data of household rice consumption from National Socio-economic Survey (Susenas) years 1996 to 2017 (seven data sets) were analyzed by location and income quintiles. Results of these analyses indicated that during 1996 to 2017 the real expenditure of food away from home tended to increase, the real expenditure and per capita of rice consumption for all household categories tended to decrease, and the expenditure for processed rice had different path compared to the expenditure for rice consumption. The implication of this study is the estimation of national demand for rice should consider the amount of rice eaten away from home consumption and also processed rice.   AbstrakSebagai makanan pokok hampir seluruh penduduk, beras menempati posisi penting dari sisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Berdasar hal tersebut, penting untuk mengidentifikasi pola konsumsi beras penduduk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju konsumsi beras yang dimakan di rumah maupun di luar rumah berupa makanan jadi berbasis beras baik dari sisi pengeluaran maupun jumlahnya. Dengan menggunakan metode matematika dan statistika sederhana, penelitian ini mengolah data Susenas tahun 1996 – 2017 (tujuh set data) dengan membedakan konsumsi rumah tangga menurut lokasi (desa-kota) dan kuintil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 1996 – 2017 pengeluaran riil untuk makanan jadi cenderung meningkat, pengeluaran riil dan konsumsi beras per kapita cenderung menurun untuk semua kategori rumah tangga, dan pengeluaran untuk pangan olahan berbasis beras memiliki pola yang berbeda dengan pengeluaran untuk konsumsi beras. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa dalam mengestimasi kebutuhan beras nasional perlu mempertimbangkan  jumlah konsumsi beras yang dimakan di luar rumah dan pangan olahan berbasis beras.
Sistem Resi Gudang di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan Erma Suryani; nFN Erwidodo; Iwan Setiadjie Anugerah
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 12, No 1 (2014): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v12n1.2014.69-86

Abstract

Fenomena yang umum terjadi pada perdagangan komoditas pertanian adalah anjloknya harga pada saat panen raya dan melonjaknya harga pada masa paceklik. Kebijakan stabilisasi harga untuk gabah dan beras, yang melibatkan peran aktif Perum Bulog, dinilai cukup berhasil. Namun, kebijakan yang sama tidak segera dilakukan untuk komoditas pertanian lain karena alasan besarnya anggaran yang diperlukan dan pertimbangan kemampuan Bulog untuk melaksanakan. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk membantu petani dalam menghadapi fluktuasi harga tersebut adalah merancang dan memfasilitasi penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (SRG). Meskipun Undang-Undang SRG telah diterbitkan tahun 2006, namun implementasinya di lapangan belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan dan mencari alternatif strategi dan kebijakan yang diperlukan untuk mengakselerasi SRG sehingga dapat dimanfaatkan petani produsen. Kajian ini menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi pengumpulan data primer difokuskan di Kabupaten Indramayu dan Subang. Hasil kajian menunjukkan, antara lain: (i) masih terbatasnya pemahaman tentang SRG berikut manfaatnya, (ii) jasa SRG di Indramayu dan Subang baru mencakup komoditas gabah dan beras, (iii) pengguna jasa SRG lebih banyak pedagang, dan (iv) terbatasnya ketersediaan gudang yang memenuhi persyaratan, dan (v) masih terbatasnya keterlibatan dan dukungan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan SRG. Permasalahan melembagakan SRG untuk komoditas pertanian sangat komplek karena terkait dengan banyak lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, diperlukan strategi alternatif yang mampu mengatasi permasalahan dan kendala komplek tersebut.
Dinamika dan Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan di Berbagai Agroekosistem di Indonesia Sri Hery Susilowati; Erma Suryani; Iwan Setiajie Anugrah; Fajri Shoutun Nida; Achmad Suryana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v18n2.2020.121-134

Abstract

Agricultural development has an impact on the structural changes of the rural economy, as reflected in the changes of household income. The changes reflects the agricultural transformation which the direction and magnitude vary among ecosystems. Objective of this research was to analyze the dynamics of household income structure based on land tenure and agroecosystem. The study used panel data of Patanas (2007-2018) in eight provinces with three points of observation. Data was analized using the statistics and qualitative descriptive methods. Results of this study showed that household income, share of agriculture to total household income, and income structure changes were influenced by agroecosystem and land tenure. The largest income inequality was found in the vegetable dryland agroecosystems. Based on this study, it is recommended that to increase rural households’ income in each agroecosystem, among others, are through infrastructure development to facilitate the flow of agricultural products to the markets, employment creation through development of small and medium scales of agricultural based industry in the rural region, and increasing rural workforce skills to improve their access on employment opportunities in the agricultural and non-agricultural sector.
Kinerja Rantai Pasok, Dinamika, dan Pembentukan Harga Beras di Jawa Tengah nFN Saptana; Erma Suryani; Emmy Darmawati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.39-58

Abstract

Rice supply chain from producers to consumers in Central Java Province is relatively extensive and it affects rice price establishment. This study aimed to assess rice production performance, dried paddy (GKG) conversion rate into rice, rice supply chain, dynamics of rice prices among seasons and markets, and rice price establishment. This research was conducted in 2018 in rice producing centers in Central Java, namely Sragen, Klaten and Demak Regencies. This province had a rice production surplus and it was marketed mostly to West Java and Jakarta provinces. Conversion rate from paddy to rice varies between 60-65% or an average of 62.74% depending on varieties grown, drying process, and harvesting machine condition. In general, there are six to seven actors in the rice supply chain. During the main harvest in rainy season, paddy and rice prices usually dropped due to abundant supply. However, during the harvest in rain season in 2017/2018, paddy and rice prices remained high. This case indicated that paddy and rice prices establishment were more determined by supply side. It can be concluded that shorten the rice supply chain will increase paddy price at farm level and reduce rice price at consumer level. To shorten the rice supply chain effectively, it is recommended that rice milling process to be done at the milling industry. AbstrakRantai pasok beras di Jawa Tengah dari tingkat produsen hingga konsumen masih cukup panjang. Kondisi ini berpengaruh pada pembentukan harga beras. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji kinerja produksi padi, besaran rendemen gabah kering giling (GKG) menjadi beras, kinerja rantai pasok gabah dan beras, dinamika harga beras antar musim dan pasar, dan pembentukan harga beras pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok beras. Penelitian dilakukan tahun 2018 di lokasi sentra produksi padi Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Sragen, Klaten, dan Demak. Hasil kajian menunjukkan provinsi ini menghasilkan surplus beras yang dipasarkan terutama ke Jawa Barat dan Jakarta. Tingkat rendemen GKG menjadi beras bervariasi antara 60-65% atau rata-rata 62,74% tergantung varietas, proses pengeringan, dan kondisi mesin panen. Rantai pasok beras cukup panjang, sebanyak enam sampai tujuh pelaku. Sesuai pola yang umum dikenal, pada musim panen raya pada musim hujan (MH) harga gabah dan beras turun, namun pada musim panen raya MH 2017/2018 harga pangan ini tetap tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan harga gabah dan beras lebih ditentukan oleh aspek pasokan dibandingkan aspek permintaan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan pemangkasan rantai pasok gabah dan beras dari petani produsen ke konsumen dapat meningkatkan harga gabah di tingkat petani dan menurunkan harga beras di tingkat konsumen. Agar upaya pemotongan rantai pasok berjalan efektif, maka penggilingan gabah menjadi beras sebaiknya dilakukan di industri penggilingan padi.
Sistem Resi Gudang dalam Perspektif Kelembagaan Pengelola dan Pengguna di Kabupaten Subang: Studi Kasus KSU Annisa Iwan Setiajie Anugrah; nFN Erwidodo; Erma Suryani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.55-73

Abstract

EnglishA drop in agricultural commodity prices at harvest season and difficulty of obtaining farm financing are problems often faced by farmers . Warehouse Receipt System (WRS) is expected to be one among other government efforts to facilitate farmers to cope with these problems. WRS is a delay selling strategy by farmers in a way to temporarily storage their products in the warehouse and sell them at the right time to get the possi ble highest price . Warehouse Receipt ( WR) may be used by farmers as collateral to get loan from designated b ank and other financial institution. In general, the implementation of the WRS has been slow and has not been widely used by farmers and other WRS target participants. This paper aims to analyze policy in the implementation of WRS with regard to institutional perspectives of service supplier and users in Subang Regency and to formulate policy options for future performance improvement. Some findings indicate that small land size, the immediate need of cash during harvest season and famers’ limited ability to meet quality standards are regarded as constraining factors for farmers to utilize WRS. Lacks of understanding of the concept , benefits, and impl ementation procedures of WRS remain fundamental problems. These occur at the farm level and in related agencies including local government officials. Dissemination and advocacy of WRS to farmers, farmer groups and all stakeholders need to be undertaken in a wider scale . An active role of local government is urgently needed to accelerate the dissemination of SRG. IndonesiaMerosotnya harga komoditas pertanian saat musim panen dan kesulitan memperoleh pembiayaan usaha tani merupakan fenomena yang seringkali dihadapi oleh para petani. Sistem Resi Gudang (SRG) diharapkan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memfasilitasi petani dan peserta skim SRG lainnya dalam menghadapi permasalahan tersebut. SRG merupakan strategi tunda jual yang dilakukan petani dengan cara menyimpan hasil panennya di gudang pengelola SRG dan menjualnya pada saat yang tepat untuk memperoleh harga yang tertinggi. Resi Gudang (RG) dapat dipergunakan oleh para petani sebagai jaminan untuk memperoleh kredit perbankan atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk. Secara umum pelaksanaan SRG masih berjalan lambat dan belum banyak dimanfaatkan oleh para petani dan sasaran peserta skim SRG lainnya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan penyelenggaraan SRG dalam perspektif kelembagaan pengelola dan pengguna di Kabupaten Subang dan merumuskan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kinerja SRG. Terbatasnya luas lahan garapan, kebutuhan untuk memperoleh uang tunai serta persyaratan kualitas dan volume minimal produk yang ditetapkan pengelola SRG, merupakan pembatas tingkat partisipasi petani dalam memanfaatkan SRG. Keterbatasan pemahaman tentang konsep dan manfaat SRG maupun tata cara pelaksanaannya menjadi permasalahan mendasar, tidak hanya di tingkat petani sebagai sasaran, tetapi juga terjadi pada para petugas pelaksana instansi terkait, termasuk aparat Pemda setempat. Oleh karenanya, sosialisasi dan advokasi tentang SRG kepada petani, kelompok tani, dan semua pemangku kepentingan perlu ditingkatkan dan diperluas. Peran aktif Pemda setempat sangat dibutuhkan untuk mempercepat penyebarluasan SRG.
Dinamika dan Struktur Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan di Berbagai Agroekosistem di Indonesia Sri Hery Susilowati; Erma Suryani; Iwan Setiajie Anugrah; Fajri Shoutun Nida; Achmad Suryana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 18, No 2 (2020): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v18n2.2020.121-134

Abstract

Agricultural development has an impact on the structural changes of the rural economy, as reflected in the changes of household income. The changes reflects the agricultural transformation which the direction and magnitude vary among ecosystems. Objective of this research was to analyze the dynamics of household income structure based on land tenure and agroecosystem. The study used panel data of Patanas (2007-2018) in eight provinces with three points of observation. Data was analized using the statistics and qualitative descriptive methods. Results of this study showed that household income, share of agriculture to total household income, and income structure changes were influenced by agroecosystem and land tenure. The largest income inequality was found in the vegetable dryland agroecosystems. Based on this study, it is recommended that to increase rural households’ income in each agroecosystem, among others, are through infrastructure development to facilitate the flow of agricultural products to the markets, employment creation through development of small and medium scales of agricultural based industry in the rural region, and increasing rural workforce skills to improve their access on employment opportunities in the agricultural and non-agricultural sector.
Sistem Resi Gudang dalam Perspektif Kelembagaan Pengelola dan Pengguna di Kabupaten Subang: Studi Kasus KSU Annisa Iwan Setiajie Anugrah; nFN Erwidodo; Erma Suryani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 1 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.103 KB) | DOI: 10.21082/akp.v13n1.2015.55-73

Abstract

EnglishA drop in agricultural commodity prices at harvest season and difficulty of obtaining farm financing are problems often faced by farmers . Warehouse Receipt System (WRS) is expected to be one among other government efforts to facilitate farmers to cope with these problems. WRS is a delay selling strategy by farmers in a way to temporarily storage their products in the warehouse and sell them at the right time to get the possi ble highest price . Warehouse Receipt ( WR) may be used by farmers as collateral to get loan from designated b ank and other financial institution. In general, the implementation of the WRS has been slow and has not been widely used by farmers and other WRS target participants. This paper aims to analyze policy in the implementation of WRS with regard to institutional perspectives of service supplier and users in Subang Regency and to formulate policy options for future performance improvement. Some findings indicate that small land size, the immediate need of cash during harvest season and famers’ limited ability to meet quality standards are regarded as constraining factors for farmers to utilize WRS. Lacks of understanding of the concept , benefits, and impl ementation procedures of WRS remain fundamental problems. These occur at the farm level and in related agencies including local government officials. Dissemination and advocacy of WRS to farmers, farmer groups and all stakeholders need to be undertaken in a wider scale . An active role of local government is urgently needed to accelerate the dissemination of SRG. IndonesiaMerosotnya harga komoditas pertanian saat musim panen dan kesulitan memperoleh pembiayaan usaha tani merupakan fenomena yang seringkali dihadapi oleh para petani. Sistem Resi Gudang (SRG) diharapkan menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memfasilitasi petani dan peserta skim SRG lainnya dalam menghadapi permasalahan tersebut. SRG merupakan strategi tunda jual yang dilakukan petani dengan cara menyimpan hasil panennya di gudang pengelola SRG dan menjualnya pada saat yang tepat untuk memperoleh harga yang tertinggi. Resi Gudang (RG) dapat dipergunakan oleh para petani sebagai jaminan untuk memperoleh kredit perbankan atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk. Secara umum pelaksanaan SRG masih berjalan lambat dan belum banyak dimanfaatkan oleh para petani dan sasaran peserta skim SRG lainnya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan penyelenggaraan SRG dalam perspektif kelembagaan pengelola dan pengguna di Kabupaten Subang dan merumuskan alternatif kebijakan untuk meningkatkan kinerja SRG. Terbatasnya luas lahan garapan, kebutuhan untuk memperoleh uang tunai serta persyaratan kualitas dan volume minimal produk yang ditetapkan pengelola SRG, merupakan pembatas tingkat partisipasi petani dalam memanfaatkan SRG. Keterbatasan pemahaman tentang konsep dan manfaat SRG maupun tata cara pelaksanaannya menjadi permasalahan mendasar, tidak hanya di tingkat petani sebagai sasaran, tetapi juga terjadi pada para petugas pelaksana instansi terkait, termasuk aparat Pemda setempat. Oleh karenanya, sosialisasi dan advokasi tentang SRG kepada petani, kelompok tani, dan semua pemangku kepentingan perlu ditingkatkan dan diperluas. Peran aktif Pemda setempat sangat dibutuhkan untuk mempercepat penyebarluasan SRG.
Kinerja Rantai Pasok, Dinamika, dan Pembentukan Harga Beras di Jawa Tengah nFN Saptana; Erma Suryani; Emmy Darmawati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.557 KB) | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.39-58

Abstract

Rice supply chain from producers to consumers in Central Java Province is relatively extensive and it affects rice price establishment. This study aimed to assess rice production performance, dried paddy (GKG) conversion rate into rice, rice supply chain, dynamics of rice prices among seasons and markets, and rice price establishment. This research was conducted in 2018 in rice producing centers in Central Java, namely Sragen, Klaten and Demak Regencies. This province had a rice production surplus and it was marketed mostly to West Java and Jakarta provinces. Conversion rate from paddy to rice varies between 60-65% or an average of 62.74% depending on varieties grown, drying process, and harvesting machine condition. In general, there are six to seven actors in the rice supply chain. During the main harvest in rainy season, paddy and rice prices usually dropped due to abundant supply. However, during the harvest in rain season in 2017/2018, paddy and rice prices remained high. This case indicated that paddy and rice prices establishment were more determined by supply side. It can be concluded that shorten the rice supply chain will increase paddy price at farm level and reduce rice price at consumer level. To shorten the rice supply chain effectively, it is recommended that rice milling process to be done at the milling industry. AbstrakRantai pasok beras di Jawa Tengah dari tingkat produsen hingga konsumen masih cukup panjang. Kondisi ini berpengaruh pada pembentukan harga beras. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji kinerja produksi padi, besaran rendemen gabah kering giling (GKG) menjadi beras, kinerja rantai pasok gabah dan beras, dinamika harga beras antar musim dan pasar, dan pembentukan harga beras pada setiap tingkatan pelaku rantai pasok beras. Penelitian dilakukan tahun 2018 di lokasi sentra produksi padi Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Sragen, Klaten, dan Demak. Hasil kajian menunjukkan provinsi ini menghasilkan surplus beras yang dipasarkan terutama ke Jawa Barat dan Jakarta. Tingkat rendemen GKG menjadi beras bervariasi antara 60-65% atau rata-rata 62,74% tergantung varietas, proses pengeringan, dan kondisi mesin panen. Rantai pasok beras cukup panjang, sebanyak enam sampai tujuh pelaku. Sesuai pola yang umum dikenal, pada musim panen raya pada musim hujan (MH) harga gabah dan beras turun, namun pada musim panen raya MH 2017/2018 harga pangan ini tetap tinggi. Hal ini disebabkan pembentukan harga gabah dan beras lebih ditentukan oleh aspek pasokan dibandingkan aspek permintaan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan pemangkasan rantai pasok gabah dan beras dari petani produsen ke konsumen dapat meningkatkan harga gabah di tingkat petani dan menurunkan harga beras di tingkat konsumen. Agar upaya pemotongan rantai pasok berjalan efektif, maka penggilingan gabah menjadi beras sebaiknya dilakukan di industri penggilingan padi.
The Dynamics of Indonesian Consumption Patterns of Rice and Rice-Based Food Eaten Away From Home Handewi Purwati Saliem; nFN Hermanto; Erma Suryani; Rita Nur Suhaeti; Mewa Ariani
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 2 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1323.173 KB) | DOI: 10.21082/akp.v17n2.2019.95-110

Abstract

As a major staple food for most of the Indonesian population, rice has an important position in term of social, economic, and political aspects in the country. Because of that position, it is important to identify rice consumption pattern of Indonesian people. This research aims at analyzing the trends of rice consumption at home and rice-based eaten away from home in terms of weight and expenditure. By using mathematical and simple statistical methods, data of household rice consumption from National Socio-economic Survey (Susenas) years 1996 to 2017 (seven data sets) were analyzed by location and income quintiles. Results of these analyses indicated that during 1996 to 2017 the real expenditure of food away from home tended to increase, the real expenditure and per capita of rice consumption for all household categories tended to decrease, and the expenditure for processed rice had different path compared to the expenditure for rice consumption. The implication of this study is the estimation of national demand for rice should consider the amount of rice eaten away from home consumption and also processed rice.   AbstrakSebagai makanan pokok hampir seluruh penduduk, beras menempati posisi penting dari sisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Berdasar hal tersebut, penting untuk mengidentifikasi pola konsumsi beras penduduk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju konsumsi beras yang dimakan di rumah maupun di luar rumah berupa makanan jadi berbasis beras baik dari sisi pengeluaran maupun jumlahnya. Dengan menggunakan metode matematika dan statistika sederhana, penelitian ini mengolah data Susenas tahun 1996 – 2017 (tujuh set data) dengan membedakan konsumsi rumah tangga menurut lokasi (desa-kota) dan kuintil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 1996 – 2017 pengeluaran riil untuk makanan jadi cenderung meningkat, pengeluaran riil dan konsumsi beras per kapita cenderung menurun untuk semua kategori rumah tangga, dan pengeluaran untuk pangan olahan berbasis beras memiliki pola yang berbeda dengan pengeluaran untuk konsumsi beras. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa dalam mengestimasi kebutuhan beras nasional perlu mempertimbangkan  jumlah konsumsi beras yang dimakan di luar rumah dan pangan olahan berbasis beras.