Reni Kustiari
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Impacts of Indonesia-India Free Trade Agreements on Agricultural Sector of Indonesia: A CGE Analysis Reni Kustiari; nFN Hermanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v35n1.2017.33-48

Abstract

IndonesianIndia merupakan salah satu negara mitra utama Indonesia dalam perdagangan pertanian. Indonesia dan India kini sedang berunding tentang kerja sama perdagangan bebas bilateral (FTA). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi dampak FTA Indonesia-India terhadap sektor pertanian dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Penelitian menggunakan model Global Trade Analysis Project yang dikaitkan dengan model keseimbangan umum (CGE) Indonesia the Enormous Regional model menggunakan Tabel Input-Output 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi FTA Indonesia-India dapat meningkatkan kesejahteraan kedua negara. Kenaikan kesejahteraan (PDB) India lebih besar dari pada Indonesia. Sebaliknya, surplus neraca perdagangan Indonesia lebih besar daripada India. Di sisi regional, PDB Sumatera dan Kalimantan meningkat, sedangkan PDB riil Sulawesi, Bali-NT, dan Papua-Maluku menurun. Dampak terhadap output tampak bervariasi antar sektor dan daerah. Ekspor sayuran dan buah, serta minyak nabati dan lemak menunjukkan peningkatan. Impor Indonesia untuk beberapa komoditas akan mengalami peningkatan dengan persentase yang berbeda. Tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali-Nusa Tenggara diperkirakan akan menurun. FTA Indonesia-India layak untuk diwujudkan.EnglishIndia is one of the Indonesia's most important partners in agricultural trade. Indonesia and India are now negotiating bilateral free trade cooperation (FTA). This study aims to evaluate potential impacts of the Indonesia-India FTA on agricultural sector and the Indonesian economy as a whole. The study uses a Global Trade Analysis Project model that is associated with the regional Computable General Equilibrium (CGE) Indonesia the Enormous Regional model using the Indonesia Input-Output Table 2005. The results show that the implementation of the Indonesia-India FTA could improve welfare of both countries. The increase in welfare of India is higher than that of Indonesia. In contrast, Indonesia's trade balance surplus is larger than that of India. On regional side, real GDP of Sumatra and Kalimantan is predicted to increase, while real GDP of Sulawesi, Bali-NT, and Papua-Maluku to decrease. The output impacts vary across sectors and regions. Exports of vegetables and fruits, as well as vegetable oils and fats, are expected to increase. Indonesia's import for some commodities increase with different percentages. Poverty rates in Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, and Bali-Nusa Tenggara regions are expected to decline. FTA Indonesia-India is feasible to be realized.
Perilaku Harga dan Integrasi Pasar Bawang Merah di Indonesia Reni Kustiari
Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v35n2.2017.77-87

Abstract

EnglishShallot is the main spice widely used in the Indonesian food cooking and servings that makes its demand continues increasing although its price highly fluctuates. This study is intended to analyze price behavior and shallot market integration in Indonesia. This study uses monthly producer and consumer prices data for 2011-2016. The price fluctuation was analyzed with the coefficient of variation. The market integration was analyzed with Johansen's cointegration approach using the Vector Error Correction Model (VECM). The study shows that both producer and consumer prices fluctuations increase after the introduction of Horticultural Product Import Recommendation policy. The Engle-Granger causality test shows that there is no causal relationship between the consumer and producer price of the shallot in Indonesia. The market power and market failure are attributed to the absence of causality. The results of forecast errors variance decomposition analysis indicate that the market in Central Java is the dominant market and can be used as a reference market in predicting the dynamics of consumers’ shallot price in Indonesia. Managing shallot production level and amount of shallot supplies in the Central Java markets is the keys for ensuring shallot price stability at national level.IndonesianBawang merah merupakan bumbu masak yang utama bagi masyarakat Indonesia sehingga permintaan bawang merah meningkat terus, walaupun harganya berfluktuasi. Studi ini bertujuan untuk menganalisis perilaku harga dan integrasi pasar bawang merah di Indonesia. Studi ini menggunakan data harga produsen dan harga konsumen bulanan tahun 2011–2016. Fluktuasi harga dianalisis dengan koefisien variasi. Integrasi pasar bawang merah dianalisis dengan pendekatan kointegrasi Johansen menggunakan Vector Error Correction Model (VECM). Penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi harga produsen dan harga konsumen meningkat sesudah kebijakan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura diberlakukan. Uji kausalitas Engle-Granger menunjukkan bahwa antara harga konsumen dan harga produsen bawang merah di Indonesia tidak terdapat hubungan kausalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya market power dan terjadinya kegagalan pasar. Analisis dekomposisi varian kesalahan menunjukkan bahwa pasar Jawa Tengah adalah pasar dominan dan dapat menjadi acuan memprakirakan dinamika harga konsumen bawang merah di Indonesia. Pengelolaan tingkat produksi dan jumlah pasokan bawang merah di pasar Jawa Tengah termasuk sebagai kunci dalam menjaga stabilitas harga bawang merah secara nasional.
Outlook Indikator Makro Global dan Sektor Pertanian 2016-2019 Muhammad Maulana; Pantjar Simatupang; Reni Kustiari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v15n2.2017.151-169

Abstract

Macroeconomic policies are important to consider in determining agricultural targets and policies. Thus, it is necessary to conduct an analysis of historical circumstances, current status, trends, and prospects of agricultural macro indicators. This study aims to forecast and to analyze the main macroeconomic indicators in the agricultural sector from 2016 to 2019. The study used secondary data and information. Projection was calculated using two alternative models, i.e. economic behavior and polynomial trend regression models. The results showed that after a slowdown in 2011-2014, Indonesia's economy rebounded in 2015-2016. GDP growth was expected 5,6 to 5,8% while inflation was 6,8 to 7,9% in 2016-2019. Agricultural GDP’s growth in 2016-2019 was estimated around 3,5-3,7%/year. Agricultural exports and imports were expected to increase to 10%/year and 12%/year for the period of 2016-2019, respectively. Agriculture will become the economic anchor through increases in food production and industrial commodities, as well as managing generating-inflation commodities’ prices. AbstrakKebijakan makroekonomi penting dipertimbangkan dalam menentukan target dan kebijakan sektor pertanian sehingga diperlukan suatu analisis mengenai keadaan historis, status terkini, kecenderungan yang terjadi, dan prospek indikator makro sektor pertanian. Kajian ini bertujuan untuk memproyeksi dan menganalisis indikator makro utama sektor pertanian tahun 2015-2019. Kajian ini menggunakan data dan informasi sekunder. Perhitungan proyeksi menggunakan dua alternatif yaitu melakukan estimasi dengan model perilaku ekonomi atau dengan model regresi tren polinomial. Hasil kajian menunjukkan bahwa setelah perlambatan pada 2011-2014, perekonomian Indonesia rebound pada 2015/2016. Pertumbuhan PDB diperkirakan pada kisaran 5,6-5,8% sementara inflasi umum berada pada kisaran 6,8-7,9% pada 2016-2019. Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian pada 2016-2019 diperkirakan dalam kisaran 3,5-3,7%/tahun. Ekspor pertanian diperkirakan meningkat 10%/tahun pada 2016-2019. Impor pertanian akan meningkat 12%/tahun pada 2016-2019. Sektor pertanian akan menjadi jangkar perekonomian melalui peningkatan produksi pangan dan komoditas industri serta mengelola harga komoditas pemicu inflasi.
Integrasi Pasar dan Pembentukan Harga Cabai Merah di Indonesia Reni Kustiari; Wahyuning Kusuma Sejati; Riva Yulmahera
Jurnal Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v36n1.2018.39-53

Abstract

EnglishRed chili is one of the essential horticultural commodities because it is the main cooking spice for the Indonesian people. This paper discusses the integration of the red chili market in Indonesia using monthly price data for the period 2011-2016. Market integration is analyzed using Johansen cointegration models. The Engle-Granger (EG) causality test results show that producer prices and wholesale prices affect consumer prices, there is a one-way causal relationship. Therefore, the causality approach accepts the Law of One Price (LOP) hypothesis of red chili price. The results of the co-integration model show that the market for red chili is well integrated. Furthermore, variance decomposition analysis shows that Medan is the market leader for chili in Indonesia.IndonesianCabai merah adalah salah satu komoditas hortikultura yang penting karena merupakan bumbu masak utama bagi masyarakat Indonesia. Makalah ini membahas integrasi pasar cabai merah di Indonesia dengan menggunakan data harga bulanan periode 2011-2016. Integrasi pasar dianalisis dengan menggunakan Johansen kointegrasi model. Hasil uji kausalitas Engle-Granger (EG) menunjukkan bahwa harga produsen dan harga grosir  mempengaruhi harga konsumen, ada hubungan kausal satu cara. Oleh karena itu, pendekatan kausalitas menerima hipotesis Hukum Satu Harga (LOP) komoditas cabai merah. Hasil dari model co-integration menunjukkan bahwa pasar cabai merah terintegrasi dengan baik. Selanjutnya, analisis variance decomposition menunjukkan bahwa Medan adalah pasar acuan (price leader) untuk harga cabai di indonesia.
Impacts of Indonesia-India Free Trade Agreements on Agricultural Sector of Indonesia: A CGE Analysis Reni Kustiari; nFN Hermanto
Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v35n1.2017.33-48

Abstract

IndonesianIndia merupakan salah satu negara mitra utama Indonesia dalam perdagangan pertanian. Indonesia dan India kini sedang berunding tentang kerja sama perdagangan bebas bilateral (FTA). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi dampak FTA Indonesia-India terhadap sektor pertanian dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Penelitian menggunakan model Global Trade Analysis Project yang dikaitkan dengan model keseimbangan umum (CGE) Indonesia the Enormous Regional model menggunakan Tabel Input-Output 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi FTA Indonesia-India dapat meningkatkan kesejahteraan kedua negara. Kenaikan kesejahteraan (PDB) India lebih besar dari pada Indonesia. Sebaliknya, surplus neraca perdagangan Indonesia lebih besar daripada India. Di sisi regional, PDB Sumatera dan Kalimantan meningkat, sedangkan PDB riil Sulawesi, Bali-NT, dan Papua-Maluku menurun. Dampak terhadap output tampak bervariasi antar sektor dan daerah. Ekspor sayuran dan buah, serta minyak nabati dan lemak menunjukkan peningkatan. Impor Indonesia untuk beberapa komoditas akan mengalami peningkatan dengan persentase yang berbeda. Tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali-Nusa Tenggara diperkirakan akan menurun. FTA Indonesia-India layak untuk diwujudkan.EnglishIndia is one of the Indonesia's most important partners in agricultural trade. Indonesia and India are now negotiating bilateral free trade cooperation (FTA). This study aims to evaluate potential impacts of the Indonesia-India FTA on agricultural sector and the Indonesian economy as a whole. The study uses a Global Trade Analysis Project model that is associated with the regional Computable General Equilibrium (CGE) Indonesia the Enormous Regional model using the Indonesia Input-Output Table 2005. The results show that the implementation of the Indonesia-India FTA could improve welfare of both countries. The increase in welfare of India is higher than that of Indonesia. In contrast, Indonesia's trade balance surplus is larger than that of India. On regional side, real GDP of Sumatra and Kalimantan is predicted to increase, while real GDP of Sulawesi, Bali-NT, and Papua-Maluku to decrease. The output impacts vary across sectors and regions. Exports of vegetables and fruits, as well as vegetable oils and fats, are expected to increase. Indonesia's import for some commodities increase with different percentages. Poverty rates in Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, and Bali-Nusa Tenggara regions are expected to decline. FTA Indonesia-India is feasible to be realized.
Outlook Indikator Makro Global dan Sektor Pertanian 2016-2019 Muhammad Maulana; Pantjar Simatupang; Reni Kustiari
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 15, No 2 (2017): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.916 KB) | DOI: 10.21082/akp.v15n2.2017.151-169

Abstract

Macroeconomic policies are important to consider in determining agricultural targets and policies. Thus, it is necessary to conduct an analysis of historical circumstances, current status, trends, and prospects of agricultural macro indicators. This study aims to forecast and to analyze the main macroeconomic indicators in the agricultural sector from 2016 to 2019. The study used secondary data and information. Projection was calculated using two alternative models, i.e. economic behavior and polynomial trend regression models. The results showed that after a slowdown in 2011-2014, Indonesia's economy rebounded in 2015-2016. GDP growth was expected 5,6 to 5,8% while inflation was 6,8 to 7,9% in 2016-2019. Agricultural GDP’s growth in 2016-2019 was estimated around 3,5-3,7%/year. Agricultural exports and imports were expected to increase to 10%/year and 12%/year for the period of 2016-2019, respectively. Agriculture will become the economic anchor through increases in food production and industrial commodities, as well as managing generating-inflation commodities’ prices. AbstrakKebijakan makroekonomi penting dipertimbangkan dalam menentukan target dan kebijakan sektor pertanian sehingga diperlukan suatu analisis mengenai keadaan historis, status terkini, kecenderungan yang terjadi, dan prospek indikator makro sektor pertanian. Kajian ini bertujuan untuk memproyeksi dan menganalisis indikator makro utama sektor pertanian tahun 2015-2019. Kajian ini menggunakan data dan informasi sekunder. Perhitungan proyeksi menggunakan dua alternatif yaitu melakukan estimasi dengan model perilaku ekonomi atau dengan model regresi tren polinomial. Hasil kajian menunjukkan bahwa setelah perlambatan pada 2011-2014, perekonomian Indonesia rebound pada 2015/2016. Pertumbuhan PDB diperkirakan pada kisaran 5,6-5,8% sementara inflasi umum berada pada kisaran 6,8-7,9% pada 2016-2019. Laju pertumbuhan PDB sektor pertanian pada 2016-2019 diperkirakan dalam kisaran 3,5-3,7%/tahun. Ekspor pertanian diperkirakan meningkat 10%/tahun pada 2016-2019. Impor pertanian akan meningkat 12%/tahun pada 2016-2019. Sektor pertanian akan menjadi jangkar perekonomian melalui peningkatan produksi pangan dan komoditas industri serta mengelola harga komoditas pemicu inflasi.