Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

SIFAT FISIKO-KIMIA DAN KANDUNGAN SERAT PANGAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI nFN Ratnaningsih; Erliana Ginting; M Muchlish Adie; Didik Harnowo
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 1 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v14n1.2017.35-45

Abstract

Informasi sifat fisiko-kimia biji kedelai diperlukan sebagai data dukung dalam deskripsi varietas unggul untuk melengkapi keunggulanvarietas yang dilepas disamping keunggulan agronomisnya. Penelitian ini mengidentifikasi sifat fisiko-kimia dan kandungan seratpangan biji dari sepuluh galur harapan kedelai. Varietas unggul Anjasmoro dan Wilis yang banyak ditanam masyarakat digunakansebagai pembanding. Biji kedelai kering selanjutnya dianalisis sifat fisik (dimensi biji, warna, bobot 100 biji, densitas kamba), kimia(proksimat), dan kandungan serat pangannya. Enam galur kedelai memiliki diameter equivalen lebih besar dari varietas pembanding.Galur G 511 H/Anjasmoro-1-6 memiliki ukuran biji terbesar (17,84 g/100 biji), lebih besar daripada varietas pembanding Anjasmoro.Kesepuluh galur kedelai berwarna kuning hingga kuning kehijauan dengan oHue 125,76 – 130,98ᵒ dan nilai Chroma 23,59 – 28,38dengan kadar air berkisar 6,74 – 8,95%, kadar abu 5,53 – 5,98% bk, protein 36,44 – 40,55% bk, dan lemak 17,52 – 21,80% bk. Tigagalur kedelai yang kadar proteinnya ≥ 40% bk, yakni G 511 H/Argom//Argom-2-1, K X IAC 100 – 1004, dan K X IAC 100 – 997,sesuai untuk bahan baku tahu dan isolat protein. Kandungan total serat biji kedelai berkisar antara 5,56 – 8,58% dengan serat panganlarut 1,52 – 3,28% dan serat pangan tak larut 3,58 – 6,09%. G 511 H/Anjasmoro–1–2 merupakan galur harapan yang direkomendasikanuntuk dilepas sebagai sumber serat pangan.
Teknologi Produksi Ubi Kayu Mendukung Industri Bioetanol Budi Santoso Radjit; Nasir Saleh; Subandi Subandi; Erliana Ginting
Buletin Palawija No 16 (2008): Buletin Palawija No 16, 2008
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n16.2008.p27-36

Abstract

Penggunaan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian seperti biodiesel dan bioetanol menjadi isu penting akhir-akhir ini seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di pasaran dunia dan menipisnya cadangan fosil sebagai bahan baku minyak. Sesuai dengan Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, ubi kayu berpotensi dikembangkan sebagai bahan bakar nabati (biofuel) dalam bentuk bioetanol sebagai campuran premium dengan proporsi 10% (Gasohol-E10). Pada tahun 2008, kebutuhan premium untuk transportasi nasional mencapai 19,66 juta KL dan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 7,07% per tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan perlu-nya pengembangan ubi kayu untuk memenuhi permintaan industri bioetanol, dan industri lainnya. Untuk mendukung industri pengolahan bioetanol dari bahan ubi kayu telah tersedia teknologi berupa varietas ubi kayu yang sesuai seperti Adira-4, MLG-6, dan UJ-5, teknologi budidaya yang produktif dan efisien yang mampu menghasilkan umbi 35–45 t/ha serta teknologi pengelolaan waktu tanam dan panen yang menjamin pasokan bahan ubi kayu secara lebih merata sepanjang tahun.
Pengembangan pangan berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian guna pemantapan ketahanan pangan nasional Astanto Kasno; Nasir Saleh; Erliana Ginting
Buletin Palawija No 12 (2006): Buletin Palawija No 12, 2006
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n12.2006.p52-68

Abstract

Pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan protein bangsa Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh padi-padian, termasuk beras dan terigu. Untukkeperluan tersebut Pemerintah terpaksa harus selalu mengimpor beras apabila sedikit terjadi goncangan dalam produksi beras di dalam negeri. Sedangkan impor terigu telah mencapai 4,5 juta ton per tahun.Impor sumber karbohidrat dan protein tersebut tentu menggunakan devisa yang besarnya signifikan. Upaya menekan impor beras dan terigu melalui peningkatan kemampuan produksi dalam negeri dan diversifikasipangan pada hakekatnya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional yang sekaligus pula meningkatkan kesempatan ekonomi bangsa Indonesia.Sejalan dengan itu, ketergantungan terhadap beras dan terigu dapat diperlonggar dengan penganeka ragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok selain beras. Pengubahan citra bahanpangan selain beras yang secara alami inferior harus dilakukan melalui pengembangan atau pengolahan menjadi bentuk komoditas baru yang diperkaya dengan nutrisi sehingga lebih menarik.Umbi-umbian merupakan tanaman tradisional yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan masyarakat sebagai sumber karbohidrat yang dapat diandalkan sebagai komplemen dan suplemen beras, namun bahan pangan tersebut dalam bentuk segar memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Karakteristik kalori ubi segar dapat dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan atau tepung dengan kadar air setara beras dan aman disimpan. Kandungan protein yang rendah dapat di tingkatkan dengan menambahkan tepung kacang-kacangan sehingga menjadi tepung komposit kaya nutrisi. Dari tepung ubi-ubian atau komposit dapat dikembangkan aneka produk olahan dengan citra rasa baru yang menarik. Penganekaragaman pangan berbasis umbi-umbian dan kacang-kacangan merupakan alternatif yang paling rasional untuk memecahkan permasalahan pangan dan memantapkan ketahanan pangan.
Teknologi Produksi Ubi Kayu Mendukung Industri Bioetanol Budi Santoso Radjit; Nasir Saleh; Subandi Subandi; Erliana Ginting
Buletin Palawija No 16 (2008): Buletin Palawija No 16, 2008
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n16.2008.p27-36

Abstract

Penggunaan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian seperti biodiesel dan bioetanol menjadi isu penting akhir-akhir ini seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di pasaran dunia dan menipisnya cadangan fosil sebagai bahan baku minyak. Sesuai dengan Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, ubi kayu berpotensi dikembangkan sebagai bahan bakar nabati (biofuel) dalam bentuk bioetanol sebagai campuran premium dengan proporsi 10% (Gasohol-E10). Pada tahun 2008, kebutuhan premium untuk transportasi nasional mencapai 19,66 juta KL dan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 7,07% per tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan perlu-nya pengembangan ubi kayu untuk memenuhi permintaan industri bioetanol, dan industri lainnya. Untuk mendukung industri pengolahan bioetanol dari bahan ubi kayu telah tersedia teknologi berupa varietas ubi kayu yang sesuai seperti Adira-4, MLG-6, dan UJ-5, teknologi budidaya yang produktif dan efisien yang mampu menghasilkan umbi 35–45 t/ha serta teknologi pengelolaan waktu tanam dan panen yang menjamin pasokan bahan ubi kayu secara lebih merata sepanjang tahun.
Pengembangan pangan berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian guna pemantapan ketahanan pangan nasional Astanto Kasno; Nasir Saleh; Erliana Ginting
Buletin Palawija No 12 (2006): Buletin Palawija No 12, 2006
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n12.2006.p52-68

Abstract

Pemenuhan kebutuhan karbohidrat dan protein bangsa Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh padi-padian, termasuk beras dan terigu. Untukkeperluan tersebut Pemerintah terpaksa harus selalu mengimpor beras apabila sedikit terjadi goncangan dalam produksi beras di dalam negeri. Sedangkan impor terigu telah mencapai 4,5 juta ton per tahun.Impor sumber karbohidrat dan protein tersebut tentu menggunakan devisa yang besarnya signifikan. Upaya menekan impor beras dan terigu melalui peningkatan kemampuan produksi dalam negeri dan diversifikasipangan pada hakekatnya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional yang sekaligus pula meningkatkan kesempatan ekonomi bangsa Indonesia.Sejalan dengan itu, ketergantungan terhadap beras dan terigu dapat diperlonggar dengan penganeka ragaman pangan melalui perubahan citra bahan pangan pokok selain beras. Pengubahan citra bahanpangan selain beras yang secara alami inferior harus dilakukan melalui pengembangan atau pengolahan menjadi bentuk komoditas baru yang diperkaya dengan nutrisi sehingga lebih menarik.Umbi-umbian merupakan tanaman tradisional yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan masyarakat sebagai sumber karbohidrat yang dapat diandalkan sebagai komplemen dan suplemen beras, namun bahan pangan tersebut dalam bentuk segar memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Karakteristik kalori ubi segar dapat dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan atau tepung dengan kadar air setara beras dan aman disimpan. Kandungan protein yang rendah dapat di tingkatkan dengan menambahkan tepung kacang-kacangan sehingga menjadi tepung komposit kaya nutrisi. Dari tepung ubi-ubian atau komposit dapat dikembangkan aneka produk olahan dengan citra rasa baru yang menarik. Penganekaragaman pangan berbasis umbi-umbian dan kacang-kacangan merupakan alternatif yang paling rasional untuk memecahkan permasalahan pangan dan memantapkan ketahanan pangan.
Ubijalar Sebagai Bahan Diversifikasi Pangan Lokal Sweet Potatoes as Ingredients of Local Food Diversification Erliana Ginting; Rahmi Yulifianti; M. Jusuf M. Jusuf
JURNAL PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v23i2.63

Abstract

Ditinjau dari nilai gizi dan ketersediaan bahan baku, ubijalar potensial sebagai bahan diversifikasi pangan lokal. Keberadaan beta karoten sebagai provitamin A, antosianin dan fenol sebagai antioksidan, serat pangan, dan indeks glikemiknya yang relatif rendah juga merupakan nilai tambah ubijalar sebagaipangan fungsional. Namun pemanfaatannya masih terbatas pada makanan tradisional sehingga citranya seringkali dianggap rendah (inferior). Untuk mendukung percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal (P2KP), telah dikembangkan beragam produk olahan ubijalar dari umbi segar, pasta, tepung maupun pati, diantaranya keripik, stik, jajanan basah, selai, saos, cake, kue kering, rerotian, mie, dan jus dengan proporsi ubijalar 10 - 100 persen. Untuk menjamin pasokan bahan baku, diperlukan varietasunggul ubijalar berpotensi hasil tinggi (> 25 t/ha) dan sesuai pemanfaatannya untuk produk pangan tertentu serta teknik budidaya yang tepat. Varietas Sukuh, Shiroyutaka, dan Jago sesuai untuk bahan baku tepung dan pati; Cangkuang, Sari, Kidal, Papua Pattipi, Papua Solossa untuk umbi kukus; Beta 1 dan Beta 2 kaya beta karoten; Antin 1 (putih keunguan) sesuai untuk keripik dan calon varietas Antin 2 dan Antin 3 kaya antosianin. Pengembangan agroindustri ubijalar ke depan cukup prospektif seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan makanan sehat dan adanya dukungan kebijakan untuk mengurangi impor pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan lokal. kata kunci: ubijalar, nilai gizi, kesehatan, diversifikasi olahan, varietas unggul.Sweet potato is potentially used as an ingredient for local food diversification with respect to its nutrient value and availability. The presence of beta carotene as provitamin A, anthocyanins and phenolic compounds as antioxidants, dietary fiber, and relatively low glycemic index, give added value of sweet potato as functional food. However, its utilization is limited to traditional foods, which are frequently assumed to be inferior. In terms of diversification of local food-based consumption, a number of products derived from fresh tuber, paste, flour, and starch have been developed, including chips, stick, snacks, ketchup, jam, cake, cookies, bread and bakery products, noodle, and juice with a proportion of 10-100 percent. In order to guarantee fresh tuber supply, high yielding improved varieties and appropriate cultivation technologies is required. Sukuh, Shiroyutaka, and Jago varieties are tailored for flour and starch purposes, while Cangkuang, Sari, Kidal, and Papua Pattipi, Papua Solossa are suitable for steamed tubers. Beta 1 and Beta 2 are rich in beta carotene; Antin 1 (white purplish) is preferred for deep-fried chips, whereas Antin 2 and Antin 3 (to bereleased) contain high anthocyanins. The development of sweet potato-based agro industry is promising along with the increase needs of healthy foods and supported government policy to reduce imported foods through the optimal utilization of local food.