Sastra bergenre gotik ternyata mampu menyedot pembaca, seperti novel-novel karya Abdullah Harahap pada 1970—1980. Namun, muncul kontroversi berkepanjangan untuk menyebut karya sastra gotik sebagai sebuah genre yang patut dikaji dan diapresiasi para pengkritik sastra di Indonesia. Sebab, moralitas yang disajikan melalui karya sastra justru dapat dilakukan dengan hal-hal yang berbanding terbalik dengan kaidah moralitas yang mestinya berlaku. Oleh karena itu, kritik sastra gotik semakin mendapat ruang untuk membedah sebuah karya sastra, terlebih lagi dengan kehadiran alat analisis melalui pendekatan gotik-postmodern. Pendekatan gotik-postmodern dan disabilitas dipakai untuk membongkar segala aspek dalam kumpulan cerita Ular di Mangkuk Nabi karya Triyanto Triwikromo. Pada buku ini, jalinan cerita dengan susunan kerumitan, teror, erotika, metafiksi, mistik, ruang tafsir pembaca yang dibuyarkan. Cerita ini menawarkan sebuah pengalaman baru bagi pembacanya, politik teror gotik-postmodern. Berdasarkan penelitian, disimpulkan bahwa Triyanto Triwikromo membawa politik teror melalui genre gotik-postmodern kepada pembaca, di dalam kumpulan cerita Ular di Mangkuk Nabi.