Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perubahan Iklim Dalam Konteks Sistem Produksi Dan Pengembangan Kopi Di Indonesia M. Syakir; E. Surmaini
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 36, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p77-90

Abstract

Coffee is one of the Indonesian largest export commodities and has a strategic role in the economy of nearly two million farmers’ livelihood. The potency of Indonesia’s coffee export is quite high because of its preferred taste, however the trend of national coffee production is only 1-2% per year. On the other hand, the impacts of climate change also threaten the achievement of increased production targets. This paper reviews the impact climate change on coffee production and the adaptation strategies. The main coffee producing regions in Indonesia are Aceh, North Sumatera, South Sumatera, Lampung, Bengkulu, East Java and South Sulawesi Provinces. Most of these regions are vulnerable to climate change. The increasing of extreme climate events such as drought due to El Niño causes a decline in national coffee production to 10%. On the contrary, the longer wet season due to La Niña caused the decreased coffee production to 80%. Indirect impacts due to rising temperatures are increased incidence of coffee borer and leaf rust disease which can lead to a 50% decline on coffee production. Due to rising temperatures, the projected coffee production areas are projected to shift to higher elevations. Numerous adaptive technologies have been intoduced, however adaptive capacaity of farmers are still low. This condition is exacerbated by the limited access of most farmers to climate information, markets, technology, farming credits, and climate risk management information. To overcome the problem, policy makers, stakeholders and farmers have to accelerate the adaptation practices since the climate change has occurred and will continue to happen.Keywords: Coffee, climate change, production, adaptation Top of Form AbstrakKopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang berperan strategis dalam perekonomian hampir dua juta rumah petani di Indonesia. Potensi ekspor kopi Indonesia cukup tinggi karena cita rasanya yang disukai, namun tren peningkatan produksi kopi nasional hanya 1-2% per tahun. Di sisi lain, dampak perubahan iklim juga mengancam tercapainya target peningkatan produksi. Makalah ini merupakan tinjauan dampak perubahan iklim terhadap produksi kopi dan strategi adaptasinya di Indonesia. Daerah penghasil utama kopi seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan rentan terhadap dampak perubahan iklim. Meningkatnya kejadian iklim ekstrim seperti kekeringan akibat El Niño mengakibatkan penurunan produksi kopi 10%. Sebaliknya, musim hujan yang panjang akibat La Niña menurunkan produksi kopi hingga 80%. Dampak tidak langsung perubahan iklim adalah meningkatnya serangan hama penggerek buah kopi dan penyakit karat daun yang menyebabkan penurunan produksi sekitar 50%. Akibat kenaikan suhu, sentra produksi kopi diproyeksikan akan berpindah ke wilayah dengan elevasi yang lebih tinggi. Berbagai teknologi adaptasi telah dihasilkan, namun tingkat adaptasi petani kopi umumnya masih rendah. Kondisi ini diperparah oleh terbatasnya akses sebagian besar petani terhadap informasi iklim, pasar, teknologi, kredit usaha tani, dan informasi pengelolaan risiko iklim. Untuk mengatasi masalah tersebut, pengambil kebijakan, stakeholder, dan petani harus mengakselerasi upaya adaptasi karena perubahan iklim telah terjadi dan akan terus berlangsung.Kata kunci: Kopi, perubahan iklim, produksi, adaptasi
PENINGKATAN KEBERHASILAN SAMBUNGAN TOP-WORKING JAMBU METE (Annacardium occidentale L.) DENGAN APLIKASI ASAM INDOL BUTIRAT / Improve Grafting Success of Top Working on Cashew (Annacardium occidentale L.) by Application of Indole Butyric Acid (IBA) Ireng Darwati; Rudi Suryadi; M. Syakir
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v23n2.2017.83-89

Abstract

Cashew (Annacardium occidentale L.) productivity in Indonesia is still low compared with other cashew producing countries, may be the use of low genetic quality of plant material. On of the efforts to improve the productivity is by using high quality genetic materials, which may be done by implementation of top-working technology. Top-working technology may be used to replace existing plants in the field with superior varieties rapidly through grafting method, without having to uproot the existing plants. Top-working on cashew nut crop is still not much information and the success rate is still relatively low when compared to fruit crops. Information on top-working in cashew is still scarce and with little success. Therefore, it is necessary to study the application of IBA to increase grafting success of top-working on cashew. The study was conducted at Cikampek Experimental Station (ES) from January to June 2016. The rootstock is 7 years old, the varieties used for the scion and rootstock are B02. Cashew tree trunks were cut about 1.2 - 1.5 m above ground level during rainy season. The scion used has a length of ± 15 cm and a diameter of 5 - 7 mm with the dormant bud. The design used was a randomized, single factor, with seven replications. The treatments tested were concentrations of IBA (0, 300, 600, and 900 ppm). The parameters measured were the percentage of grafting success, shoot length, leaves number, khlorophyl, and field determination of compatibility constant (FCC). The results showed that 600 ppm IBA application significantly increased the percentage of grafting success, shoot length, leaves number, and the highest FCC value (87.50%, 12.08 cm, leaf 11.40, and 13.84)Keywords: Annacardium occidentale L., auxin, productivity, percentage of grafting success, top-working AbstrakProduktivitas jambu mete (Annacardium occidentale L.) di Indonesia masih rendah yang disebabkan oleh penggunaan bahan tanaman dari biji dengan mutu genetik yang rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jambu mete adalah penerapan teknologi top-working yaitu teknologi menggantikan tanaman tidak unggul di lapang dengan varietas unggul secara cepat melalui cara penyambungan, tanpa harus membongkar tanaman. Tujuan penelitian adalah mendapatkan konsentrasi IBA yang tepat untuk meningkatkan persentase keberhasilan dan pertumbuhan sambungan top working pada tanaman jambu mete. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Cikampek mulai bulan Januari sampai Juni 2016. Varietas yang digunakan untuk batang atas (entres) dan batang bawah yaitu B02, dan batang bawah berumur 7 tahun. Pada musim hujan dilakukan pemotongan batang pohon jambu mete setinggi 1,2 – 1,5 m di atas permukaan tanah. Batang atas yang digunakan berukuran panjang ± 15 cm dan diameter 5 – 7 mm dengan mata tunas yang masih tidur (dorman). Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok dengan empat perlakuan dan tujuh ulangan. Perlakuan yang diuji adalah konsentrasi IBA (0, 300, 600, dan 900 ppm). Peubah yang diamati adalah persentase sambungan hidup, panjang tunas, jumlah daun, kandungan klorofil, dan kompatibilitas berdasarkan nilai konstan field determination of compatibility constant (FCC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi IBA 600 ppm dinilai cukup efisien dan efekftif dalam menghasilkan persentase sambungan hidup, panjang tunas, jumlah daun, dan kandungan klorofil.Kata kunci: Annacardium occidentale L., auksin, produktivitas, persen-tase keberhasilan sambungan, top-working.
SERAPAN HARA N, P, K PADA TUJUH NOMOR HARAPAN SERAI DAPUR PADA TANAH LASOTOL / The Nutrient Uptake of N, P, and K of Seven Promising Numbers of Lemongrass in Latosol Soil Octivia Trisilawati; Deliah Seswita; M. Syakir
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v23n2.2017.105-111

Abstract

The constrain of lemongrass cultivation is crop nutrient requirement does not estimate yet as a reference for determining the dosage of fertilizer needed to produce good yield and quality. The study aims to determine the NPK uptake of seven lemongrass promising numbers grown in latosol soil in Cibinong research garden, Bogor, namely: Cyci 0003, 0004, 0006, 0009, 0012, 0018 and local. Seven lemongrass promising numbers were from Boyolali, Yogyakarta, Cipatat, Cisaroni, East Nusa Tenggara, Bogor, and Cibinong which had been characterized. The design used was randomized block design with four replications and 25 plants per plots. The parameters observed were number of tillers, plant height, leaf length and width, stem diameter weight per clump, oil yield and quality, and chlorophyll content. The results showed that there were differences of nutrient uptake pattern, as well as the amount of fertilizer requirement N, P and K on all seven promising numbers of lemongrass. Local and Cyci 0003 had highest oil and sitral production compared to other lemongrass promising numbers. To generate the essential oil yield 81,39 kg ha-1 and production of citral 14,25 tonnes ha-1, Cyci 0003 absorbed 284,65 kg Urea, 49,15 kg SP-36, and 308,95 kg KCl ha-1, while local Cyci absorbed 230,29 kg Urea, 49,97 kg SP-36, and 161,8 kg KCl ha-1 to produce 97,94 kg essential oils yield ha-1 and 16,01 tonnes citral ha-1. Essential oil content of Lemongrass increased with increasing uptake of N and P, and citral oil content increased with increasing nutrient P uptake. Local Cyci promising number was relatively efficient in N, P, and K nutrient absorption.Keywords: Cymbopogon citratus Stapf., promising number, yield, quality, the uptake of N, P, and K. AbstrakSalah satu kendala dalam pengembangan budidaya serai dapur adalah belum ada perhitungan kebutuhan hara tanaman secara riil sebagai acuan dalam menentukan dosis pupuk yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi dan mutu terna yang baik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui serapan hara N, P, dan K dari tujuh nomor harapan serai dapur yang ditanam di tanah latosol. Tujuh nomor harapan serai dapur yang telah dikarakterisasi yaitu Cyci 0003, Cyci 0004, Cyci 0006, Cyci 0009, Cyci 0012, Cyci 0018 dan Cyci lokal berasal dari Boyolali, Yogyakarta, Cipatat, Cisaroni, NTT, Bogor, dan Cibinong ditanam di kebun percobaan Cibinong, Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan 4 ulangan dan jumlah tanaman sebanyak 25 per petak. Parameter yang diamati meliputi jumlah anakan, tinggi tanaman, panjang dan lebar daun, diameter batang, bobot kering terna per rumpun, kadar minyak, mutu minyak, serta kandungan klorofil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola serapan hara, jumlah serta kebutuhan pupuk N, P, dan K dari ke tujuh nomor harapan serai dapur. Cyci lokal dan Cyci 0003 menghasilkan minyak atsiri dan sitral tertinggi. Untuk menghasilkan minyak atsiri 81,39 kg ha-1 dan sitral 14,25 t ha-1, Cyci 0003 menyerap 284,65 kg Urea, 49,15 kg SP-36, dan 308,95 kg KCl ha-1, sedangkan untuk menghasilkan minyak atsiri 97,94 kg ha-1 dan sitral 16,01 ton ha-1, Cyci lokal menyerap 230,29 kg Urea, 49,97 kg SP-36 dan 161,8 kg KCl ha-1. Kadar minyak atsiri serai dapur meningkat sejalan dengan peningkatan serapan hara N dan P, dan kadar minyak sitral meningkat seiring dengan peningkatan serapan hara P. Cyci lokal merupakan nomor harapan serai dapur yang relatif efisien dalam penyerapan hara N, P, dan K.Kata kunci: Cymbopogon citratus Stapf, nomor harapan, produksi, mutu, serapan hara N, P dan K. 
PENINGKATAN KEBERHASILAN SAMBUNGAN TOP-WORKING JAMBU METE (Annacardium occidentale L.) DENGAN APLIKASI ASAM INDOL BUTIRAT / Improve Grafting Success of Top Working on Cashew (Annacardium occidentale L.) by Application of Indole Butyric Acid (IBA) Ireng Darwati; Rudi Suryadi; M. Syakir
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v23n2.2017.83-89

Abstract

Cashew (Annacardium occidentale L.) productivity in Indonesia is still low compared with other cashew producing countries, may be the use of low genetic quality of plant material. On of the efforts to improve the productivity is by using high quality genetic materials, which may be done by implementation of top-working technology. Top-working technology may be used to replace existing plants in the field with superior varieties rapidly through grafting method, without having to uproot the existing plants. Top-working on cashew nut crop is still not much information and the success rate is still relatively low when compared to fruit crops. Information on top-working in cashew is still scarce and with little success. Therefore, it is necessary to study the application of IBA to increase grafting success of top-working on cashew. The study was conducted at Cikampek Experimental Station (ES) from January to June 2016. The rootstock is 7 years old, the varieties used for the scion and rootstock are B02. Cashew tree trunks were cut about 1.2 - 1.5 m above ground level during rainy season. The scion used has a length of ± 15 cm and a diameter of 5 - 7 mm with the dormant bud. The design used was a randomized, single factor, with seven replications. The treatments tested were concentrations of IBA (0, 300, 600, and 900 ppm). The parameters measured were the percentage of grafting success, shoot length, leaves number, khlorophyl, and field determination of compatibility constant (FCC). The results showed that 600 ppm IBA application significantly increased the percentage of grafting success, shoot length, leaves number, and the highest FCC value (87.50%, 12.08 cm, leaf 11.40, and 13.84)Keywords: Annacardium occidentale L., auxin, productivity, percentage of grafting success, top-working AbstrakProduktivitas jambu mete (Annacardium occidentale L.) di Indonesia masih rendah yang disebabkan oleh penggunaan bahan tanaman dari biji dengan mutu genetik yang rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jambu mete adalah penerapan teknologi top-working yaitu teknologi menggantikan tanaman tidak unggul di lapang dengan varietas unggul secara cepat melalui cara penyambungan, tanpa harus membongkar tanaman. Tujuan penelitian adalah mendapatkan konsentrasi IBA yang tepat untuk meningkatkan persentase keberhasilan dan pertumbuhan sambungan top working pada tanaman jambu mete. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Cikampek mulai bulan Januari sampai Juni 2016. Varietas yang digunakan untuk batang atas (entres) dan batang bawah yaitu B02, dan batang bawah berumur 7 tahun. Pada musim hujan dilakukan pemotongan batang pohon jambu mete setinggi 1,2 – 1,5 m di atas permukaan tanah. Batang atas yang digunakan berukuran panjang ± 15 cm dan diameter 5 – 7 mm dengan mata tunas yang masih tidur (dorman). Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok dengan empat perlakuan dan tujuh ulangan. Perlakuan yang diuji adalah konsentrasi IBA (0, 300, 600, dan 900 ppm). Peubah yang diamati adalah persentase sambungan hidup, panjang tunas, jumlah daun, kandungan klorofil, dan kompatibilitas berdasarkan nilai konstan field determination of compatibility constant (FCC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi IBA 600 ppm dinilai cukup efisien dan efekftif dalam menghasilkan persentase sambungan hidup, panjang tunas, jumlah daun, dan kandungan klorofil.Kata kunci: Annacardium occidentale L., auksin, produktivitas, persen-tase keberhasilan sambungan, top-working.
SERAPAN HARA N, P, K PADA TUJUH NOMOR HARAPAN SERAI DAPUR PADA TANAH LASOTOL / The Nutrient Uptake of N, P, and K of Seven Promising Numbers of Lemongrass in Latosol Soil Octivia Trisilawati; Deliah Seswita; M. Syakir
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/littri.v23n2.2017.105-111

Abstract

The constrain of lemongrass cultivation is crop nutrient requirement does not estimate yet as a reference for determining the dosage of fertilizer needed to produce good yield and quality. The study aims to determine the NPK uptake of seven lemongrass promising numbers grown in latosol soil in Cibinong research garden, Bogor, namely: Cyci 0003, 0004, 0006, 0009, 0012, 0018 and local. Seven lemongrass promising numbers were from Boyolali, Yogyakarta, Cipatat, Cisaroni, East Nusa Tenggara, Bogor, and Cibinong which had been characterized. The design used was randomized block design with four replications and 25 plants per plots. The parameters observed were number of tillers, plant height, leaf length and width, stem diameter weight per clump, oil yield and quality, and chlorophyll content. The results showed that there were differences of nutrient uptake pattern, as well as the amount of fertilizer requirement N, P and K on all seven promising numbers of lemongrass. Local and Cyci 0003 had highest oil and sitral production compared to other lemongrass promising numbers. To generate the essential oil yield 81,39 kg ha-1 and production of citral 14,25 tonnes ha-1, Cyci 0003 absorbed 284,65 kg Urea, 49,15 kg SP-36, and 308,95 kg KCl ha-1, while local Cyci absorbed 230,29 kg Urea, 49,97 kg SP-36, and 161,8 kg KCl ha-1 to produce 97,94 kg essential oils yield ha-1 and 16,01 tonnes citral ha-1. Essential oil content of Lemongrass increased with increasing uptake of N and P, and citral oil content increased with increasing nutrient P uptake. Local Cyci promising number was relatively efficient in N, P, and K nutrient absorption.Keywords: Cymbopogon citratus Stapf., promising number, yield, quality, the uptake of N, P, and K. AbstrakSalah satu kendala dalam pengembangan budidaya serai dapur adalah belum ada perhitungan kebutuhan hara tanaman secara riil sebagai acuan dalam menentukan dosis pupuk yang dibutuhkan untuk menghasilkan produksi dan mutu terna yang baik. Penelitian bertujuan untuk mengetahui serapan hara N, P, dan K dari tujuh nomor harapan serai dapur yang ditanam di tanah latosol. Tujuh nomor harapan serai dapur yang telah dikarakterisasi yaitu Cyci 0003, Cyci 0004, Cyci 0006, Cyci 0009, Cyci 0012, Cyci 0018 dan Cyci lokal berasal dari Boyolali, Yogyakarta, Cipatat, Cisaroni, NTT, Bogor, dan Cibinong ditanam di kebun percobaan Cibinong, Bogor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok, dengan 4 ulangan dan jumlah tanaman sebanyak 25 per petak. Parameter yang diamati meliputi jumlah anakan, tinggi tanaman, panjang dan lebar daun, diameter batang, bobot kering terna per rumpun, kadar minyak, mutu minyak, serta kandungan klorofil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola serapan hara, jumlah serta kebutuhan pupuk N, P, dan K dari ke tujuh nomor harapan serai dapur. Cyci lokal dan Cyci 0003 menghasilkan minyak atsiri dan sitral tertinggi. Untuk menghasilkan minyak atsiri 81,39 kg ha-1 dan sitral 14,25 t ha-1, Cyci 0003 menyerap 284,65 kg Urea, 49,15 kg SP-36, dan 308,95 kg KCl ha-1, sedangkan untuk menghasilkan minyak atsiri 97,94 kg ha-1 dan sitral 16,01 ton ha-1, Cyci lokal menyerap 230,29 kg Urea, 49,97 kg SP-36 dan 161,8 kg KCl ha-1. Kadar minyak atsiri serai dapur meningkat sejalan dengan peningkatan serapan hara N dan P, dan kadar minyak sitral meningkat seiring dengan peningkatan serapan hara P. Cyci lokal merupakan nomor harapan serai dapur yang relatif efisien dalam penyerapan hara N, P, dan K.Kata kunci: Cymbopogon citratus Stapf, nomor harapan, produksi, mutu, serapan hara N, P dan K.