Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Sponge Perairan Enepahembang Terhadap Bakteri Patogenik Ikan Aeromonas Hydrophila Walter Balansa; Deidy Azhari; Desmi Babo; Aprelia Tomasoa
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 3 No 1 (2017): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.351 KB) | DOI: 10.5281/jit.v3i1.93

Abstract

Ancaman menakutkan dari bakteri-bakteri resisten terhadap berbagai antibiotik, khususnya bakteribakteri Gram negatif, menjadikan penemuan antibiotik baru makin relevan dan mendesak. Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antibakteri 12 sponge dari perairan terumbu karang Enepahembang Tahuna terhadap bakteri patogenik ikan Aeromonas hydrophila. Studi ini mencakup koleksi sponge dengan snorkling pada kedalaman 1.0-7.0 m, ekstraksi sampel dengan vacuum rotary evaporator dan uji antimikroba ekstrak kasar terhadap A. hydrophila. Ekstrak dari 5 spesimen yang belum teridentifiksi dengan kode EP-5, EP-12, EP-13, EP-15 dan EP-16 mampu menghambat pertumbuhan A. hydrophila pada konsentrasi 10.0 /mL (zona hambat = 12.0 mm - 14.0 mm) sedangkan EP-1 pada konsentrasi lebih rendah yakni 1.0 mg/mL (zona hambat = 15.0 mm). Pada konsentrasi 10.0 mg/mL, ekstrak kasar EP-1 berdaya hambat 28.0 mm, sedikit lebih besar dari zona hambat antibiotik pembanding (tetrasikilin, 27.0 mm) meskipun pada konsentrasi tetrasiklin lebih rendah (0.1 mg/mL). Studi lanjut berupa fraksinasi, pemurnian senyawa, penentuan struktur molekul dan uji antibakteri untuk ekstrak kasar EP-1 sangat diperlukan. Selain untuk memastikan potensi antibiotik sebenarnya, studi ini bermanfaat untuk memastikan kebaruan dari molekul-molekul terkandung pada spesimen EP-1, sebuah upaya strategis dalam menunjang penemuan antibiotik baru.
APLIKASI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN UNTUK MENINGKATKAN LAJU PERTUMBUHAN IKAN KAKAP (Lutjanus sp.) PADA KERAMBA JARING APUNG DI TELUK TALENGEN Aprelia Tomasoa; Walter Balansa; Krisan Salendeho
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 7 No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v7i2.386

Abstract

Budidaya ikan kakap sering terkendala dengan kurang tersedianya pakan rucah secara kontinyu dan berkelanjutan, karena pakan rucah tersedia secara musiman. Budidaya ikan kakap harus diselingi dengan pemberian pakan pelet, apalagi pakan pelet yang diperkaya dengan hormon pertumbuhan rekombinan dapat menjadi salah satu solusi. Mempercepat laju pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan pemberian hormon pertumbuhan rekombinan. Hormon tersebut dijadikan sebagai sumplemen pakan bagi ikan maupun udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan kakap menggunakan hormon pertumbuhan rekombinan yang dibudidayakan dengan sistem keramba jaring apung di Teluk Talengen. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan wadah dan ikan uji, pembuatan pakan dan pemeliharaan selama 30 hari. Perlakuan yang dilakukan adalah dosis hormon pertumbuhan rekombinan yang diaplikasikan ke pakan dan diberikan pada ikan kakap. Dosis yang diberikan adalah : 0 mg/kg, 2 mg/kg, 3 mg/kg, dengan tiga kali ulangan. Ikan kakap yang digunakan berukuran 3-5 cm dengan padat tebar 10 ekor per wadah. Dosis hormon pertumbuhan rekombinan akan dicoating menggunakan putih telur dan disemprot ke pakan. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian memperlihatkan perlakuan terbaik yaitu dosis 3 mg/kg pakan meningkatkan bobot tubuh (8,8 gr), SGR (3,43%), EP (28,3%) dan SR (100%) dibandingkan perlakuan kontrol. Hal tersebut menunjukkan hormon pertumbuhan rekombinan memberi pengaruh positif meningkatkan laju pertumbuhan dan survival rate ikan kakap selama 30 hari pemeliharaan. Snapper cultivation is often constrained by the lack of continuous and sustainable feed availability, because trash feed is readily available. The cultivation of snapper fish must be interspersed with providing pellet feed, moreover pellet feed enriched with recombinant growth hormone can be a solution. Accelerating the growth rate of fish can be done by offering recombinant growth hormone. This hormone is used as a supplement to feed for fish and shrimp. The aim of this study was to increase the growth rate of snapper using recombinant growth hormone cultivated with floating net cage system in Talengen Bay. Stages of taking care of research from containers and test fish, making feed and maintaining it for 30 days. The treatment is a recombinant growth hormone which is applied to feed and given to snapper. The doses given were: 0 mg/ kg, 2 mg/kg, 3 mg/kg, with three replications. The snapper used is 3-5 cm in size with a stocking density of 10 fish per container. The dose of recombinant growth hormone will be coated using egg white and sprayed into the feed. Feeding is done occasionally with a frequency of offering 2 times in the morning and evening. The results of the best treatment treatment, namely the dose of 3 mg / kg of feed increased body weight (8.8 gr), SGR (3.43%), EP (28.3%) and SR (100%) compared to control treatment. This shows that the growth of recombinant growth hormone has a positive effect on increasing the growth rate and survival of snapper for 30 days of rearing.
PENGARUH PERENDAMAN DAN DURASINYA DALAM LARUTAN MADU TERHADAP MASKULINASASI LARVA Oreochromis niloticus Aprelia Tomasoa; Deidy Azhari; Christian Andelsen Manansang; Ferly Feybe Dansole
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 6 No 2 (2020): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v6i2.406

Abstract

Budidaya ikan nila monoseks jantan memiliki peranan penting dalam meningkatkan produksi ikan nila. Meskipun saat ini teknik maskulinisasi menggunakan hormon sintetik umum diterapkan namun cara ini berbahaya dari segi keamanan pangan dan konsumen karena sifat karsinogenik dan potensi akumulasi di alam dari hormon sintetik. Sebaliknya, bahan alami seperti madu yang menggandung Chrysin, yang telah diketahui sebagai aromatase inhibitor yang dapat menyebabkan maskulinisasi pada ikan dapat digunakan dalam teknik maskulinisasi. Meskipun demikian, sejauh ini pengaruh perendaman larva ikan nila dalam larutan madu terhadap maskulinisasi masih harus dikaji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman dan durasi perendaman dalam larutan madu terhadap rasio kelamin jantan benih ikan nila. Menggunakan larva berumur 7 hari hasil pemijahan semi-buatan dengan induksi hormon, penelitian ini dilakukan menggunakan 4 perlakuan (durasi perendaman) dengan 1 konsentrasi (15 mL/L). Untuk mengetahui rasio kelamin jantan, analisa histologis dengan pewarnaan asetokarin dilakukan untuk mengamati gonad benih hasil perlakuan. Perendaman larva ikan nila pada larutan madu konsentrasi 15 mL/L selama 20 jam mampu menghasilkan 80% benih berkelamin jantan. Sebagai kesimpulan, durasi perendaman berpengaruh terhadap rasio kelamin jantan yang dihasilkan dan perendaman selama 20 jam adalah durasi perendaman terbaik untuk larva ikan nila. Farming monosex male tilapia has an important role in improving the production of Nile tilapia. Although synthetic hormone is commonly used to produce male monosex tilapia, this method poses a serious threat to food safety and consumer’s health due to carcinogenic potential and bioaccumulation of the synthetic hormone in ecosystem. In contrast, honeybee is a natural product containing Chrysin, an aromatase inhibitor, which is known to cause masculinity in fish and can be used for masculinization. To date, however, the effect of honeybee on tilapia larvae’s masculinization is yet to be studied. This research aimed to study the effect of immersion and its duration in honeybee’of Nile Tilapia’s Larvae in honeybee’s solution and length of immersion on male ratio. This research was conducted in quadruple consisting of three different times of immersion (duration of immersion) and one concentration (15 mL/L). Using 7-day post hatched Nile tilapia larvae from semi-artificial breeding, we determined male ratio based on histological analysis using acetocarmine stain. The result show that the Nile Tilapia’s larvae treated at the concentration of 15 mL/L of honeybee for 20 hours had the highest male ratio (80%). To conclude, immersion in honeybee solution affected male ratio with 20 hours length of immersion resulting in the highest male ratio for tilapia’s larvae.
EFEK TERAPI HORMON OODEV TERHADAP PERKEMBANGAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) DI TELUK TALENGEN Aprelia Tomasoa; Usy Nora Manurung; Sermiati Makasehe; Christania Daukalu; Jelia Janica Makarilang; Srimayangsari Balandatu
Jurnal Ilmiah Tindalung Vol 7 No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Tindalung
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54484/jit.v7i2.440

Abstract

Marine aquaculture activities in the Sangihe Islands, more specifically in the waters of Talengen Bay, are not yet optimal and still utilize seeds from catches in nature. This study aims to determine the effect of using the Oodev hormone and obtain the best dose to stimulate the gonadal maturity level (TKG) of red snapper (Lutjanus sp.). The red snapper used comes from the catch in the waters of Talengen Bay and is also domesticated in floating net cages. The sampled fish used were 60 individuals with average body weight (30.5 g). The Oodev hormone dose treatment, namely; 0 mL/kg, 0.5 mL/kg, 1 mL/kg and 1.5 mL/kg. Oodev hormone was applied to commercial feed specifically for marine fish with the trademark Megami GR-3 orally for 30 days of rearing. The results showed that the administration of the Oodev hormone had a positive effect on the gonadal maturity level of red snapper, with the development of different levels of gonadal maturity in each treatment. The 0.5 mL/kg dose treatment resulted in the highest gonadal maturity level (TKG III). The maturation stage was followed by 1 mL/kg and 1.5 mL/kg (TKG II) treatments. Meanwhile, compared with the 0 mL/kg treatment, the developmental stage was still TKG I (immature). These findings provide Oodev hormone with 0.5 mL/kg dose could stimulate the red snapper gonad maturity level to mature for 30 days of rearing.
PEMBESARAN IKAN NILA MENGGUNAKAN KOLAM TERPAL SEBAGAI WADAH BUDIDAYA DI KAMPUNG TARIANG LAMA KECAMATAN KENDAHE KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE Aprelia Tomasoa; Walter Balansa; Frets Jonas Rieuwpassa
Jurnal Ilmiah Tatengkorang Vol 3 (2019): Jurnal Ilmiah Tatengkorang
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Nusa Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kolam terpal merupakan wadah budidaya ikan yang tepat untuk pembesaran ikan nila karena berbagai keunggulannya seperti kemudahan memindahkan, keramahan terhadap konstruksi tanah, kesesuaian dengan karakteristik ikan nila, kemudahan membersihkan kolam dan memanen ikan. Kegiatan pengabdian kemitraan masyarakat ini menyasar kelompok-kelompok masyarakat di Kampung Tariang Lama, Kecamatan Kendahe yang masyarakatnya sulit mendapatkan ikan disaat cuaca buruk di laut. Pengabdian kepada masyarakat ini mencakup kunjungan lapangan (survei), penyuluhan, pelatihan, evaluasi, dan pemantauan pasca penyuluhan dan pelatihan. Sejauh ini, kelompok masyarakat sasaran pengabdian di Kampung Tariang Lama sudah mampu merancang, membuat sendiri kolam, dan mampu membudidayakan ikan nila menggunakan kolam terpal. Selanjutnya, hasil evaluasi dan pemantuan menunjukan bahwa masyarakat Tariang Lama tidak menghadapi kendala berarti dalam membudidayakan ikan di kolam terpal. Sebagian dari mereka bahkan berusaha merancang dan membangun sendiri kolam terpal secara mandiri hal ini merupakan indikasi kuat dari keterbukaan dan penerimaan masyarakat Tariang Lama terhadap penerapan teknologi budidaya ikan yang masih relatif baru untuk masyarakat Tariang Lama ini. Tarp-typed pond or tarpaulin pond is an appropriate medium for cultivation of Nile tilapia because of its many advantages including (1) easily moved from one place to another,(2) friendly toward soil construction, (3) suitable with tilapia’s characteristics and (4) very convenient forcleaning and harvesting. This community service focused on societal groups in Tariang Lama Village, Kendahe district whose society normally have difficulty in obtaining fish during stormy sea. This community service consisted of (1) field survey, (2) mentoring, (3) training and (4) evaluation/monitoring. The targeted societal groups in Tariang Lama were already capable of designing, building their own tarp-typed pool and cultivating Nile tilapia with tarpaulin pond. In addition, evaluation and monitoring showed that the people of Tariang Lama had no problem in adopting fish cultivation technique with tarpaulin pond. Many of them even designed and built their own tarp-typed pond, strongly suggesting the openness and acceptance of the people of Taring Lama towards the implementation of the relatively new fish farming technique.