Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PUPUK HAYATI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUKSI KEDELAI DI TANAH MASAM Arief Harsono; E. Husein; Didik Sucahyono; Siti Muzaiyanah
Buletin Palawija No 28 (2014): Buletin Palawija No 28, 2014
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v0n28.2014.p102-114

Abstract

Produksi kedelai di Indonesia hingga kini baru dapat memenuhi 40% kebutuhan domestik, karena areal panennya kurang luas dan produktivitasnya rendah. Untuk pengembangan kedelai, di Indonesia tersedia tanah masam 18,5 juta ha yang sebagian besar sudah dimanfaatkan untuk usahatani tanaman pangan dan perkebunan. Dengan pengaturan polatanam yang tepat, kedelai dapat dibudidayakan di lahan tersebut dengan keuntungan memadai. Pengembangan kedelai ke tanah masam juga selaras dengan program pembangunan Kementerian Pertanian ke depan yang akan difokuskan pada lahan suboptimal. Kendala pengembangan kedelai di tanah masam di antaranya adalah pH tanah rendah, ketersediaan hara N, P, K, Ca, dan Mg rendah, kejenuhan Al-dd, kandungan Fe dan Mn tinggi, serta miskin biota tanah. Di tanah masam, penggunaan pupuk hayati dan pupuk organik yang efektif pada kedelai, mampu menghemat kebutuhan NPK lebih dari 50%, dan menghasilkan biji (>2,0 t/ha) lebih tinggi dibanding dipupuk NPK rekomendasi. Di sentra produksi ubikayu, kedelai dapat dikembangkan dengan menerapkan polatanam ubikayu + kacang tanah /+ kedelai, atau ubikayu + kedelai, masing-masing untuk lahan dengan jumlah bulan basah lebih dan kurang dari lima bulan per tahun. Penerapan pola tanam ini mampu meningkatkan intensitas tanam, mengurangi risiko kegagalan panen, dan meningkatkan pendapatan petani, dari 11–13 juta rupiah menjadi 23–27 juta rupiah per hektar tanpa menurunkan hasil ubikayu. Pola tanam tersebut, juga dapat diterapkan pada lahan perkebunan karet dan sawit muda. Keberhasilan upaya pengembangan kedelai pada tanah masam memerlukan: (1) Dukungan program dari penentu kebijakan, (2) Insentif penyediaan sarana produksi, jaminan harga dan pasar, dan (3) Investor yang bergerak di bidang industri dan perdagangan kedelai.
POTENSI DAN DUKUNGAN TEKNOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM LAMPUNG TENGAH Arief Harsono
Buletin Palawija No 13 (2007): Buletin Palawija No 13, 2007
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n13.2007.p8-15

Abstract

Potensi lahan kering masam untuk pengembangan kedelai di Lampung Tengah cukup besar. Petani di kabupaten ini sebagian besar bertanam jagung dan ubi kayu dengan area tanam sekitar 86 ribu ha dan 90 ribu ha/tahun. Dengan distribusi curah hujan yang mencapai 7–9 bulan basah dan 2–4 bulan kering/tahun, memungkinkan untuk bertanam kedelai monokultur setelah jagung atau tumpangsari ubi kayu + jagung /kedelai terutama di tanah ber pH >4 menggunakan varietas tahan masam. Petani akan tertarik bertanam kedelai apabila harganya cukup baik dan aspek agribisnisnya mulai dari penyediaan sarana produksi (up-stream agribusiness), teknik budidaya (on-farm agribusiness), hingga pengolahan hasil dan tataniaga (down-stream agribusiness) dapat diperbaiki dan bersinergi dengan baik. Apabila 60% petani jagung dan ubi kayu tertarik bertanam kedelai dan dapat mencapai hasil 70% dari hasil penelitian kedelai monokultur yang dapat mencapai 2,0 t/ha dan tumpangsari 1,0 t/ha, maka Lampung Tengah akan mampu memberi sumbangan produksi kedelai sekitar 100 ribu ton/tahun dengan tanpa mengurangi produksi jagung dan ubi kayu.
POTENSI DAN PELUANG JAWA TENGAH SEBAGAI PENDUKUNG SWASEMBADA KEDELAI Arief Harsono
Buletin Palawija No 21 (2011): Buletin Palawija No 21, 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v0n21.2011.p55-62

Abstract

Produksi kedelai di Indonesia hingga tahun 2010 masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah mencanangkan program peningkatan produksi untuk mencapai swasembada kedelai pada tahun 2014. Jawa Tengah, sebagai sentral produksi kedelai ke dua di Indonesia mempunyai potensi besar untuk mendukung program tersebut. Kontribusi Jawa Tengah terhadap produksi kedelai nasional selama ini mencapai sekitar 18%, apabila berpedoman pada angka tersebut, untuk mendukung swasembada kedelai tahun 2014 Jawa Tengah harus mampu memproduksi kedelai 414 ribu ton pada luas panen 262 ribu ha dengan rata-rata hasil 1,58 t/ha. Target tersebut dapat tercapai apabila areal panen kedelai yang ada di Jawa Tengah saat ini tidak berkurang, 10% bekas padi sawah yang tidak biasa ditanami kedelai dapat ditanami kedelai, 10% areal jagung dapat ditanam sisip kedelai, dan 5% areal ubikayu dapat ditanam tumpangsari dengan kedelai. Pada tahun 2014, dengan asumsi tersebut luas panen kedelai di Jawa Tengah akan dapat mencapai 365 ribu ha dengan produksi sekitar 572 ribu ton, dan mampu menyumbang produksi kedelai sekitar 25% dari kebutuhan nasional. Asumsi tersebut akan dapat tercapai apaila harga dan tataniaga kedelai dapat diperbaiki sehingga usahatani kedelai dapat bersaing dengan komoditas lain, terutama jagung dan kacang tanah.
Paket Teknologi Budi Daya Kedelai pada Kebun Sawit Muda di Lahan Pasang Surut Arief Harsono; Didik Sucahyono; Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Buletin Palawija Vol 18, No 2 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 2, 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v18n2.2020.p62-73

Abstract

Di Indonesia, kebun sawit muda di lahan pasang surut mempunyai potensi besar untuk pengembangan kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk merakit dan mengevaluasi paket teknologi budi daya kedelai pada lahan pasang surut di perkebunan sawit muda. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe C di antara tegakan kelapa sawit umur 2-3 tahun di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Penelitian terdiri atas dua tahap: 1) penelitian skala plot untuk mengetahui respons beberapa varietas kedelai terhadap tingkat kejenuhan Al tanah, dan 2) evaluasi kelayakan paket teknologi yang dirakit dari hasil penelitian pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus lebih adaptif dan mampu memberikan hasil lebih tinggi pada lahan pasang surut hingga kejenuhan Al 30% dibanding varietas Anjasmoro dan Panderman. Varietas Anjasmoro memiliki ukuran biji lebih besar dan pada kejenuhan Al 30% mampu memberikan hasil tidak berbeda dengan hasil pada kejenuhan Al 20%, yaitu 1,68 t/ha. Pada kebun sawit umur <3 tahun di lahan pasang surut dengan pH tanah <4,8 dan kejenuhan Al >38%, paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi dapat meningkatkan hasil kedelai menjadi 1,64 t/ha biji kering bila dibandingkan dengan paket teknologi eksisting petani (0,96 t/ha) dan paket rekomendasi Dinas Pertanian (0,92 t/ha). Dengan nilai MBCR 1,70 dan 3,44 masing-masing terhadap paket teknologi eksisting petani dan paket teknologi rekomendasi Dinas Pertanian, maka paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi ini layak diadopsi dan diterapkan oleh petani.
PENGARUH PEMBENAH TANAH DAN INOKULAN RHIZOBIUM PADA KEDELAI DI TANAH MASAM ULTISOL Sri Ayu Dwi Lestari; Arief Harsono
Buletin Palawija Vol 15, No 1 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 1, 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v15n1.2017.p8-14

Abstract

Upaya peningkatan produksi kedelai untuk mencapai swasembada akan dilakukan pada tanah masam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembenah tanah Bio Soil Neutralizer (BSN) dan Inokulan Rhizobium Elang Biru (IRE) terhadap sifat fisik tanah, perubahan pH tanah, dan hasil kedelai di tanah masam Ultisol. Penelitian pada tanah masam dilaksanakan di rumah kaca Balitkabi menggunakan tanah Ultisol asal Lampung Timur. Penelitian di rumah kaca menggunakan rancangan acak kelompok 3 ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri atas: 1) Kontrol; 2) BSN; 3) BSN + IRE; 4) BSN + IRE + dolomit + pupuk PK; 5) BSN + IRE + dolomit + pupuk PK + pupuk kandang sapi (pukan); 6) Agrisoy-2 + dolomit + pukan + pupuk PK; 7) Dolomit + pukan + NPK; dan 8) IRE + dolomit + pupuk PK. Varietas kedelai yang digunakan adalah Burangrang. Dosis BSN = 3 liter/350 liter air/ha, IRE = 0,3 kg/ha, Pukan = 3 t/ha, Agrisoy-2 = 0,3 kg/ha, N = 25 kg N/ha, P = 50 kg P2O5/ha, dan K = 75 kg K2O/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSN bersifat alkalis dengan pH 12,8, setelah diencerkan sesuai dengan dosis anjuran (3 liter/350 liter air/ha), pH turun menjadi 6,5. Di tanah Ultisol (percobaan pot) pemberian BSN dapat meningkatkan pH tanah dari 4,3 menjadi 5,5 dan mampu meningkatkan hasil kedelai 45% apabila disertai penggunaan IRE. Perlakuan ini dapat meningkatkan hasil lebih tinggi bila kejenuhan Al diturunkan hingga mencapai sekitar 20% dengan dolomit dan ditambah pupuk P dan K. Penggunaan IRE dapat meningkatkan pembentukan bintil akar efektif kedelai dari 1,5 bintil menjadi 8,5 bintil/tanaman. 
POTENSI DAN DUKUNGAN TEKNOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM LAMPUNG TENGAH Arief Harsono
Buletin Palawija No 13 (2007): Buletin Palawija No 13, 2007
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (43.283 KB) | DOI: 10.21082/bul palawija.v0n13.2007.p8-15

Abstract

Potensi lahan kering masam untuk pengembangan kedelai di Lampung Tengah cukup besar. Petani di kabupaten ini sebagian besar bertanam jagung dan ubi kayu dengan area tanam sekitar 86 ribu ha dan 90 ribu ha/tahun. Dengan distribusi curah hujan yang mencapai 7–9 bulan basah dan 2–4 bulan kering/tahun, memungkinkan untuk bertanam kedelai monokultur setelah jagung atau tumpangsari ubi kayu + jagung /kedelai terutama di tanah ber pH >4 menggunakan varietas tahan masam. Petani akan tertarik bertanam kedelai apabila harganya cukup baik dan aspek agribisnisnya mulai dari penyediaan sarana produksi (up-stream agribusiness), teknik budidaya (on-farm agribusiness), hingga pengolahan hasil dan tataniaga (down-stream agribusiness) dapat diperbaiki dan bersinergi dengan baik. Apabila 60% petani jagung dan ubi kayu tertarik bertanam kedelai dan dapat mencapai hasil 70% dari hasil penelitian kedelai monokultur yang dapat mencapai 2,0 t/ha dan tumpangsari 1,0 t/ha, maka Lampung Tengah akan mampu memberi sumbangan produksi kedelai sekitar 100 ribu ton/tahun dengan tanpa mengurangi produksi jagung dan ubi kayu.
POTENSI DAN PELUANG JAWA TENGAH SEBAGAI PENDUKUNG SWASEMBADA KEDELAI Arief Harsono
Buletin Palawija No 21 (2011): Buletin Palawija No 21, 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.17 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v0n21.2011.p55-62

Abstract

Produksi kedelai di Indonesia hingga tahun 2010 masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah mencanangkan program peningkatan produksi untuk mencapai swasembada kedelai pada tahun 2014. Jawa Tengah, sebagai sentral produksi kedelai ke dua di Indonesia mempunyai potensi besar untuk mendukung program tersebut. Kontribusi Jawa Tengah terhadap produksi kedelai nasional selama ini mencapai sekitar 18%, apabila berpedoman pada angka tersebut, untuk mendukung swasembada kedelai tahun 2014 Jawa Tengah harus mampu memproduksi kedelai 414 ribu ton pada luas panen 262 ribu ha dengan rata-rata hasil 1,58 t/ha. Target tersebut dapat tercapai apabila areal panen kedelai yang ada di Jawa Tengah saat ini tidak berkurang, 10% bekas padi sawah yang tidak biasa ditanami kedelai dapat ditanami kedelai, 10% areal jagung dapat ditanam sisip kedelai, dan 5% areal ubikayu dapat ditanam tumpangsari dengan kedelai. Pada tahun 2014, dengan asumsi tersebut luas panen kedelai di Jawa Tengah akan dapat mencapai 365 ribu ha dengan produksi sekitar 572 ribu ton, dan mampu menyumbang produksi kedelai sekitar 25% dari kebutuhan nasional. Asumsi tersebut akan dapat tercapai apaila harga dan tataniaga kedelai dapat diperbaiki sehingga usahatani kedelai dapat bersaing dengan komoditas lain, terutama jagung dan kacang tanah.
Paket Teknologi Budi Daya Kedelai pada Kebun Sawit Muda di Lahan Pasang Surut Arief Harsono; Didik Sucahyono; Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Buletin Palawija Vol 18, No 2 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 2, 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v18n2.2020.p62-73

Abstract

Di Indonesia, kebun sawit muda di lahan pasang surut mempunyai potensi besar untuk pengembangan kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk merakit dan mengevaluasi paket teknologi budi daya kedelai pada lahan pasang surut di perkebunan sawit muda. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe C di antara tegakan kelapa sawit umur 2-3 tahun di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Penelitian terdiri atas dua tahap: 1) penelitian skala plot untuk mengetahui respons beberapa varietas kedelai terhadap tingkat kejenuhan Al tanah, dan 2) evaluasi kelayakan paket teknologi yang dirakit dari hasil penelitian pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus lebih adaptif dan mampu memberikan hasil lebih tinggi pada lahan pasang surut hingga kejenuhan Al 30% dibanding varietas Anjasmoro dan Panderman. Varietas Anjasmoro memiliki ukuran biji lebih besar dan pada kejenuhan Al 30% mampu memberikan hasil tidak berbeda dengan hasil pada kejenuhan Al 20%, yaitu 1,68 t/ha. Pada kebun sawit umur <3 tahun di lahan pasang surut dengan pH tanah <4,8 dan kejenuhan Al >38%, paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi dapat meningkatkan hasil kedelai menjadi 1,64 t/ha biji kering bila dibandingkan dengan paket teknologi eksisting petani (0,96 t/ha) dan paket rekomendasi Dinas Pertanian (0,92 t/ha). Dengan nilai MBCR 1,70 dan 3,44 masing-masing terhadap paket teknologi eksisting petani dan paket teknologi rekomendasi Dinas Pertanian, maka paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi ini layak diadopsi dan diterapkan oleh petani.
PENGARUH PEMBENAH TANAH DAN INOKULAN RHIZOBIUM PADA KEDELAI DI TANAH MASAM ULTISOL Sri Ayu Dwi Lestari; Arief Harsono
Buletin Palawija Vol 15, No 1 (2017): Buletin Palawija Vol 15 No 1, 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (140.872 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v15n1.2017.p8-14

Abstract

Upaya peningkatan produksi kedelai untuk mencapai swasembada akan dilakukan pada tanah masam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembenah tanah Bio Soil Neutralizer (BSN) dan Inokulan Rhizobium Elang Biru (IRE) terhadap sifat fisik tanah, perubahan pH tanah, dan hasil kedelai di tanah masam Ultisol. Penelitian pada tanah masam dilaksanakan di rumah kaca Balitkabi menggunakan tanah Ultisol asal Lampung Timur. Penelitian di rumah kaca menggunakan rancangan acak kelompok 3 ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri atas: 1) Kontrol; 2) BSN; 3) BSN + IRE; 4) BSN + IRE + dolomit + pupuk PK; 5) BSN + IRE + dolomit + pupuk PK + pupuk kandang sapi (pukan); 6) Agrisoy-2 + dolomit + pukan + pupuk PK; 7) Dolomit + pukan + NPK; dan 8) IRE + dolomit + pupuk PK. Varietas kedelai yang digunakan adalah Burangrang. Dosis BSN = 3 liter/350 liter air/ha, IRE = 0,3 kg/ha, Pukan = 3 t/ha, Agrisoy-2 = 0,3 kg/ha, N = 25 kg N/ha, P = 50 kg P2O5/ha, dan K = 75 kg K2O/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSN bersifat alkalis dengan pH 12,8, setelah diencerkan sesuai dengan dosis anjuran (3 liter/350 liter air/ha), pH turun menjadi 6,5. Di tanah Ultisol (percobaan pot) pemberian BSN dapat meningkatkan pH tanah dari 4,3 menjadi 5,5 dan mampu meningkatkan hasil kedelai 45% apabila disertai penggunaan IRE. Perlakuan ini dapat meningkatkan hasil lebih tinggi bila kejenuhan Al diturunkan hingga mencapai sekitar 20% dengan dolomit dan ditambah pupuk P dan K. Penggunaan IRE dapat meningkatkan pembentukan bintil akar efektif kedelai dari 1,5 bintil menjadi 8,5 bintil/tanaman. 
Produktivitas Tumpangsari Kedelai dengan Jagung pada Akhir Musim Hujan di Lahan Kering Beriklim Kering (Productivity of Soybean Intercropping with Maize at the End of Rainy Season in Dry Land with Dry Climate ) Afandi Kristiono; Siti Muzaiyanah; Dian Adi Anggraeni Elisabeth; Arief Harsono
JURNAL PANGAN Vol. 29 No. 3 (2020): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v29i3.495

Abstract

ABSTRAK Luas panen kedelai di Indonesia pada 2017 hanya mencapai 355.799 ha dengan produksi 538.728 ton. Untuk mencapai swasembada, luas panen tersebut harus dapat ditingkatkan menjadi 1,2 juta ha dengan produktivitas 1,6 ton/ha. Peningkatan luas panen kedelai dapat dilakukan pada lahan kering dan iklim kering yang pemanfaatannya belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas dan kelayakan teknis paket teknologi budidaya kedelai tumpang sari dengan jagung di lahan kering beriklim kering. Penelitian dilaksanakan pada musim hujan (MH) 2017/2018 di Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada zona iklim D3 (3–4 bulan basah/tahun) dengan jenis tanah vertisol, mengikuti pola tanam padi gogo – jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara tanam tumpang sari kedelai dengan jagung baris ganda setelah panen padi gogo, mampu memberikan hasil biji jagung kering 2,03 ton/ha dan kedelai 1,50 ton/ha. Cara tanam ini lebih menguntungkan daripada tanam jagung atau kedelai monokultur yang berturut-turut memberikan hasil 3,50 ton/ha dan 1,85 ton/ha biji kering. Hasil kedelai dan jagung pada saat penelitian tidak maksimal karena selama pertumbuhan curah hujan hanya 194 mm, sehingga tanaman terutama jagung mengalami cekaman kekeringan. Keuntungan usahatani kedelai monokultur, jagung monokultur, dan kedelai tumpang sari dengan jagung berturut-turut adalah Rp8.633.500,00; Rp5.039.400,00; dan Rp11.090.600,00 per ha. Tumpang sari kedelai dengan jagung mampu memanfaatkan lahan lebih efisien dengan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) 1,39. kata kunci: jagung, kedelai, lahan kering beriklim kering, tumpang sari ABSTRACT Soybean harvested area in Indonesia in 2017 only reached 356,799 ha with a total production of 538,728 tons. To achieve self-sufficiency, the harvested area must be increased to 1.2 million ha with a productivity of 1.6 tons/ha. To increase the harvested area, soybean can be developed in a dry land with dry climate that has not been utilized optimally. The study aimed to evaluate the productivity and technical feasibility of soybean intercropping with maize in a dry land with a dry climate. The study was conducted in the rainy season of 2017/2018 at Tegaldlimo Sub-district, Banyuwangi Regency, East Java Province in the D3 climate zone (3–4 wet months/year) at vertisol soil using the cropping pattern of upland rice-maize.The results indicated that soybean is intercropping with maize in a double row after upland rice harvesting was able to provide the dry seeds yield of maize 2.03 tons/ha and soybean 1.50 tons/ha. This planting method was more profitable compared to maize monoculture yielding 3.50 tons/ha or soybean monoculture yielding 1.85 tons/ha dry seeds yield. The yields of soybean and maize in the study were not optimal due to low precipitation to only 194 mm during the plant growth, so the crops, particularly the maize experienced drought stress. The benefits of soybean monoculture, maize monoculture, and soybean intercropping with maize farming were 8,633,500 IDR, 5,039,400 IDR, and 11,090,600 IDR per ha, respectively. The soybean intercropping with maize was also able to utilize land more efficiently with a Land Equivalent Ratio (LER) of 1.39. keywords: maize, soybean, dry land with dry climate, intercropping