Kepadatan penduduk dan tingginya aktivitas perekonomian menyebabkan permasalahan sampahdi Bandung semakin kompleks. Sejak 2004, pemerintah kota merencanakan pembangunan Pembangkit ListrikTenaga Sampah (PLTSa) sebagai solusi. Namun, rencana tersebut mendapatkan perlawanan kelompok aktivislingkungan yang kemudian bergabung dengan LPTT-BGC dan Walhi Jabar. Paper ini menganalisis dinamikagerakan lingkungandalam menentang pembangunan PLTSa. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif.Data diperoleh pada awal 2012 melalui wawancara dengan para aktivis utama, observasi pada kegiatan mereka,dan dokumentasi pengelolaan sampah di Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa institusionalisasikelompok aktivis setelah bergabung dengan LPTT-BGC dan Walhi Jabar telah mengubah pendekatan gerakanpada shallow ecology dan berhaluan realis.Meskipun institusionalisasi gerakan membawa metode yang lebihpersuasif, tetapi di sisi lain memungkinkan para aktivis mengembangkan diri dan memperkuat perjuangannyamenolak PLTSa secara lebih terorganisasi. Melalui LPTT-BGC, upaya-upaya gerakan kemudian lebih diarahkanpada penyelamatan kondisi lingkungan yang ada melalui program edukasi masyarakat dan melakukan kerjasamaselektif dengan pemerintah dan swasta, sedangkan melalui Walhi Jabar para aktivis dapat memanfaatkan potensipotensisumberdayaseperti jejaring gerakan, media massa, dan partisipan yang massif.Kata Kunci:institusionalisasi gerakan, gerakan lingkungan, gerakan sosial, masalah sampah.