Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kedelai dan Politik Pangan Iskandar Andi Nuhung
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v31n2.2013.123-135

Abstract

EnglishSoybean is one of strategic food crops contributing in the domestic economy, namely enhancing farmers’ income and promoting industry such as tofu, tempeh, and soy sauce, among others. Indonesia is a net importer of soybean to meet its domestic demand. The country only produce soybean around 25 percent of its national consumption. Increases in soybean import price took place in 2008, 2012 and 2013 and made the domestic industry and the government panic. Learning from these experiences, Indonesia has to formulate its food politics in addressing food self sufficiency as a part of food security. Policy, planning and program of food crops development including soybean is not well managed. Predicted soybean production and import volumes show significant differences with the actual ones. Soybean production tends to decrease and soybean import tends to increase since 2004 up to now. Soybean self sufficiency deals with such issues, i.e. low productivity, low technology application, land use competition, high risk, non irrigated areas, price fluctuation, low incentive for investment, and climate change influences. Indonesia should establish market intelligence and formulate a better business environment, land consolidation, sufficient budget allocation, infrastructure development (e.g. irrigation, farm roads, transportation, and economic infrastructure) and better credit access to farmers for food development. The most important issue is returning the authority of food management to the central government to ensure effectiveness of food development which requires commitment from all stakeholders including the government and the parliament. Soybean issue is a good experience useful as a shock therapy and a test case for food management in Indonesia. IndonesianKedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang berperan penting dalam perekonomian nasional, merupakan sumber pendapatan petani dan mendorong perkembangan industri seperti industri tahu, tempe, kecap dan industri lainnya. Indonesia termasuk negara yang banyak mengimpor kedelai untuk memenuhi permintaan konsumsi dalam negeri,  karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik. Produksi kedelai dalam negeri hanya menyumbang sekitar 25 persen dari total kebutuhan nasional yang mencapai sekitar 3,5 juta ton per tahun. Oleh karena itu kenaikan harga kedelai impor, seperti yang terjadi tahun 2008, 2012 dan juga 2013, telah membuat panik industri tahu-tempe dan juga pemerintah. Data dan informasi yang ada menunjukkan bahwa kebijakan dan program pembangunan komoditas pangan termasuk kedelai belum komprehensif dan terkoordinasi secara baik. Realisasi produksi dan volume impor jauh dari proyeksi yang dibuat oleh pemerintah. Swasembada kedelai, misalnya, dihadapkan pada berbagai masalah seperti produktivitas yang rendah, kurangnya aplikasi teknologi, persaingan dalam penggunaan lahan, berisiko tinggi, tergantung air hujan, harga yang fluktuatif, kurangnya insentif untuk investasi dan terjadinya anomali iklim. Indonesia harus mengembangkan intelijen pasar, konsolidasi penggunaan lahan, penyediaan pembiayaan dan kredit untuk pembangunan pangan. Politik pangan yang perlu dipertimbangkan adalah mengembalikan kewenangan urusan pengelolaan pangan kepada Pemerintah Pusat untuk menjamin efektivitas pembangunan pangan nasional. Pembangunan pangan hanya bisa berhasil jika dan hanya jika ada komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, pemerintah dan parlemen. Kasus dan isu kedelai yang selalu berulang merupakan terapi kejut dan menguji kehandalan pengelolaan pangan nasional.
Kinerja, Kendala, dan Strategi Pencapaian Swasembada Daging Sapi Iskandar Andi Nuhung
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v33n1.2015.63-80

Abstract

EnglishIndonesia has a big opportunity to realize cattle meat self-sufficiency, and even it is possible to become an exporter such in 1970’s. This article reviews the constraint issues in cattle industry and formulates a concept of cattle industry toward meat self-sufficiency. Cattle industry deals with typical culture and characteristics of business, policy and political issues, financial scheme, limited grassing field, breeding, development management, meat market and price, competitiveness, and inter-institutional coordination. All of those problems shift Indonesia from an exporter to an importer. In the future, political will, domestic product orientation, prioritizing small farmers through partnership, integrated farming, franchise system, cattle development project management unit are necessary to boost cattle industry. Other attempts to take by the government are special credit scheme for cattle development, grassing field development, cattle breed supply through breeding farm system development, effective and accountable cattle development management. The government needs to reformulate cattle development road map to accommodate internal and external environment issues, and to emphasize the goals of cattle industry development, such as increasing cattle population, enhancing meat product, improving cattle farmers’ income, and sustaining cattle meat self-sufficiency. IndonesianIndonesia berdasarkan potensi sumber daya alam, sumber daya genetik, budaya, teknologi, dan pengalaman sejarah mempunyai potensi yang besar untuk mewujudkan swasembada daging sapi, bahkan dapat kembali menjadi eksportir sapi seperti di tahun 1970-an. Tulisan ini mencoba mengidentifikasi permasalahan dan beberapa konsep pemikiran pemecahan masalah serta implikasi kebijakan untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Beberapa masalah yang menjadi bottleneck pengembangan ternak sapi seperti sifat dan karakteristik pengembangan sapi, kebijakan yang belum komprehensif, skim pembiayaan yang terbatas, alih fungsi dan terbatasnya lahan penggembalaan, sumber bibit yang terbatas, manajemen dan pola pengembangan yang belum efektif, kepastian harga dan pasar masih lemah, dan koordinasi yang lemah, perlu mendapat perhatian. Indonesia menjadi importir sapi dengan nilai yang cukup besar yaitu mencapai Rp13,5 triliun tahun 2014. Selain kemauan politik, juga diperlukan ketegasan kebijakan yang berpihak pada produk daging sapi dalam negeri dan peternak, pilihan pola pengembangan yang efektif menjawab masalah mendasar yang dihadapi terutama pelibatan peternak sapi, seperti pola Inti Plasma, pola pembangunan peternakan sapi terpadu, pola waralaba (franchise), pola Unit Pelaksana dan Pembinaan Peternakan Sapi (UP4S). Diperlukan adanya skim khusus pembiayaan seperti pada skim pengembangan perkebunan pola PIR-BUN. Kepastian lahan pengembangan, sumber bibit yang terjamin ketersediaan jumlah dan kualitasnya, serta manajemen pengelolaan pengembangan yang efektif dan akuntabel sebagai upaya terobosan debottlenecking untuk pengembangan ternak sapi nasional. Pemerintah perlu menyusun kembali cetak biru atau peta jalan pengembangan ternak sapi yang didasarkan pada hasil pengkajian yang komprehensif dengan mengakomodasi perkembangan lingkungan strategis baik domestik, maupun di dunia internasional dalam rangka peningkatan populasi, produksi, pendapatan dan kesejahteraan peternak, serta swasembada berkelanjutan daging sapi.
STRATEGI PENGENDALIAN IMPOR HORTIKULTURA Iskandar Andi Nuhung
AGRIBUSINESS JOURNAL Vol 7, No 2 (2013): AGRIBUSINESS JOURNAL
Publisher : Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.798 KB) | DOI: 10.15408/aj.v7i2.5177

Abstract

Selama ini konsumsi  hortikultura masyarakat Indonesia relatif masih rendah jika dibandinggan negara Asean lainnya apalagi jika dibanding dengan negara maju seperti AS,Eropa dan Jepang. Sehingga dengan kenaikan pendapatan masyarakat mereka meningkatkan konsumsi produk hortikultura (dalam teori ekonomi disebut marginal propensity to consume =MPC masyarakat meningkat). Komoditi hortikultura buah dan sayuran yang memiliki elastisitas permintaan  cukup tinggi, mengisyaratkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka permintaan akan barang tersebut akan semakin naik pula. Oleh karena itu adalah suatu hal yang normal dan  alami jika terjadi impor hortikultura ketika laju pertumbuhan permintaan lebih besar dari laju pertumbuhan suply dari produksi dalam negeri.  Indonesia sebagai negara tropis dan agraris, meskipun memiliki potensi sumber daya alam dan kekayaan genetik yang besar, namun tetap saja harus mengimpor produk pertanian tertentu termasuk produk hortikultura untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri. Dalam era globalisasi saat ini, perdagangan barang dan jasa termasuk produk hortikultura, dihadapkan pada tantangan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Bagi negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk pengembangan hortikultura,dituntut untuk membangun dan mengembangkan strategi untuk mengendalikan impor produk-produk hortikultura, untuk memberi ruang gerak yang leluasa bagi produk dalam negeri untuk menjadi pemain utama di pasar domestik, baik karena pertimbangan ekonomi, sosial, dan kemandirian bangsa. Strategi promosi dan proteksi yang disederhanakan menjadi lima upaya pengendalian impor hortikultura perlu dirumuskan aplikasi dan operasionalisasinya, yang dipedomani oleh semua pihak di pusat dan daerah. Melalui strategi tersebut diharapkan produk hortikultura nasional dapat menjadi tuan dirumah sendiri, karena memiliki kemampuan bersaing yang tinggi.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA Yona Namira; Iskandar Andi Nuhung; Mudatsir Najamuddin
AGRIBUSINESS JOURNAL Vol 11, No 2 (2017): AGRIBUSINESS JOURNAL
Publisher : Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.115 KB) | DOI: 10.15408/aj.v11i2.11843

Abstract

This study aims to 1) identify factors that affect the import of rice in Indonesia 2) analyze the influence of these factors on imports of rice in Indonesia. The data used in this research are time series data from 1994 to 2013 from the Central Statistics Agency (BPS), the Ministry of Agriculture, Ministry of Commerce, National Logistics Agency (Bulog), and Bank Indonesia. Multiple linear regression through SPSS software version 21 was employed to analyze the data. The test results together indicated the variables of productions, consumptions, stocks of rice, domestic rice prices, international rice prices and the rupiah against the US dollar affect the imports of rice in Indonesia.
TELAAHAN KONVERSI TEMBAKAU, SUATU TINJAUAN EKONOMI Iskandar Andi Nuhung
AGRIBUSINESS JOURNAL Vol 8, No 2 (2014): AGRIBUSINESS JOURNAL
Publisher : Departement of Agribusiness Faculty of Science and Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.136 KB) | DOI: 10.15408/aj.v8i2.5133

Abstract

Para peneliti kesehatan menemukan bahwa, rokok adalah penyebab dominan penyakit kanker,paru-paru dan penyakit serius lainnya. Konvensi Internasional melalui Konvensi Pengendalian Tembakau bertujuan untuk melindungi generasi muda dari penyakit serius yang disebabkan oleh dampak dari rokok. Larangan merokok tersebut, berimbas pada kegiatan pengembangan tembakau diseluruh dunia termasuk  Indonesia. Konversi harus memperhatikan seluruh aspek, baik teknis, ekonomi dan sosial budaya. Jika dipaksakan mengkonversi tembakau dengan komoditi lain, sementara bertambahnya jumlah perokok, maka Indonesia harus mengimpor rokok dengan harga mahal. Pendapatan negara dalam bentuk cukai dan kesempatan kerja yang cukup besar, merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum keputusan konversi dilakukan. Saat ini Indonesia termasuk negara produsen tembakau terbesar ke-lima di dunia. Karena pengembangan tembakau di Indonesia sudah berlangsung lama, sehingga pembudidayaan temabakau dikalangan masyarakat sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Maka diperlukan penelitian untuk mengetahui konversi tembakau dan tinjauannya dalam aspek perekonomian. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa  bisnis tembakau terkait dengan industri rokok serta sektor ekonomi lain yang melibatkan jutaan orang seperti petani maupun karyawan/buruh, maka konversi tembakau harus memperhatikan  Komoditas yang dipilih memiliki nilai ekonomi minimal equal dengan nilai bisnis tembakau. Konversi dilakukan dengan komoditi yang secara teknis spesifik lokasi untuk dikembangkan. Konversi areal dilakukan secara bertahap dan pemerintah memberikan stimulasi penyediaan benih dan pasar produk yang dihasilkan oleh petani. Perlu dilakukan kajian konprehensif dengan memperhatikan segala aspek dan impilkasinya bagi petani, industri, masyarakat dan kepentingan nasional, melalui penyusunan Fesibility Study. Karena bisnis tembakau terkait sektor-sektor pembangunan lainnya, maka perlu dilakukan koordinasi dengan pemerintah daerah.