Monica Puspa Sari
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Interferon Gamma sebagai Deteksi Awal Infeksi yang Disebabkan oleh Toxoplasma gondii Monica Puspa Sari
Jurnal MedScientiae Volume 1 No 01 : Mei - Agustus 2022
Publisher : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ukrida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.505 KB) | DOI: 10.36452/jmedscientiae.vi.2572

Abstract

Early diagnosis of Toxoplasma gondii infection is crucial for the efficacy of the treatment. The medicine only kill tachyzoite form but not in bradyzoite form that can be found in the cyst. As we know, the shorter the time that we use to detect the infection, the greater the chance of the treatment to success. However, a diagnostic method, the antibody-based serological tests, often is used to detect T. Gondii but have some limitations. Based on recent research, a test known as Interferon-gamma release assay (IGRA), was introduced to detect T. gondii infection. The test was based on T cellin vitro assays and can detect both acute and chronic infections. IGRA can detect the infection as early as day 3, while IgM and IgG serum can be detected on day 9 and 13 post-infection. IGRA accurately distinguish between infected and non infected individuals by showing an activation of lymphocytes after being stimulated via in vitro by T. gondii antigens, even on the first day of life. IGRA is an easy and inexpensivemethod to measure cell mediated immunity to T. gondii. Therefore, IGRA has the potential to be a diagnostic tool for the early detection of T.gondii infection.
Interferon Gamma sebagai Deteksi Awal Infeksi yang Disebabkan oleh Toxoplasma gondii Monica Puspa Sari
Jurnal MedScientiae Vol. 1 No. 1 (2022): August
Publisher : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ukrida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jmedscie.v1i1.2572

Abstract

Early diagnosis of Toxoplasma gondii infection is crucial for the efficacy of the treatment. The medicine only kill tachyzoite form but not in bradyzoite form that can be found in the cyst. As we know, the shorter the time that we use to detect the infection, the greater the chance of the treatment to success. However, a diagnostic method, the antibody-based serological tests, often is used to detect T. Gondii but have some limitations. Based on recent research, a test known as Interferon-gamma release assay (IGRA), was introduced to detect T. gondii infection. The test was based on T cellin vitro assays and can detect both acute and chronic infections. IGRA can detect the infection as early as day 3, while IgM and IgG serum can be detected on day 9 and 13 post-infection. IGRA accurately distinguish between infected and non infected individuals by showing an activation of lymphocytes after being stimulated via in vitro by T. gondii antigens, even on the first day of life. IGRA is an easy and inexpensivemethod to measure cell mediated immunity to T. gondii. Therefore, IGRA has the potential to be a diagnostic tool for the early detection of T.gondii infection.
A literature review Insektisida Nabati dalam Bentuk Aerosol Terhadap Mortalitas Aedes aegypti Alexander; Monica Puspa Sari; Rina Priastini Susilowati
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 2 (2022): MEI-AGUSTUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i2.2091

Abstract

Demam berdarah dengue merupakan penyakit endemik di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan kasus infeksi demam berdarah dengue sehingga dibutuhkan tindakan pencegahan berupa penggunaan insektisida. Insektisida dapat digolongkan menjadi insektisida nabati dan insektisida sintetik. Insektisida nabati lebih baik dibandingkan insektisida sintetik karena dapat diurai lingkungan dan aman bagi manusia karena berasal dari tanaman herbal. Penggunaan inseksitisda nabati dapat digunakan dalam berbagai bentuk. Dari sisi efektivitas dan pengaruh terhadap pengguna sediaan aerosol lebih efektif dibandingkan dengan sediaan lainnya. Indikator penilaian toksisitas suatu tanaman dapat berupa EC50, LC50 dan KT50 yang dapat menilai tanaman manakah yang paling kompetibel untuk dijadikan sebagai insektisida nabati. Tinjauan pustaka ini mengevaluasi efektifitas berbagai jenis insektisida nabati bentuk aerosol.
Tinjauan Pustaka: Efikasi Permetrin 5% sebagai Terapi Skabies Dwina Irene; Monica Puspa Sari; Inneke Kusumawati Susanto
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 3 (2022): SEPTEMBER-DESEMBER
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i3.2324

Abstract

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var hominis. Penyakit ini sangat mudah menyerang manusia yang hidup berkelompok seperti asrama, barak, dan lain-lain. Krim permetrin 5% merupakan tata laksana yang sering digunakan dan dinilai aman serta memiliki efektivitas yang tinggi. Meskipun permetrin sebagai obat pilihan utama yang baik untuk skabies, terdapat beberapa skabisida yang dinilai aman dan efektivitasnya sebanding dengan permetrin. Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mengetahui kemanjuran dari krim permetrin 5% yang dibandingkan dengan terapi skabies lainnya. Metode pencarian yang dilakukan pada studi literatur ini dengan cara pencarian basis data elektronik melalui Google scholar, Pubmed, dan Proquest. Dari literatur yang ditemukan didapatkan bahwa efikasi dan efektivitas terhadap obat skabies lebih banyak dimiliki oleh krim permetrin 5%, dengan angka kesembuhan di minggu akhir percobaan rata-rata mencapai 89-100%. Faktor yang memengaruhi efikasi seperti farmakokinetik, kepatuhan penggunaan obat, durasi waktu, dan resistensi terhadap permetrin. Permetrin 5% mempunyai efikasi yang lebih baik dibandingkan obat skabies lainnya. Pengaplikasian permetrin dengan pedoman waktu selama 8-12 jam dinilai cukup mampu mematikan tungau dan mengurangi lesi serta rasa gatal yang cepat.
Kontaminasi Telur Cacing Soil Transmitted Helminths pada Daun Selada (Lactuca sativa) : Literature Review Zefanya Decfy Irene; Monica Puspa Sari
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 29 No 1 (2023): JANUARI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v29i1.2405

Abstract

Prevalensi penyakit infeksi yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH) mencapai 60-80% dari penduduk Indonesia. Infeksi STH ditularkan melalui kotoran atau feses manusia yang telah terinfeksi telur cacing dan mengkontaminasi tanah. Telur yang terkontaminasi akan menempel pada sayuran yang tumbuhnya dekat dengan tanah seperti selada yang disajikan secara mentah. Sayur selada sering terkontaminasi oleh parasit usus seperti STH karena telur yang menempel pada daun selada. Studi ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi telur cacing pada sayur selada selama 5 tahun terakhir ini. Metode yang digunakan pada studi ini dengan cara pencarian artikel dalam basis eletronik melalui internet dengan menggunakan Google scholar, Pubmed, dan Proquest. Hasil didapatkan bahwa masih ada kontaminasi STH pada sayur selada dan jenis cacing paling banyak mengkontaminasi adalah Ascaris lumbricoides. Faktor yang mempengaruhi kontaminasi pada selada adalah teknik pencucian yang kurang bersih, pemakaian pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan, dan sistem irigasi untuk menyiram sayuran yang telah terkontaminasi.