Moch. Dimas Galuh Mahardika
Universitas Sebelas Maret

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KERANGKA KONSEPTUAL UNTUK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA Moch. Dimas Galuh Mahardika
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v3i2p136-145

Abstract

Abstrak: Keberagaman yang terintegrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu hal yang harus menjadi fokus pengamatan dalam konteks pendidikan hari ini. Mengingat negara ini adalah negara yang dihuni oleh berbagai macam suku bangsa, ras dan agama, sedikit banyak menjadi salah satu faktor terjadinya konflik yang berbau SARA, seolah-olah mencederai toleransi atas keberagaman dan perbedaan itu sendiri. Maka pendidikan harus hadir dalam bingkai yang baru untuk mengakomodir pikiran dan pemahaman tentang keberagaman untuk kemudian dapat diajarkan kepada masyarakat. Pendidikan multikultural dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengkampanyekan dan membelajarkan keberagaman dalam kerangka pemikiran dan praktik yang lebih konkrit, dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana menjalani kehidupan di tengah lingkungan masyarakat yang serba beragam.  
PERTIMBANGAN PEMILIHAN STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN ORIENTASI STUDENT ACTIVE LEARNING DI SMA Moch. Dimas Galuh Mahardika
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 4, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v4i1p9-21

Abstract

Today’s, learning paradigm has begun to be directed at student activities become learning centres. History learning, which is identical to the teacher’s domination with the lecture method, has begun to be transformed into empowering independently learning students activities, the goal is oriented towards student active learning. To implement this idea, it’s necessary to develop a history learning strategy expected to be achieved that goal. In developing learning strategies that are oriented towards student activities, some basic considerations that are elements in history learning must be considered to provide great opportunities for students to build their knowledge independently. This article is based on the study of literature, then produce an idea as a contribution to improving the quality of history learning.
KEPENTINGAN REZIM DALAM BUKU TEKS SEJARAH DI SEKOLAH Moch. Dimas Galuh Mahardika
ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Sejarah Vol 16, No 1 (2020): ISTORIA Edisi Maret 2020, Vol 16, No.1
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/istoria.v16i1.33401

Abstract

Sejarah dikenal sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan manusia di masa lampau dengan berbagai dinamika dan perkembangannya. Posisi sejarah dalam pembelajaran di sekolah adalah untuk memberikan pemahaman tentang cara dan proses berpikir dalam mengkaji peristiwa-peristiwa masa lalu, serta yang tidak kalah penting adalah penamaman identitas sebagai sebuah bangsa kepada peserta didik. Bentuk lain historiografi dalam ruang lingkup pendidikan formal adalah buku teks. Buku teks di dalam pembelajaran sejarah menempati posisi penting. Sebagai salah satu sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran di sekolah, buku teks sudah selayaknya menyajikan fakta sejarah yang benar-benar objektif, yang tidak semata-mata memuat kepentingan rezim saja. Mengingat tujuan dari pembelajaran sejarah adalah untuk memberikan kesadaran sejarah kepada peserta didik supaya mereka benar-benar mengenal identitasnya. Siswa perlu untuk mengenali identitas bangsa mereka secara utuh, tidak selayaknya mereka menerima doktrin-doktrin yang memiliki kencenderungan politis, mereka harus diupayakan untuk membuka pikiran lebih luas dan membuka diri demi membangun pengetahuan sejarah yang kompleks, dan luas.
Pembelajaran IPS sebagai penguat nasionalisme dalam menghadapi tantangan di era globalisasi Moch. Dimas Galuh Mahardika; Fahmi Nur Ramadhan
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS Vol. 6, No. 2
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nasionalisme merupakan keadaan pikiran, di mana kesetiaan individu muncul sebagai akibat dari eksistensi negara-bangsa. Keterikatan yang mendalam dengan tanah asal seseorang, dengan tradisi lokal otoritas teritorial yang mapan telah ada dalam kekuatan yang berbeda-beda di sepanjang proses sejarahnya. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang telah menghadapi berbagai tantangan zaman dalam berbagai fase sejarah terbentuk sebagai bangsa yang kuat. Kekuatan bangsa Indonesia dalam perspektif sejarah menguat saat nasionalisme mulai menggeser sifat-sifat primordial dan mengutamakan kepentingan yang bersifat nasional. Pentingnya penguatan nasionalisme hari ini adalah untuk tetap menjaga identitas luhur bangsa Indonesia di tengah arus globalisasi. Pembelajaran IPS merupakan salah satu kunci untuk memberikan dasar penanaman identitas generasi penerus bangsa dalam menghadapi segala tantangan dan ancaman arus globalisasi.  Kata Kunci: nasionalisme; globalisasi; pembelajaran IPS DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um022v6i22021p78
Pengenalan tradisi Laras Madya dalam pembelajaran IPS melalui pendekatan konstruktivisme Moch. Dimas Galuh Mahardika; Sariyatun Sariyatun
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS Vol.5, No. 2
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Social science learning is an effort to provide student’s knowledge and comprehension about social condition in daily life. Basicly, social science is an integration of the study of social science such as, history, geography, economics, politic, sociology and other humanities science. So, the main purpose of social science learning to create the humans who are aware of their position as members of civil society. The introduction of local tradition also needs to be included in gerenal material on social science learning. Students are able to know more about existence of local tradition, one of wich is Laras Madya tradition. Laras Madya tradition is a one of the local tradition that can be inserted into the general social science learning materials. The approach to introduce this tradition is constructivism. Constructivism is an effective approach to use because can provides sufficient space for student to actively seek, collect, and process information to build their knowledge. This article is the author’s conceptual idea wich aims to provide a new reference about local tradition. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um022v5i22020p103
Agresi Militer Belanda di Wilayah Batu Pujon 1947-1948: Sebuah Kajian Sejarah Lokal Moch. Dimas Galuh Mahardika
Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 11, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/jc.v11i1.14979

Abstract

Abstrak: Peristiwa yang menandai periode 1945-1950 adalah Agresi Militer I dan II oleh pemerintah Belanda dengan mengerahkan berbagai divisi militer sebagai upaya merebut kembali tanah jajahan. Keinginan besar Belanda untuk mendapatkan kekuasaan kembali atas Indonesia setelah proklamasi merupakan salah satu bentuk ancaman nyata yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dengan dalih "Aksi Polisionil", tentara Belanda melakukan aktifitas militer di wilayah Indonesia, sekaligus melanggar perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Gejolak di berbagai daerah mulai muncul, salah satunya terjadi di wilayah Batu-Pujon. Monumen status quo lijn di daerah Pujon menjadi simbol batas pendudukan Belanda dan wilayah Republik. Pertempuran yang terjadi di wilayah Batu-Pujon merupakan salah satu dari sekian banyak pertempuran yang terjadi selama periode Agresi Militer. Artikel ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah untuk menceritakan peristiwa Agresi Militer Belanda dalam konteks sejarah lokal wilayah Batu- Pujon.Kata Kunci: Agresi, Militer, Belanda, Batu, Pujon, TNI.Abstract: One of the events marking the period 1945-1950 was the Military Aggression I and II which deployed many military divisions in an effort to fight for independence in the regions. The Dutch' great desire to regain control of Indonesia after the proclamation is one form of real threat that must again be faced by the Indonesian nation. Under the pretext of "Police Action", the Dutch soldiers carried out military activities while violating a previously agreed agreement. Turmoil in various regions began to appear, one of them in the Batu-Pujon region which is one of the highlands and flanked by several mountains. The status quo monument in Pandesari area became a symbol of the boundaries of dutch occupation and Republic territory. The battle that took place in the Batu-Pujon region was a small battle that took place during the Military Aggression. This article written by using the historical research methods try to explain the history of Dutch Military Agression in the local history context of Batu-Pujon region. Keywords: Agression, Batu, Pujon, Indonesian, National, Army.
Historiografi Indonesiasentris: problematika dan tantangan Moch. Dimas Galuh Mahardika; Danan Tricahyono; Erisya Pebrianti Pratiwi; Fahmi Nur Ramadhan
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 1, No 4 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1068.421 KB) | DOI: 10.17977/um081v1i42021p459-469

Abstract

The historical journey of the Indonesian nation needs to be written in its entirety that accommodates various perspectives in order to instill national identity. De-colonization is an attempt to dismantle something colonial, and accentuate something more national or at least 'different' from the colonial. In doing this work there are several problems and challenges that must be faced in order to be able to formulate a complete narrative of Indonesian history by pivoting to nationality. Various efforts have been made to formulate this goal such as, for example, Semniar Sedjarah Nasional 1957 which is considered as the initial milestone of Indonesian historiography. The ideas that appear in the forum are a form of seriousness in formulating Indonesian historiography. Some internal problems post-independence also coloring the pattern of Indonesian historiography.Perjalanan sejarah bangsa Indonesia perlu ditulis secara utuh yang mengakomodir berbagai perspektif dalam rangka menanamkan identitas nasional. De-kolonisasi merupakan suatu usaha untuk membongkar sesuatu yang kolonial, dan menonjolkan sesuatu yang lebih bersifat nasional atau paling tidak ‘berbeda’ dari yang kolonial. Di dalam melakukan pekerjaan ini terdapat beberapa problem dan tantangan yang harus dihadapi untuk dapat merumuskan narasi sejarah Indonesia yang utuh dengan berporos pada nasionalitas. Berbagai usaha telah dilakukan untuk merumuskan tujuan ini seperti misalnya, Seminar Sedjarah Nasional 1957 yang dianggap sebagai tonggak awal historiografi Indonesia. Berbagai gagasan yang muncul dalam forum tersebut merupakan bentuk keseriusan dalam merumuskan historiografi Indonesia. Beberapa problem internal pasca kemerdekaan turut mewarnai corak historiografi Indonesia.
Kesenjangan sosial dan diskriminasi penduduk campuran (Mestizos) di Hindia Belanda dalam kurun abad 18-19 Moch. Dimas Galuh Mahardika; Muhammad Yusuf Efendi
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1046.054 KB) | DOI: 10.17977/um081v2i22022p160-171

Abstract

When the Dutch came to power in the East Indies Islands, indo-Europeans or mestizo or "anak kolong" were considered a bad image for Europeans. They were born as a result of marital relations between European men and bumiputra women. Europeans think that the mistresses (nyai) are guilty of the birth of Indo-European children. Though the combination of two cultures that enter the life of the community makes them accustomed to coexistence between the two. Classification in colonial societies made the difference even more pronounced, indo-Europeans increasingly marginalized by social gap and discrimination. Discriminatory policies that put Europeans first in terms of jobs, education, create resentment and frustration among Indo-Europeans. Those who are increasingly depressed due to the difficulty of living in the Dutch East Indies take shortcuts by committing criminal acts such as opium smuggling, theft, and prostitution. This article written with historiographical methods attempts to recount the lives of mixed-blooded populations as one of the contributions of the field of social history studies. This presentation is expected to be an alternative to historical discussions that may not be written much in the official historical narrative.Saat Belanda berkuasa di Kepulauan Hindia Timur, orang-orang Indoeropa atau mestizo atau anak kolong dianggap sebagai citra buruk bagi kalangan orang-orang Eropa. Mereka lahir akibat hubungan perkawinan/pergundikan antara lelaki Eropa dan perempuan bumiputra. Orang-orang Eropa beranggapan bahwa para gundik (nyai) bersalah atas kelahiran anak Indoeropa. Padahal perpaduan dua budaya yang masuk dalam kehidupan masyarakat membuat mereka terbiasa hidup berdampingan di antara keduanya. Klasifikasi dalam masyarakat kolonial membuat perbedaan semakin terasa, orang-orang Indoeropa semakin terpinggirkan dengan adanya kesenjangan sosial dan diskriminasi. Kebijakan diskriminatif yang mengutamakan orang-orang Eropa dalam hal pekerjaan, pendidikan, menciptakan rasa dendam dan ketidaknyamanan di kalangan orang-orang Indoeropa. Perempuan yang semakin tertekan akibat sulitnya kesempatan hidup di Hindia Belanda mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan kriminal seperti penyelundupan opium, pencurian, dan prostitusi. Artikel yang ditulis dengan metode historiografi ini mencoba untuk menceritakan kehidupan penduduk berdarah campuran sebagai salah satu kontribusi bidang kajian sejarah sosial. Pemaparan ini diharapkan dapat menjadi alternatif diskusi sejarah yang mungkin belum banyak ditulis di dalam narasi sejarah resmi.