Hafid Rustiawan
Unknown Affiliation

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Peranan Akal Terhadap Potensi Beragama Hafid Rustiawan
Geneologi PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 7 No 2 (2020): December 2020
Publisher : Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/geneologipai.v7i2.3680

Abstract

Manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai potensi, diantara potensi-potensi tersebut adalah potensi beragama, dan potensi akal. Kedua potensi tersebut memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Potensi beragama sebagai potensi dasar bagikehidupan beragama, namun potensi beragama menjadi tidak berarti jika tidak ditupang oleh akal. Potensi beragama membutuhkan akal, dengan bimbingan akal potensi beragama berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan psiko fisik manusia. Meski tidak semua orang menggunakan potensi akalnya untuk mengembangkan potensi beragama, namun jika akal digunakan dalam hal hal yang berhubungan dengan agama, maka potensi beragama akan berkembang bahkan mampu menginternalisasikan nilai agama menjadi nilai pribadinya, sehingga nilai-nilai agama terealisasi dalam aktivitas manusia sehari-hari. Potensi beragama adalah sebuah daya kemampuan manusia untuk hidup beragama, dikatakan sebagai potensi, karena daya tersebut masih tersimpan, belum termanivestasikan dalam sebuah keyakinan dan prilaku beragama. Potensi beragama membutuhkan petunjuk, yakni upaya-upaya pengembangan yang positif, jika tidak, maka potensi beragama akan berkembang secara liar. Perkembangan potensi beragama sangat tergantung kepada upaya pengembangan, Jika dikembangkan secara optimal, maka potensi beragama akan berkembang seiring dengan upaya-upayayang dilakukan dalam pengembangannya. Pada dasarnya potensi beragama adalah sebuah keyakinan manusia terhadap Tuhannya sebagai pencipta (keyakinan tersebut dikategorikan kepada Tauhid Rububiyah), jika dikembangkan secara optimal akan berkembang pada sebuah system keyakinan yang puncaknya adalah menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya zat yang akan disembah (tauhid Uluhiyyah), namun jika tidak dikembangkan atau proses pengembangannya tidak relevan, maka potensi beragama akan berkembang pada perkembangan yang tidak relevan dengan agama yang sesuai dengan potensi beragama. Diantara unsur yang mampu menunjukkan/mengembangkan potensi beragama adalah akal. Akal adalah sebuah potensi berfikir manusia yang mampu memikirkan berbagai obyek, baik yang konkrit, maupun abstrak, yang tersurat, maupun yang tersirat, akal tidak hanya mampu menerima dan memahami yang sudah ada, tetapi melalui kemampuan berfikirnya, akal dapat mengkaji dan meneliti hingga terbangunnya ilmu pengetahuan baru yang belum ditemukan sebelumnya. Hubungannya dengan potensi beragama, akal berperan sebagai petunjuk yang mampu mengembangkan potensi beragama yang ada pada dirinya. Dengan petunjuk akal manusia mampu mengetahui Tuhannya.
DIFERENSIASI DALAM PRESTASI BELAJAR Hafid Rustiawan
Al Qalam Vol 11 No 62 (1996): September - Oktober 1996
Publisher : Center for Research and Community Service of UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten-Serang City-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1143.567 KB) | DOI: 10.32678/alqalam.v11i62.620

Abstract

Diferensiasi dalam Prestasi Belajar
FOKUS ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM Hafid Rustiawan
QATHRUNÂ Vol 1 No 01 (2014): Januari-Juni 2014
Publisher : Program Studi Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nafs berarti jiwa yaitu unsur psikhis manusia yang sangat potensial, menurut fithrohnya, nafs adalah suci, namun memiliki dua kekuatan yang seimbang, yakni yang membawa pada fujur dan yamg membawa kepada perbuatan-perbuatan taqwa, dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia akan berdampak pada kondisi nafs, sehingga nafs yang menurut fithrohnya bersih, suci dapat berubah menjadi kotor atau tetap dalam kesuciannya.Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia, serta dinamika kehidupan manusia, nafs juga mengalami dinamika secara labil, terkadang kearah baik, terkadang kearah buruk, terkadang seimbang terkadang salah satunya memiliki kekuatan secara konsisten. Kondisi seperti itu berpengaruh terhadap arah prilaku manusia, sehingga prilaku manusia terkadang baik, terkadang buruk terkadang buruk, bahkan terkadang konsisten pada salah satunya.Kondisi nafs berpengaruh terhadap kepribadian manusia, sehingga kepribadian manusia dapat dikategorikan kepada kepribadian yang zolim li al-nafsih muqtashid serta kepribadian yang fastabiq al-khoirot. Kepribadian yang zolim li al-nafsih didorong oleh nafs sayyi’ah, kepribadian muqtashid didorong oleh nafs lawwamah, sedangkan kepribadian fastabiq al-khoirot didorong oleh nafs muthma’innah dan kepribadian fastabiq al-khoirot adalah kepribadian yang menjadikan nafs eksis dalam kesuciannya sehingga disebut nafs muthmainnah.Pendidian Islam adalah pendidikan yang berupaya Untuk membentuk kepribadian yang baik dan kepribadian yang baik adalah kepribadian yang fastabiq al-khoirot, yakni yang senantiasa melakukan kebajikan-kebajikan. Untuk mencapai kepribadian tersebut, pendidikan harus menguatkan potensi berbuat baik pada nafs, yakni dengan membiasakan melakukan kebaikan-kebaikan dan menghalngi peserta didik dari melakukan perbuatanperbuatan yang buruk, sebab akan menimbulkan kebiasaan dan akan menguatkan potensi berbuata jahat peserta didik, sehingga potensi berbuat jahat memilikidaya yang lebih kuat dan akan mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk.
POTENSI KEPRIBADIAN (FAKTOR ESSOTERIS PEMBENTUK KEPRIBADIAN) Hafid Rustiawan
Tazkiya Vol 22 No 1 (2021): Januari - Juni 2021
Publisher : Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PKIK), UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepribadian adalah istilah dalam psikologi, yang digunakan untuk menggambarkan keseluruhan prilaku individu dalaminteraksi sosial, baik dalam bentuk perasaan, berfikir,bersikap, berkehendak, maupun dalam bentuk perbuatan, yang dilakukan secara konsisten dan cenderung menetap, yang menjadi ciri khas individu yang membedakan dengan yang lain. Kepribadian setiap orang antara yang satu dengan yang lainnya berbeda, meski berasal dari lingkungan yang sama, karena adanya faktor defferensiasi secara individualistik, baik secara psiko-fisik, sosial, maupun secara empiris. Tujuan penulisan adalah untuk mengungkap faktor-faktor essoteris yang membentuk kepribadian, dengan berdasarkan pendapat para ahli, sebagaimana yang terdapat dalam buku-buku yang membahas kepribadian serta yang membahas faktor-faktor yang membentuknya. Analisis dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber baik primer, maupun sekunder, serta menggunakan teknik penalaran induksi dan deduksi. Hasil kajian menunjukkan bahwa faktor essoteris yang membentuk kepribadian mencakup ruh, qolb, akal dan nafs. Keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan satu sama lain saling mempengaruhi, sehingga dalam mewujudkan prilaku-prilaku yang diinginkan, satu sama lainnya memiliki ketergantungan. Jika prilaku-prilaku tersebut dilakukan secara konsisten, yang seolah-olah menetap, maka terbentuklah suatu kepribadian individu yang berbeda dengan yang lainnya. Kepribadian yang terbentuk sangat tergantung kepada pengalaman hidupnya, baik yang dilihat, didengar, yang dirasakan, maupun yang pernah dilakukannya, semua pengalaman hidup tersebut bukan hanya mewarnai bahkan semuanya ikut membentuk kepribadian. Untuk mewujudkan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam, individu hendaknya diberikan pengalaman hidup yang sesuai dengan ajaran Islam semenjak dini, sebab kepribadian itu cenderung menetap, kalaupun terjadi perubahan, harus ada faktor yang memberikan pengaruh yang lebih kuat, sehingga individu mampu merubah tradisi prilaku yang sudah terbisa dilakukannya
Implikasi Al-Quran Suroh Al-Mu‘minun Ayat 13-14 Terhadap Pendidikan Hafid Rustiawan
Tazkiya Vol 22 No 2 (2021): Juli - Desember 2021
Publisher : Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PKIK), UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam perspektif ahli pendidikan, yang paling pertama dan paling utama yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak adalah pendidikan. Oleh karena itu pendidikan terhadap anak harus diberikankan semenjak dini, namun tidak semua orang memiliki perspektif yang sama, sehingga pendidikan sering terabaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap awal periode pendidikan dan aspek pendidikan yang terkandung dalam al-Qur’an, khususnya dalam suroh al-Mu’minun ayat 13-14. Kajian ini menjadi penting, mengingat al-Qur’an adalah sumber pokok ajaran Islam yang pertama dan utama, dan suroh al-Mu’minun ayat 13-14 adalah diantara ayat-ayat al-Qur’an yang jadi landasan dalam memahami proses penciptaan manusia, sedangkan pendidikan juga harus memperhatikan aspek manusia. Tujuan penulisan adalah untuk mengungkap isi kandungan al-Qur’an suroh al-Mu’minun ayat 13-14, guna keperluan mendapatkan kejelasan teori pendidikan yang dapat dipahami sebagai implikasi dari makna yang terkandung dalam suroh al-Mu’minun ayat 13-14, dengan pertimbangan bahwa suroh al-mu’minun memberikan petunjuk tentang proses penciptaan manusia. Karena pendidikan harus memperhatikan manusia (peserta didik), maka kandungan ayat tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses pendidikan. Hasil kajian terhadap ayat al-Qur’an suruh al-Mu’minun ayat 13-14 dipahami bahwa manusia diciptakan dari dua unsur. Pertama unsur materi, yaitu unsur yang membentuk fisik/jasmaniah manusia. Materi tersebut adalah nuthfah yang berasal dari sari pati tanah (sulalah min thin). Nuthfah yang bakal tumbuh menjadi embrio (janin) adalah yang sudah terjadi integrasi/pembuahan dari sperma dan ovum. Nuthfah tumbuh berkembang dan berubah menjadi alakoh dan kemudian menjadi mudhgoh, kemudian membentuk izom dan kemudian menjadi lahm. Periode tersebut dinamakan sebagai periode ovum (periode nuthfah), sebab pada saat itu sudah mulai terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sehingga membutuhkan perawatan. Berdasarkan proses kejadian tersebut, pendidikan fisik (jasmani) harus dimulai semenjak terjadinya pembuahan, Pendidikan yang diberikan adalah pendidikan yang terfokus pada pemeliharaan fisik, dengan tujuan agar janin tetap sehat dan kuat sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Pendidikan tersebut dinamakan pendidikan tidak langsung (indirect). Unsur kedua adalah unsur immateri, yang membentuk psikhis/ruhiyah manusia. Ruh merupakan ciptaan Alloh sebagai daya hidup manusia, sehingga manusia mampu menggunakan potensinya. Ruh ditiupkan kepada janin ketika berusia 120 hari, sehingga janin menjadi hidup, memiliki pendengaran, penglihatan, serta indera yang menangkap pengertian, gerakan dan sebagainya. Berdasarkan proses kejadian tersebut, pendidikan ruhiyah hendaknya segera dilaksanakan semenjak terintegrasi ruh kepada janin, pendidikan tersebut diberikan dalam rangka mengembangkan potensi ruhani (psikhis) anak, sebab jika ruh sudah diintegrasikan, janin menjadi hidup dan seluruh potensi psikhis (ruhani) manusia mulai berkembang
Relasi Al-Qur’an Suroh Al-’Alaq Dengan Pendidikan Hafid Rustiawan
Tazkiya Vol 23 No 1 (2022): Januari - Juni 2022
Publisher : Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PKIK), UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Suroh al-‘Alaq ayat 1-5 adalah wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sejatinya, suroh tersebut syarat dengan pendidikan, mengingat waktu itu Nabi Muhammad SAW. sangan membutuhkan bimbingan, terlebih jika dikaitkan dengan tanggungjawabnya, karena Beliau dipersiapkan untuk menjadi seorang Rosul, terutama dalam-hal-hal yang yang berhubungan dengan kompetensinya sebagai seorang Rosul, Tulisan ini bertujuan untuk memahami kandungan suroh al-‘Alaq khususnya ayat 1-5, untuk memahami pendidikan yang terkandung didalamnya. Pemahaman tersebut menjadi penting guna dijadikan referensi dalam kajian ilmu teoritis, dansebagai Langkah prakttik dalam rangka implementasi pendidikan sesuai al-Qur’an. Dalam memahami al-Qur’an suroh al-‘Alaq ayat 1-5, penulis menggunakan studi dokumentasi, dengan menggunakan metode deduktif dan induktif, yang berusaha memahami Pendidikan yang terkandung dalam al-Quran suroh al-‘Alaq ayat 1-5, melalui literatur yang ada, seperti kitab-kitab tafsir hasil karya para ulama terdahulu, dan buku-buku pendidikan yang merupakan buah karya para ahli pendidikan. Dalam penulisan ini, penulis juga mengumpulkan berbagai pendapat dari para ahli dan kemudian dianalisis serta keterkaitannya dengan Pendidikan, selanjutnya dibuat kesimpulan. Turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. dengan diawali asbab nuzulnya, telah menggambarkan bagaimana proses Pendidikan dan pembelajaran berlangsung, Proses pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa, pada dasarnya proses pembelajaran harus menekankan kepada proses pembelajaran active atau aktiv learning, meski pada akhirnya berakhir pada guru, namun paling tidak telah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan secara mandiri. Dari sudut kandungannya, suroh al-Alaq ayat 1-5 berisikan tentang jenis dan media pendidikan. Adapun jenis pendidikan yang terkandung di dalamnya mencakup pendidikan intelektual atau pendidikan akal pendidikan akidah, dan pendidikan tauhid, yakni tauhid rububiyah, serta pendidikan keterampilan membaca dan menulis, sedangkan sumber belajarnya adalah mencakup segala yang ada di alam semesta, baik yang tersurat, maupun yang tersirat, termasuk manusia.
PERSPEKTIF AL-QUR'AN SURAT 66 AYAT 6 MENGENAI KEWAJIBAN INDIVIDU DALAM PENDIDIKAN Hafid Rustiawan
Tazkiya Vol 24 No 1 (2023): Januari - Juni 2023
Publisher : Pusat Kajian Islam dan Kemasyarakatan (PKIK), UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/tjk3.v24i1.10162

Abstract

Surat at-Tahrim adalah salah satu surat yang ada dalam al-Qur’’an, yakni surat ke 66, terdiri dari 12 ayat, termasuk salah satu surat Madaniyah, demikian pula ayat ke 6, ia termasuk ayat Madaniyah, yang ditandai dengan khitobnya, yaitu ditujukan kepada orang-orang beriman. Khitob tersebut berisi tentaang perintah agar orang-orang berimaan menjaga/memelihara diri dan keluarganya dari neraka. Kata kerja menjaga dan memelihara termasuk kepada perbuatan mendidik, sehingga diasumsikan bahwa ayat al-Qur’an surat at-Tahrim ayat 6 berisi tentang Pendidikan. Tulisan ini bertujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam tafsir surat at-Tahrim secara khusus pada ayat 6, guna mendapatkan pemahaman pendidikan yang terkandung didalamnya. Pemahaman tersebut sangat penting mengingat al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia, khususnya bagi orang-orang beriman, dengan memahami isi yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an kita akan mendapatkan petunjuk di dalamnya guna diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk bidang Pendidikan. Dalam memahami al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6, penulis menggunakan studi pustaka untuk mengkaji berbagai penafsiran para ulama, sehingga sumber primernya adalah kitab tafsir seperti Ibnu Katsir, Tafsir Jalalain, dan sebagainya. Sedangkan sumber sekundernya adalah buku-buku ilmu pendidikan. Untuk memahami makna yang terkandung dalam al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6, merujuk kepada penjelasan ulama tafsir sebagaimana yang dijadikan sumber primer, sedangkan untuk memahami pendidikannya penulis menganalisisnya, melalui isyarat-isyarat yang terkandung di dalamnya, baik secara deduktif, maupun secara induktif. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa surat At-Tahrim ayat 6 berisi tentang perintah Allah SWT untuk menjaga diri/memelihara diri dan keluarga dari neraka. Karena menjaga termasuk pada aktivitas pendidikan, maka kandungan pendidikan yang terdapat dalam surat at-Tahrim ayat 6 berisi tentang perintah Allah SWT agar setiap orang mendidik dirinya dan juga mendidik keluarganya dengan tujuan agar terhindar dari neraka. Mendidik diri sendiri dilakukan dengan cara tha’at kepada Allah SWT dan mendidik keluarga dilakukan dengan cara mengajar dan mendidik mereka, mengingatkan dan wasiat, bahkan dengan cara memaksa mereka agar tha’at kepada Allah SWT