Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

HERMENEUTIKA AWARENESS IN UNDERSTANDING THE AL-QUR'AN Abd Muid N; Muhammad Adlan Nawawi
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam Vol 3, No 02 (2020): Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Publisher : STIT AL-AMIN KREO TANGERANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36670/alamin.v3i02.64

Abstract

The relationship between the Qur'an as the object of interpretation and humans as the subject of interpretation is a dynamic relationship. The variety of methods of interpretation and the variety of results of interpretation is evidence of this fact. In fact, if there is uniformity in the method of interpretation and uniformity of the results of interpretation, then there must be something wrong in the relationship between the Qur'an and its interpreters. This conclusion is drawn after examining the relationship between the Qur'an and its interpreters from a phenomenological point of view. Al-Qur'an is a text that lives and interacts with the horizon that surrounds it. Likewise the horizon of readers and interpreters. The existence of the subject as a reader and interpreter produces various ways and outputs of understanding. The subject speaking with the text within the scope of both interacting with each other is a form of phenomenological activity. The subject perceives the text as a sign that points to various realities. In phenomenological study, phenomena are not shrouded by a curtain of reality that results from the perception of the subject. Thus, the meanings of the text are not born in a vacuum, but always involve subject awareness. The consequence of this is that the development of understanding and the development of methodology in understanding the Al-Qur'an (text) is a necessity. Text horizons will always interact with the subject horizon based on the consciousness that has grown over time and epoch.
HERMENEUTIKA KESADARAN DALAM MEMAHAMI TEKS AL-QUR’AN Abd Muid N; Muhammad Adlan Nawawi
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam Vol 3, No 01 (2020): Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Publisher : STIT AL-AMIN KREO TANGERANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36670/alamin.v3i1.42

Abstract

Relasi antara Al-Qur’an sebagai obyek penafsiran dan manusia sebagai subyek penafsiran adalah relasi yang dinamis. Keragaman metode penafsiran dan keragaman hasil penafsiran adalah bukti kenyataan tersebut. Justru, jika terjadi keseragaman metode penafsiran dan keseragaman hasil penafsiran, maka pasti ada yang keliru di dalam relasi antara Al-Qur’an dengan penafsirnya. Kesimpulan tersebut diambil setelah menelaah relasi antara Al-Qur’an dengan penafsirnya dari sudut pandang fenomenologi. Al-Qur’an merupakan teks yang hidup dan beritentraksi dengan horison yang mengitarinya. Demikian pula horison pembaca dan penafsir. Keberadaan subjek sebagai pembaca dan penafsir menghasilkan beragam cara dan output pemahaman. Subjek berbicara dengan teks dalam ruang lingkup keduanya yang saling berinteraksi adalah sebentuk aktivitas fenomenologis. Subjek mempersepsi teks sebagai tanda yang menunjuk pada beragam realitas. Dalam kajian fenomenlogi, fenomena tidak terselubung oleh tirai realitas yang dihasilkan dari persepsi subjek. Dengan demikian, makna-makna teks tidaklah lahir dalam ruang hampa, melainkan selalu melibatkan kesadaran subjek. Konsekuensi dari hal ini adalah bahwa perkembangan pemahaman dan perkembangan metodologi dalam memahami Al-Qur’an (teks) adalah sebuah keniscayaan. Horison teks akan senantiasa berinteraksi dengan horison subjek berdasarkan kesadaran yang tumbuh dalam kurun waktu dan zaman.
KONSTRUKSI WACANA RASIONALITAS DALAM BUKU ARGUMEN KESETARAAN JENDER KARYA NASARUDDIN UMAR Muhammad Adlan Nawawi; Abd Muid N
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam Vol 2, No 02 (2019): Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Publisher : STIT AL-AMIN KREO TANGERANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.995 KB) | DOI: 10.36670/alamin.v2i02.27

Abstract

Konsep “rasionalitas” yang menjadi dasar pegangan untuk memahami sebuah objek permasalahan selalu bermuara pada kesimpulan yang beraneka macam ataupun bertentangan. Perbincangan tentang al-Qur’an dan Filsafat sebagai sumber rujukan dalam memahami permasalahan sosial-kemasyarakatan, pun selalu menghadirkan pemahaman yang berlawanan. Al-Qur’an bersumber pada konsepsi ilahiah, sementara filsafat berpegang pada otoritas manusia. Kesimpulan awal ini sudah menunjukkan perbedaan yang cukup ekstrem. Hasilnya pun sudah dipastikan memiliki “logika” nya masing-masing. Kritik Wacana memberi perspektif tentang sejauh mana kita memandang persoalan dengan latar belakang yang beraneka macam, tidak satu paradigma. Rasionalitas pun tidak lagi memiliki sumber yang tunggal, meski pada prinsipnya, rasionalitas adalah instrumen memahami al-Qur’an dan filsafat. Atas dasar itu, tidaklah relevan mempertentangkan antara al-Qur’an dan filsafat, sejauh rasionalitas yang dipakai untuk memahami keduanya merupakan instrumen bagi manusia dalam memahami objek persoalan di sekitarnya.
HERMENEUTIKA MUSDAH MULIA TERHADAP AYAT POLIGAMI Muhammad Sakeria; Abd Muid N; Muhaemin B
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam Vol 4, No 01 (2021): Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
Publisher : STIT AL-AMIN KREO TANGERANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36670/alamin.v4i01.89

Abstract

Tulisan ini membahas urgensi memahami ayat-ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang relasi laki-laki dan perempuan (khusunya ayat poligami) dengan pendekatan hermeneutika. Lebih-lebih hermeneutika diartikan sebagai pemahaman terhadap kontekstual untuk mencari makna di balik teks ayat tersebut. Dengan penerapan hermeneutika terhadap ayat poligami maka akan menghasilkan makna spirit (ruh) dari ayat tersebut tentang pelarangan pernikahan poligami. Dalam tulisan ini hermeneutika Musdah Mulia dipilih menjadi sorotan inti, dikarenakan Musdah Mulia merupakan salah satu tokoh feminisme yang sangat giat menantang hukum perkawinan poligami di Indonesia khususnya, dan di dunia Islam pada umumnya. Adanya ragam pendapat dalam memahami ayat poligami (Q.S. An-Nisâ’/4:3), membuat status kebolehan pernikahan poligami masih menuai pro-kontra di masyarakat Islam.
IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) PADA MADRASAH ALIYAH UNGGULAN (STUDI KASUS MAN 4 JAKARTA) Akhmad Shunhaji; Abd Muid Nawawi; Ulfih Qori Khoirunnisa
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam Vol 1, No 3 (2019): Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : Institut PTIQ Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.896 KB) | DOI: 10.36671/andragogi.v1i3.64

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di MAN 4 Jakarta khususnya mencari tau mengenai bagaimana otonomi  yang  dimiliki MAN 4 Jakarta dalam mengembangkan mutu pendidikannya. Untuk menjelaskan keotonomian yang dimiliki MAN 4 tersebut menggunakan Teori  Caldwell dan Spinks, diantaranya: pengetahuan (knowledge), teknologi (technology), material (material), kekuasaan (power), manusia (people), waktu (time), dan keuangan (finance), Undang-undang tentan Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peraturan Menteri Agama (PMA) tantang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan, sebagai data primer berupa ,dokumen, naskah, dan arsip yang ada di MAN 4 Jakarta, diantaranya buku panduan, buku profil, brosur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), data potensi, data prestasi,  serta website MAN 4 Jakarta. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kepustakaan berupa data pendukung yang diperoleh dari literatur seperti buku-buku, majalah, dan sumber lain yang dianggap relevan dengan sasaran peneltian. Pada kenyataannya di lapangan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak secara utuh memberikan kebebasan mutlak kepada sekolah/madrasah dalam mengatur sendiri kebijkan sekolahnya, namun tetap harus memenuhi dasar regulasi yang telah ditetapkan pemerintah terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek huruf dan angka (literacy and numeracy), efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah/madrasah tidak diperbolehkan untuk berjalan sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis. Masukan yang diberikan yaitu pada pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu disertai seperangkat kewajiban serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah/madrasah selain memiliki otonomi juga mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu menampilkan pengelolaan sumber daya  secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab baik terhadap masyarakat maupun  pemerintah, dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik. Terkait dengan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di MAN 4 Jakarta dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, MAN 4 Jakarta memiliki kewenangan mengatur (otonomi) dalam berbagai aspek, diantaranya: pengetahuan, teknologi, kekuasaan, material, manusia, waktu, dan keuangan itu telah membuat mereka menjadi unggul, karena memiliki kekuatan yang bisa digunakan, memiliki kelemahan yang bisa diatasi, memiliki peluang yang bisa dimanfaatkan, dan mampu mengatasi ancaman menjadi tantangan yang bisa dicarikan solusinya secara bersama-sama. Kedua, MAN 4 Jakarta merupakan salah satu madrasah unggul, dikarenakan memiliki komitmen terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), dan Iman dan Takwa (IMTAK), diantaranya dalam bidang rekrutmen (guru, tenaga kependidikan, siswa dan kegiatan pembelajaran), sarana dan prasarana yang dimiliki, kegiatan evaluasi yang dilakukan secara berkelanjuyan, prestasi akademik dan prestasi non kademik yang tinggi. Ketiga, MAN 4 Jakarta merupakan suatu prototipe madrasah yang sudah melaksanakan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan baik.  Sehingga dapat menjadi inspirasi bagi madrasah lainnya yang juga memiliki otonomi namun belum mampu menjadi madrasah yang unggul atau bermutu.
REKONSTRUKSI SISTEM MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN Susilawati Susilawati; Muhammad Adlan Nawawi; Abd Muid N
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam Vol 1, No 2 (2019): Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : Institut PTIQ Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (412.968 KB) | DOI: 10.36671/andragogi.v1i2.55

Abstract

Implementasi sistem pendidikan nasional dipandang belum mampu menjawab berbagai persoalan yang melibatkan peserta didik. Di balik usaha sistemik yang dirumuskan dalam serangkaian regulasi dan kebijakan, seragkaian fenomena kekerasan, degradasi moral dan kerusakan tatanan sosial-kemasyarakatan masih menempatkan dunia pendidikan sebagai salah satu aktor. Tidak hanya peserta didik, tapi juga kalangan pendidik. Kegelisahan semakin mengemuka saat tujuan ideal pendidikan nasional tidak sepenuhnya mampu menghasilkan sistem pendidikan yang menata bangunan karakerter kebangsaan dan keagamaan, serta menghasilkan kecerdasan yang tidak sekedar bersifat artifisial, tapi mampu menginsiprasi kehidupan sosial-kemasyarakat yang berintegritas. Tulisan ini hendak menunjukkan bahwa sistem konvensional tidak lagi cukup relevan untuk diterapkan dalam paradigma pendidikan modern. Pendidikan harus berorientasi masa depan yang menggabungkan segala kebutuhan dan kepentingan tantangan masa depan. Atas dasar itu, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan haruslah dipertimbangkan sebagai sebuah paradigma yang diimplementasikan dalam rumusan jangka panjang.
MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN PARUNG BOGOR Akhmad Shunhaji; Abd Muid N; Pipin Desniati
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam Vol 2, No 1 (2020): Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : Institut PTIQ Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36671/andragogi.v2i1.82

Abstract

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun temuan penelitian ini adalah, 1). Kebijakan  sistem pembiayaan pada Pondok Pesantren Darul Muttaqien dirancang oleh pimpinan pondok pesantren yang terdiri dari ketua yayasan, wakil pimpinan pondok, dan bendahara pondok. 2).Pelaksanaan  sistem pembiayaan Pondok Pesantren Darul Muttaqien mulai berlaku sejak tahun ajaran 2018-2019. 3).Dalam mengimplelenmtasikan kebijakan system pembiayaan  masih memiliki berapa kendala diantaranya; a) kurangnya sosialisasi penggunaan sistem dari manual ke online, b) kurangnya pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang menjalankan sistem pembiayaan, c) kurangnya perangkat yang menunjang sistem pembiayaan.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM Abd Muid N; Rizka Arfeinia
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam Vol 2, No 2 (2020): Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam
Publisher : Institut PTIQ Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36671/andragogi.v2i2.105

Abstract

Tulisan ini membahas tentang kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam. Tulisan ini memfokuskan bahasannya pada bagaimana posisi madrasah dalam kerangka otonomi daerah khususnya dalam menyikapi Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam proses kerjanya, penelitian menggunakan studi literatur yang terkait dengan posisi madrasah dalam otonomi daerah. Kajian ini memperlihatkan bahwa posisi madrasah menjadi tanggung, yaitu tetap dikelola oleh pemerintah pusat pada saat yang sama, semua sekolah lainnya telah didesentralisasikan pengelolaannya. Karenanya madrasah menjadi sebuah anomali pada era otonomi yang berkembang dewasa ini. Kesimpulan dari kajian ini adalah undang-undang yang berlaku secara umum masih belum banyak memperhatikan eksistensi madrasah baik dalam kebijakan pembinaan pendidikan, anggaran maupun bantuan sarana prasarana. terutama yang berkaitan dengan alokasi anggaran daerah yang tidak mempertimbangkan aspek rasionalisasi anggaran pendidikan dengan jumlah lembaga yang berada dibawah pembinaan Kementerian pendidikan dan kebudayaan dan lembaga pendidikan yang berada dibawah pembinaan Kementerian agama, sehingga undang-undang tentang otonomi daerah tersebut perlu ditinjau ulang.