Stanley Santoso
STT Gamaliel

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

MODEL KONSELING HOLISTIK ALKITABIAH KEPADA ANAK AUTIS Soleman Kawangmani; Stanley Santoso
Jurnal STT Gamaliel Vol 1, No 1
Publisher : STT Gamaliel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.108 KB) | DOI: 10.38052/gamaliel.v1i1.13

Abstract

ABSTRAK - Jumlah anak autis terus bertambah.  Menurut data UNESCO pada tahun 2011 diperkirakan ada 35 juta orang yang menderita autism, artinya rata-rata ada 6 kasus autism per 1.000 orang dari populasi dunia.  Fenomena ini harus disikapi positif oleh orang percaya dengan cara memberikan bimbingan rohani yang khas kepada mereka.  Tulisan ini bertujuan untuk menemukan model yang holistik alkitabiah kepada anak Autis.  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hermeneutika teks Alkitab dan studi literatur.  Hasil penelitian yaitu perlu model konseling holistik alkitabiah (Model BHA) kepada anak Autis.  Model BHA adalah model bimbingan Kristen berdasarkan Alkitab dan juga memadukan berbagai pendekatan lain kepada anak Autis untuk memenuhi kebutuhannya secara holistik.Kata kunci: Model Konseling, Holisti alkitabiah, anak Autis
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM PENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA KRISTEN TENTANG KRISTOLOGI ALKITABIAH Yuliati Yuliati; Stanley Santoso
Jurnal STT Gamaliel Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : STT Gamaliel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38052/gamaliel.v2i1.49

Abstract

Mahasiswa Kristen sering memprioritaskan mata kuliah lain yang sesuai dengan program studinya dibandingkan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK) yang merupakan mata kuliah umum. Kebijakan Kampus Merdeka berpotensi membuat mahasiswa Kristen tidak lagi memilih mata kuliah PAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh PAK terhadap pemahaman mahasiswa Kristen semester satu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uniersitas Sebelas Maret Surakarta tentang Kristologi Alkitabiah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode Quasi Eksperimen. Populasi yaitu mahasiswa Kristen angkatan 2019 yang mengambil Mata Kuliah PAK di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) sebanyak 30 mahasiswa.  Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, PAK berpengaruh meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang Kristologi alkitabiah sebesar 47,9%.  Kedua, Pembelajaran PAK memerlukan metode pengajaran yang beragam dan intensitas pengulangan materi yang tinggi. 
Sinagoge pada Masa Intertestamental dan Relevansinya dengan Gereja Masa Sekarang Stanley Santoso
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.47

Abstract

Abstract:            The synagogue is parallel to the word congregation, which initially means a place to study together, but then refers to a group of people and finally applies to the building where the congregation gather, which then develops to the institutional life of the Jewish church. The synagogue began during the exile, because of the Jewish desire to worship Yahweh, but they were scattered in exile and far from the temple, but they continued to remember God's promises and had hopes of returning to worship in the temple. Synagogues developed during the intertestamental period.            Worship in the Synagogue focuses on prayer and studying the Scriptures. The main form of worship is reading and studying the Scriptures. The synagogue was the most important institutional development in Judaism which also involved Christian origins. The synagogue became a place for the teachings of Jesus and then His apostles, and which later gave birth to early Christian converts. The synagogue is the initial model of the church system.Abstrak:            Sinagoge sejajar dengan kata jemaat, yang pada awalnya sesuai berarti tempat untuk belajar bersama, namun kemudian merujuk kepada kumpulan orang dan akhirnya diterapkan pada bangunan yang menjadi tempat jemaat berkumpul, yang kemudian berkembang kepada kehidupan institusional jemaat Yahudi. Sinagoge bermula pada masa pembuangan, karena kerinduan orang Yahudi untuk beribadah kepada Yahweh, namun mereka tersebar di pembuangan dan jauh dari bait suci, tetapi mereka terus mengingat janji Allah dan memiliki pengharapan akan kembali beribadah di bait suci. Sinagoge berkembang pada masa intertestamental.            Ibadah dalam Sinagoge berfokus pada doa dan mempelajari Kitab Suci. Bentuk utaman ibadahnya adalah pembacaan dan mempelajari Kitab Suci. Sinagoge merupakan perkembangan institusional yang paling penting dalam Yudaisme yang juga menyangkut asal-usul Kristen. Sinagoge menjadi tempat bagi pengajaran Yesus dan kemudian para rasulNya, dan yang kemudian melahirkan para petobat Kristen mula-mula. Sinagoge merupakan model awal dari sistem gereja.
Sinagoge pada Masa Intertestamental dan Relevansinya dengan Gereja Masa Sekarang Stanley Santoso
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.47

Abstract

Abstract:            The synagogue is parallel to the word congregation, which initially means a place to study together, but then refers to a group of people and finally applies to the building where the congregation gather, which then develops to the institutional life of the Jewish church. The synagogue began during the exile, because of the Jewish desire to worship Yahweh, but they were scattered in exile and far from the temple, but they continued to remember God's promises and had hopes of returning to worship in the temple. Synagogues developed during the intertestamental period.            Worship in the Synagogue focuses on prayer and studying the Scriptures. The main form of worship is reading and studying the Scriptures. The synagogue was the most important institutional development in Judaism which also involved Christian origins. The synagogue became a place for the teachings of Jesus and then His apostles, and which later gave birth to early Christian converts. The synagogue is the initial model of the church system.Abstrak:            Sinagoge sejajar dengan kata jemaat, yang pada awalnya sesuai berarti tempat untuk belajar bersama, namun kemudian merujuk kepada kumpulan orang dan akhirnya diterapkan pada bangunan yang menjadi tempat jemaat berkumpul, yang kemudian berkembang kepada kehidupan institusional jemaat Yahudi. Sinagoge bermula pada masa pembuangan, karena kerinduan orang Yahudi untuk beribadah kepada Yahweh, namun mereka tersebar di pembuangan dan jauh dari bait suci, tetapi mereka terus mengingat janji Allah dan memiliki pengharapan akan kembali beribadah di bait suci. Sinagoge berkembang pada masa intertestamental.            Ibadah dalam Sinagoge berfokus pada doa dan mempelajari Kitab Suci. Bentuk utaman ibadahnya adalah pembacaan dan mempelajari Kitab Suci. Sinagoge merupakan perkembangan institusional yang paling penting dalam Yudaisme yang juga menyangkut asal-usul Kristen. Sinagoge menjadi tempat bagi pengajaran Yesus dan kemudian para rasulNya, dan yang kemudian melahirkan para petobat Kristen mula-mula. Sinagoge merupakan model awal dari sistem gereja.
Sinagoge pada Masa Intertestamental dan Relevansinya dengan Gereja Masa Sekarang Stanley Santoso
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.47

Abstract

Abstract:            The synagogue is parallel to the word congregation, which initially means a place to study together, but then refers to a group of people and finally applies to the building where the congregation gather, which then develops to the institutional life of the Jewish church. The synagogue began during the exile, because of the Jewish desire to worship Yahweh, but they were scattered in exile and far from the temple, but they continued to remember God's promises and had hopes of returning to worship in the temple. Synagogues developed during the intertestamental period.            Worship in the Synagogue focuses on prayer and studying the Scriptures. The main form of worship is reading and studying the Scriptures. The synagogue was the most important institutional development in Judaism which also involved Christian origins. The synagogue became a place for the teachings of Jesus and then His apostles, and which later gave birth to early Christian converts. The synagogue is the initial model of the church system.Abstrak:            Sinagoge sejajar dengan kata jemaat, yang pada awalnya sesuai berarti tempat untuk belajar bersama, namun kemudian merujuk kepada kumpulan orang dan akhirnya diterapkan pada bangunan yang menjadi tempat jemaat berkumpul, yang kemudian berkembang kepada kehidupan institusional jemaat Yahudi. Sinagoge bermula pada masa pembuangan, karena kerinduan orang Yahudi untuk beribadah kepada Yahweh, namun mereka tersebar di pembuangan dan jauh dari bait suci, tetapi mereka terus mengingat janji Allah dan memiliki pengharapan akan kembali beribadah di bait suci. Sinagoge berkembang pada masa intertestamental.            Ibadah dalam Sinagoge berfokus pada doa dan mempelajari Kitab Suci. Bentuk utaman ibadahnya adalah pembacaan dan mempelajari Kitab Suci. Sinagoge merupakan perkembangan institusional yang paling penting dalam Yudaisme yang juga menyangkut asal-usul Kristen. Sinagoge menjadi tempat bagi pengajaran Yesus dan kemudian para rasulNya, dan yang kemudian melahirkan para petobat Kristen mula-mula. Sinagoge merupakan model awal dari sistem gereja.