Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Rekomendasi Solusi untuk Mengatasi Kelongsoran pada Lereng Jalan Akses PLTA Musi (KM 5 dan KM 8) dengan Pendekatan Cracked Soil Brena Audra Clarina Tarigan; Indrasurya Budisatria Mochtar; Musta'in Arif
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.58746

Abstract

PLTA Musi Bengkulu merupakan pembangkit listrik tenaga air terbesar di Sumatera. Namun, lereng tepi jalan akses menuju lokasi tersebut mengalami kelongsoran ketika hujan yang sangat lebat melanda Kota Bengkulu pada tahun 2017, sedangkan jalan ini berperan penting untuk menunjang aspek transportasi dan ekonomi masyarakat Bengkulu. Dari permasalahan tersebut, maka diperlukan perencanaan perkuatan lereng untuk mencegah terjadinya kelongsoran di masa yang akan datang. Dalam Tugas Akhir ini, beberapa alternatif perkuatan lereng yang ditawarkan, antara lain seperti subdrain dan soil reinforcement (geotextile), bored pile, serta ground anchor. Perencanaan ini akan dilakukan pada dua lokasi, yaitu KM 5 dan KM 8, yang dapat dianggap sebagai acuan dalam penyelesaian kelongsoran di lokasi lainnya. Perencanaan untuk perbaikan lereng jalan yang longsor dilakukan berdasarkan pendekatan cracked soil, dimana tanah diasumsikan bersifat behaving like sand. Dari beberapa alternatif perkuatan yang ada, maka rekomendasi solusi untuk mengatasi kelongsoran pada lokasi KM 5 adalah pemasangan subdrain dan geotextile praktis sebayak 21 lapis dengan panjang masing-masing 2 meter. Hasil perencanaan ini membutuhkan biaya Rp 1.380.592.037. Sedangkan untuk lereng KM 8 digunakan ground anchor sebanyak 2 buah dengan kapasitas sebesar 256,67 kN. Biaya yang diperlukan adalah Rp 39.577.185.
Perbandingan Pondasi Bangunan Bertingkat Untuk Pondasi Dangkal Dengan Variasi Perbaikan Tanah Dan Pondasi Dalam Studi Kasus Pertokoan Di Pakuwon City Surabaya Adrian Hartanto; Indrasurya Budisatria Mochtar; Yudhi Lastiasih
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.293 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i1.28985

Abstract

Proyek yang diambil dalam Tugas Akhir ini adalah komplek pertokoan Pakuwon Town Square (PATOS) yang berada di komplek perumahan Pakuwon City Surabaya. Komplek pertokoan ini telah didirikan setinggi 2 hingga 3 lantai dengan menggunakan pondasi dalam micropile sedalam 21 meter. Penulis merencanakan ulang pondasi komplek pertokoan ini dengan variasi ketinggian 3 lantai, 4 lantai, 5 lantai dan 6 lantai dengan menggunakan pondasi dangkal dan dua metode perbaikan tanah. Kawasan proyek Pakuwon Town Square ini memiliki jenis tanah lunak dengan tebal lapisan compreesible sedalam 15 meter dengan jenis tanah lempung lunak. Dengan kondisi tanah seperti itu, pemampatan tanah yang terjadi cukup besar. Untuk mempercepat proses konsolidasi tanah, dilakukan perbaikan tanah menggunakan metode preloading dengan PVD (Prefabricated Vertical Drain) dan metode vacuum preloading yang kemudian akan dibandingkan dan diambil alternatif yang termurah. PVD akan dipasang sedalam lapisan compressible yaitu sedalam 15 meter. Dengan adanya perbaikan tanah menggunakan PVD, waktu pemampatan primer terjadi sangat cepat sehingga terjadinya pemampatan sekunder menjadi lebih awal. Oleh karena itu pemampatan sekunder diperhitungkan dalam Tugas Akhir ini. Pemampatan sekunder yang terjadi dalam perencanaan di Tugas Akhir ini cukup besar sehingga dilakukan penambahan beban timbunan dalam perbaikan tanah menggunakan PVD untuk menghilangkan pemampatan sekunder yang diasumsikan terjadi 5 tahun setelah pemampatan primer selesai. Sehingga setelah perbaikan tanah selesai, proses pemampatan primer dan sekunder juga telah selesai. Pada Tugas Akhir ini direncanakan struktur pondasi 3 lantai, 4 lantai, 5 lantai dan 6 lantai dengan menggunakan 3 alternatif, yaitu pondasi tiang pancang, pondasi rakit dengan perbaikan tanah menggunakan PVD serta pondasi rakit dengan perbaikan tanah menggunakan vacuum preloading. Perencanaan pondasi rakit dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan geoteknik dengan permodelan struktur 3 dimensi untuk mendapatkan struktur pondasi yang kaku sehingga tidak menyebabkan differential settlement. Dari hasil perhitungan dalam Tugas Akhir ini maka didapatkan alternatif yang termurah untuk gedung 3, 4 dan 5 lantai adalah penggunaan pondasi dangkal dengan metode perbaikan tanah vacuum preloading dengan biaya Rp.2,963,207,662 untuk gedung 3 lantai, Rp.4,160,933,839 untuk gedung 4 lantai, Rp.6,039,707,940 untuk gedung 5 lantai , sedangkan untuk gedung 6 lantai adalah penggunaan pondasi tiang pancang dengan biaya Rp.7,884,668,852 untuk gedung 6 lantai.
Perbandingan Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Konvensional dan Metode P-Z Curve pada Modifikasi Gedung Apartemen Puncak MERR Surabaya Riky Dwi Prasetyo; Indrasurya Budisatria Mochtar; Yudhi Lastiasih
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.915 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i2.34318

Abstract

Surabaya merupakan kota dengan pertumbuhan ekonomi besar yang selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Banyak penduduk dari luar Surabaya datang ke kota ini sebagai pendatang tiap tahunnya untuk melaksanakan kegiatan ekonomi. Keterbatasan lahan yang ada menuntut perlunya pembangunan bangunan vertikal untuk tempat tinggal, salah satunya adalah Apartemen Puncak MERR yang memiliki kedalaman tanah keras yang cukup dalam sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk pondasi dalam cukup besar. Pada pembangunan gedung dengan pondasi dalam, semakin dalam pondasi maka semakin mahal biaya sehingga tidak ekonomis. Pada metode perencanaan konvensional, perletakan untuk kolom struktur atas terhadap pondasi dianggap jepit dan tidak ada penurunan (settlement) pada tanah. Pada tanah lempung yang bersifat compressible, pengaruh beban akan menyebabkan terjadinya penurunan tanah sehingga muncul konsep perhitungan tiang pancang yang memperhatikan penurunan tanah dan menganggap perletakan struktur atas berupa perletakan pegas dengan metode P-Z curve. Dengan memperhatikan adanya penurunan tanah akan menyebabkan kedalaman tiang pancang berkurang. Metode perencanaan yang digunakan yaitu konvensional (perletakan jepit) dan P-Z curve (perletakan pegas/ spring). Variasi daya dukung yang digunakan pada perencanaan ini yaitu SF = 3 untuk metode konvensional dan Qizin = 0,3 Qult, Qizin = 0,5 Qult, Qizin = 0,7 Qult, dan Qizin = 0,9 Qult pada metode P-Z curve. Perencanaan pondasi tiang pancang pancang menggunakan spun pile diameter 60 cm. Kedalaman tanah daya dukung yaitu 21 meter untuk pondasi end bearing dan 16 meter untuk pondasi friction. Hasil dari Tugas Akhir ini adalah mendapatkan variasi alternatif hasil analisis metode perencanaan pondasi dalam dengan metode konvensional dan metode P-Z curve. Dari hasil perhitungan didapat jumlah kebutuhan tiang pancang pada metode P-Z curve lebih sedikit dibandingkan dengan metode konvensional. Untuk menghemat biaya pembangunan gedung modifikasi Apartemen Puncak MERR maka digunakan pondasi tiang pancang dengan metode P-Z curve tumpuan end bearing dengan Qizin = 0,9 Qult.
Analisa Sudut-Geser-Dalam Tanah Berbutir Halus (Cohesive Soil) Berdasarkan Pendekatan Cracked Soil Daniel Adrian; Indrasurya Budisatria Mochtar; Noor Endah Mochtar
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5747.496 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v8i2.45898

Abstract

Penelitian mengenai cracked soil yang telah dilakukan Hutagamissufardal & Mochtar, 2018 adalah memodifikasi alat uji geser yaitu, alat uji geser bisa digunakan untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser internal tanah pada kondisi tanah retak (cracked soil). Namun, penelitian yang telah dilakukan tidak mempertimbangkan nilai liquid limit dan void ratio dari sampel tanah lempung yang diujikan. Seperti yang diketahui bahwa, nilai kohesi tanah dan sudut geser tanah merupakan fungsi dari jenis tanah dan kepadatan. Jenis tanah dapat diketahui dari plasticity index (PI), plasticity limit (PL), atau liquid limit (LL), sedangkan kepadatan tanah dapat diketahui dari berat jenis tanah (gt) dan void ratio sehingga dibutuhkannya korelasi antara parameter liquid limit dan void ratio dengan nilai sudut geser internal tanah. Selain itu, teori serta pengujian untuk tanah pada kondisi cracked soil masih minim/butuh dikembangkan sehingga dibutuhkan studi lebih lanjut mengenai cracked soil. Material yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung dari daerah Surabaya, Bojonegoro, pasir halus, dan kaolinite; material dicampuran untuk mendapatkan beberapa nilai untuk liquid limid atau pasticity index. Dalam mempersiapkan benda uji, material yang sudah dikumpulkan dicampurkan dalam keadaan slurry dan diberi beban 1-tahap sesuai konsistensi tanah yang ingin dicapai. Benda uji yang sudah selesai dibebani kemudian diuji dengan alat uji direct shear sesuai standard ASTM D 6528. Dari hasil pengujian didapatkan rumusan empiris antara plasticity index dan void ratio dengan nilai sudut geser tanah pada kondisi cracked serta didapatkan korelasi sudut geser tanah sebagai berikut: f = -0.144LL - 20.456e + 50.463 dan didapatkan korelasi nilai kohesi tanah sebagai berikut: Cu = -0.179e + 0.4199
Perencanaan Pondasi Tiang Lekatan pada Gedung Tingkat 3 s/d 5 di Atas Tanah Lunak yang Tebal dengan Ketentuan Penurunan Merata dalam Jangka Panjang Widya Indriyani Manurung; Indrasurya Budisatria Mochtar; Putu Tantri Kumala Sari
Jurnal Teknik ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v9i2.58744

Abstract

Di Banjarmasin, bangunan-bangunan berlantai dua yang menggunakan pondasi friction pile masih berdiri tetap tetapi banyak bangunan berlantai tiga s/d lima mengalami differential settlement jika menggunakan pondasi end bearing pile pada bangunan tingkat tiga s/d lima, biaya pondasi tiang akan lebih mahal dibandingkan biaya konstruksi karena pondasi tiang mencapai tanah keras. Pada studi ini, dilakukan perencanaan pondasi friction pile yang dapat menjamin penurunan merata pada bangunan tingkat tiga s/d lima dengan kondisi tanah lunak yang tebal menggunakan metode P-Z curve. Perencanaan pondasi tersebut akan dibandingkan dengan metode konvensional, yaitu pondasi end bearing pile. Dari hasil perencanaan didapatkan suatu kesimpulan bahwa perencanaan pondasi friction pile lebih efektif dibandingkan dengan perencanaan pondasi end bearing pile dimana pondasi friction pile sudah memperhitungkan penurunan merata (tidak terjadi differential settlement) sehingga juga kuat untuk menahan gedung tingkat tiga s/d lima. Pondasi end bearing pile kuat juga untuk menahan gedung tersebut tetapi dalam segi biaya, perencanaan pondasi friction pile lebih hemat daripada perencanaan end bearing pile. Untuk jumlah dan kedalaman tiang dari hasil perencanaan pondasi friction pile pada gedung tingkat tiga s/d lima berturut-turut adalah 14m;116 buah, 18m;149 buah, dan 24m;198 buah sedangkan untuk pondasi end bearing pile pada gedung tiga s/d lima berturut-turut adalah 40 m;116 buah, 40m;149 buah, dan 40m;198 buah.
Analisa Pondasi Gedung Maritime Tower di Tanjung Priok, Jakarta Utara Teguh Ismareza; Indrasurya Budisatria Mochtar; Putu Tantri Kumala Sari
Jurnal Teknik ITS Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v10i1.60282

Abstract

Gedung Maritime Tower dibangun untuk mempermudah urusan pelayanan jasa kepelabuhan di Indonesia seperti operator pelabuhan, bea cukai, shipping line dan pihak lain saling terpadu di satu tempat. Gedung Maritime Tower akan dibangun dua gedung dengan ketinggian lantai yang berbeda. Gedung pertama memiliki ketinggian 6 lantai dan gedung kedua memiliki ketinggian 24 lantai. Dalam pembangunan gedung tersebut menggunakan tiang pancang, tetapi berdasarkan peraturan lingkungan tidak diizinkan untuk menggunakan tiang pancang dengan memancang atau dengan cara injeksi. Sehingga, diperlukan alternatif pondasi lain yang tidak mengganggu lingkungan. Pada tugas akhir ini, pembangunan gedung 6 lantai akan direncanakan dengan dua alternatif, yaitu dengan menggunakan pondasi dangkal dan pondasi dalam. Untuk perencanaan pondasi dangkal, direncanakan dengan pondasi rakit dengan adanya perbaikan tanah dengan preloading kombinasi PVD. Perencanaan preloading dilakukan dengan menghitung tinggi surcharge timbunan yang ekuivalen dengan beban bangunan gedung tersebut. Untuk alternatif lain, perencanaan gedung 6 lantai dilakukan dengan menggunakan pondasi dalam jenis bored pile tanpa adanya perbaikan tanah. Untuk perencanaan gedung 24 lantai direncanakan dengan pondasi dalam bored pile. Dari hasil analisa yang dilakukan, Perencanaan pondasi rakit dengan perbaikan tanah dibutuhkan biaya sebesar Rp. 10.911.251.237. Untuk perencanaan alternatif pondasi dengan pondasi bored pile,gedung 6 lantai Rp. 8.227.707.593 dan gedung 24 lantai dibutuhkan biaya sebesar Rp.10.132.03.365.
Usulan Penyelesaian Masalah Rekayasa Tanah untuk Jalan dan Gedung di Atas Tanah Ekspansif Studi Kasus Surabaya Barat Samuel Giovanni; Indrasurya Budisatria Mochtar; Noor Endah
Jurnal Teknik ITS Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1202.316 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v7i1.28980

Abstract

Tanah ekspansif merupakan salah satu jenis tanah bermasalah yang paling sering ditemui di Indonesia. Tingginya kemampuan kembang susut saat mengalami perubahan kadar air merupakan sifat yang menonjol pada tanah ekspansif. Dalam kondisi basah, volume tanah ekspansif akan bertambah dan sebaliknya di saat kering, volume tanah ekspansif akan mengecil. Perubahan volume inilah yang sering menyebabkan kerusakan pada bangunan sipil yang berdiri di atas tanah ekspansif. Surabaya Barat juga mengalami masalah akibat tanah ekspansif, oleh karena itulah dibutuhkan suatu alternative usulan penyelesaian untuk menyelesaikan masalah ini. Kontur tanah Surabaya Barat yang naik turun menyerupai bukit dan lembah membuat perencanaan perbaikan tanah untuk jalan dan gedung di 2 jenis lokasi tersebut menjadi berbeda. Hal ini disebabkan karena, daerah lembah akan sangat mungkin tergenang air pada saat musim penghujan dikarenakan air hujan secara langsung maupun air hujan yang mengalir dari bukit, oleh karena itu digunakan metode Keep it Wet untuk setiap perencanaan yang dilakukan. Sedangkan di daerah bukit tidaklah demikian, pembasahan hanya terjadi di daerah permukaan karena sifat alami air yang mengalir ke tempat yang lebih rendah menyebabkan tidak mungkinnnya terjadi genangan. Namun tetap dibutuhkan perencanaan untuk memastikan agar tidak mempengaruhi kadar air dalam tanah di atas bukit. Oleh karena itu pada perencanaan di Bukit, digunakan metode Keep it Dry.
PHYSICS AND SHEAR STRENGTH PARAMETER CORRELATION USING MODIFIED DIRECT SHEAR IN CRACKED SOIL Rosa Irdiana; Indrasurya Budisatria Mochtar; Noor Endah Mochtar
Journal of Civil Engineering Vol 36, No 2 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j20861206.v36i2.9608

Abstract

The theory of landslides due to cracks on the surface of the slope / cliff is known as the cracked soil theory. Several studies about shear parameters of cracked soil had been carried out. The latest research was about soil physical and shear strength parameters correlation in soft to stiff consistency soil. The soil conditions in that research were less representative of the slope / cliff soil consistency that can be very stiff. Therefore, further research for medium to very stiff consistency was conducted. Cracked test specimens were tested using water pressure variations and showed that water pressure had no significant effect. In cracked soils, the friction angle was not affected by the void ratio of the soil. Empirical formula for cracked soil at medium to very stiff consistency were for LL < 50%; Ø = 22˚ and LL ≥ 50%, Ø = -0.0024 LL2 + 0.2062 LL + 17.514.
SUGGESTED GUIDELINES FOR DESIGN AND CONSTRUCTION OF SHORT—SPAN BRIDGE ABUTMENTS WITH REINFORCED EARTH SYSTEM Dwindu Agung Gumelar; Indrasurya Budisatria Mochtar
Journal of Civil Engineering Vol 36, No 2 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j20861206.v36i2.9751

Abstract

Construction of small bridges is one of the real challenges in road construction, because it has so many problems. The reinforced earth system (mechanically stabilized earth wall) using gabion can be suggested as better alternatives for foundation of short—span bridges, especially in the remote areas. The latest research was about to find the design of reinforced earth abutment on various heights of abutments and various lengths of bridge span on soft to very soft consistency cohesive soil. However, the results of this research were less representative because the field conditions can vary from very soft to stiff cohesive soil and very loose to dense non-cohesive soil. Therefore, further research for wide range of soil conditions was conducted. Based on internal and external stability analysis, known that the number of geotextile needed for MSE wall (reinforced earth structure) ranging from 2 to 5 layer per meter depth, depending on the grade and the depth placed of the reinforcement, while the length of geotextile needed ranging from 3.2 to 22.5 meter, depending on the bridge span, embankment height, and parameters of the soil. MSE Wall cannot be built on soft to very soft soil (Cu < 2.79 Ton/m2) without soil improvement to be done in the first place. Based on circular failure analysis (overall stability), known that in cohesive soils with stiff consistency (Cu = 6 Ton/m2) to very stiff (Cu = 12 Ton/m2) and non-cohesive soils with dense consistency (ф = 380) to very dense (ф = 420) does not require additional reinforcement. While on other soil consistency, some need additional reinforcement ranging from 0 to 22 layer of geotextile and from 0 to 35 pieces of micropiles, depending on the bridge span, embankment height, and grade of the reinforcement. Number of gabion needed as a facing of MSE wall ranging from 5 to 8 pieces per 2-meter width of abutments, depending on the embankment height.
The Use of PT Petro Kimia’s by-Product Gypsum as Fill Materials Raditya Widiatama; Indrasurya Budisatria Mochtar; Noor Endah Mochtar
IPTEK Journal of Proceedings Series No 6 (2020): 6th International Seminar on Science and Technology 2020 (ISST 2020)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23546026.y2020i6.11087

Abstract

Gypsum is a by-product of the Phosphoric Acid factory PT Gresik Petrochemicals; it is produced around 1,200,000 tons/year. In order to reduce the amount, an effort needed to use gypsum as fill materials. For this purpose, the problem needs to be considered is that gypsum should not contain substances that harmful to the environment and meet the fill materials requirements. In order to answer all these questions, chemical tests were carried out to determine its heavy metal content. Gypsum plasticity and its particle size distribution were determined by conducting Atterberg limit and sieve analysis tests. Compaction test and CBR test were also carried out to determine the density and its strength. Those results were then analyzed using "The Fifteen Point Method" to obtain a relationship curve between dry density (d) and soaked-CBR. This curve was important to determine the soaked-CBR that can be achieved by gypsum materials in the field with different compaction energy 90%, 95%, and 100% of maximum compaction energy. Chemical test result shows that all heavy metals content in gypsum material are far below the regulatory limit; therefore, it is safe for the environment. Besides, Gypsum is non-plastic (NP) material and it is classified as A-4 (AASHTO) or SM (USCS); it means that Gypsum is very good for fill materials and safe to the environment. In addition, the result from the Fifteen Point Method shows that the minimum soaked CBR value is 13% achieved by using 90% of maximum compaction energy with 30-40 % of water content. It means that the gypsum material can be used as selected fill material because it fulfils its requirement where IP10%.