Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Partisipasi publik dalam transparansi penanganan tindak pidana korupsi oleh kpk melalui pemanfaatan media elektronik M. Saiful Rohman
Oetoesan-Hindia: Telaah Pemikiran Kebangsaan Vol 3 No 2 (2021): Oetoesan Hindia: Telaah Pemikiran Kebangsaan
Publisher : Peneleh Research Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34199/oh.v3i2.71

Abstract

Abstrak Memperjuangkan pemberantasan tindak pidana korupsi tidak hanya menjadi kewajiban bagi lembaga penegak hukum tetapi juga seluruh masyarakat. Sebagai salah satu lembaga yang menangani tindak pidana korupsi di Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas dan wewenang dalam penyidikan, penyelidikan dan penuntutan. Namun dalam hal kinerja KPK, masyarakat kurang mendapatkan informasi yang cukup. Sehingga publik kurang mengetahui akan sampai mana kasus tersebut berjalan. Dari sini dapat kita lihat bahwasanya publik belum bisa sepenuhnya mengawal KPK. Semestinya setiap langkah KPK dalam menangani kasus harus diinformasikan pada masyarakat luas. Hal itu untuk mengetahui perkembangan tersangka setelah menjadi terdakwa dan divonis apakah ia mengajukan banding atau bahkan ditingkat kasasi hingga ingkrahnya suatu kasus. Untuk itu KPK perlu memberikan informasi agar publik dapat mengawal kasus yang ditanganinya yaitu dengan memanfaatkan media elektronik sebagai sarana KPK untuk meyampaikan informasi pada publik.
PROPOSIONALITAS ALASAN POLIGAMI PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Ahmadi Hasanuddin D; Cholida Hanum; M. Saiful Rohman
QAWWAM Vol. 12 No. 2 (2018): Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/qawwam.v12i2.1727

Abstract

Pada dasarnya Perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, namun hal tersebut tidak bersifat mutlak sehingga poligami dapat dilakukan dengan alasan tertentu. Legalisasi poligami di Indonesia secara eksplisit tercantum dalam pasal 3 hingga 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1947 tentang perkawinan. Pada UU ini juga dimuat syarat poligami yang harus dipenuhi oleh suami yang ingin melakukan poligami. Syarat Poligami sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ini 1). Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, 2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan, 3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Ketiga syarat ini terlalu mendiskreditkan perempuan dalam perspektif gender islam. Sehingga perlu adanya proporsionalitas alasan agar syarat dalam berpoligami tidak menyudutkan posisi perempuan. Ketiga syarat yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) UU perkawinan ini harus diberikan pembatasan penafsiran agar tidak mendiskreditkan perempuan. Karena jika hal ini tidak dilakukan, maka akan menimbulkan permasalahan baru dalam yang kemudian mengakibatkan perempuan sebagai pihak yang dirugikan atas syarat tersebut. Oleh karena itu, penulis menghimbau para hakim peradilan unuk mengubah paradigma penafsiran atas syarat tersebut agar terdapat proporsionalitas syarat bagi para pelaku poligami yang tidak mendiskreditkan perempuan.