Saleh Nur
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Krisis Barat Modern Menurut Nasr Saleh Nur
Jurnal Ushuluddin Vol 17, No 1 (2011): January - June
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v17i1.679

Abstract

Abad modern di Barat dimulai pada abad XVII, sekaligus merupakan awal kemenangan supremasi rasionalisme, empirisme dan posistivisme dari dogmadogma agama Ktisten. Abad modern di Barat adalah zaman ketika manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya. Manusia dipandang sebagai makhluk yang bebas yang independen dari Tuhan dan alam. Manusia modern di Barat sengaja membebaskan diri dari tatanan ilahiah untuk kemudian membangun suatu tatanan yang semata-mata berpusat pada diri manusia, yang selanjutnya berakibat pada pemutusan nilai-nilai spritual. Modernisme di dunia Barat adalah bersifat anthropomorphisme yang menunjukkan kriteria dan instrumen pengetahuan bahwa yang menetapkan sains adalah semata-mata manusia. Dalam pandangan Sayyed Hossein Nasr ( selanjutnya disebut Nasr ), empirisme dan rasionalisme tidak dapat bertindak sebagai prinsip-prinsip dalam pengertian metafisika. Akibatnya pemikiran Barat modern tidak memiliki kepekaan terhadap yang sakral, mengingat humanisme modern tidak terpisahkan dari sekularisme. Untuk dapat menemukan kembali integritas manusia dan alam secara utuh, Nasr menekankan bahwa manusia harus berada pada titik pusat (Tuhan), mampu mengambil jarak dari kenyataan yang senantiasa berubah dan serba propan. Ringkasnya Nasr menghendaki agar manusia modern memikirkan kembali kehadiran Tuhan yang merupakan dasar suatu kebijakan hidup. Nasr dengan gagasan Islam tradisionalnya, tampaknya ingin mengajukan sebuah kebutuhan untuk menghidupkan kembali sains-sains tradisional dan kosmologis di tengah dunia modern, yang akan dapat memainkan peranan dalam membangkitkan kesadaran akan kesatuan sains dan pengetahuan spritual. Menghidupkan kembali sains tradisional, tidak berarti Nasr menolak metode eksprimen serta perangkatperangkat penelitian ilmiah modern yang telah terbukti sangat berhasil dalam sudi kuantitatif alam semesta. Tetapi Nasr menginginkan adanya perubahanperubahan fundamental dalam metode manusia modern terhadap realitas dan pengetahuan.
Abdul Kalam Azad: Nasionalisme India Saleh Nur
Jurnal Ushuluddin Vol 16, No 2 (2010): July - December
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/jush.v16i2.676

Abstract

MaulanaAbdul Kalam Muhyiddin Ahmad Azad ( 1888-1958 ) adalah seorang sarjana muslim dan pemimpin politik senior dari gerakan kemerdekaan India. Dia adalah salah satu dari pemimpin muslim yang paling terkemuka untuk mendukung persatuan Hindu-Muslim, menentang partisi India. Azad sangat mendukung kekhalifahan Sulthan Usmani sebagai lambang persatuan Islam. Dukungan terhadap kekhalifahan menjadi suatu cara untuk menyatakan rasa permusuhan terhadap penjajahan Inggris dan aspirasiaspirasi kebangkitan kembali politik Islam, dan ini juga sesuai dengan politik umat Hindu atau kelompok Nasionalis yang anti Inggris dan karenanya persekutuan umat Islam dan umat Hindu dalam mencapai kemerdekaan, menurut Azad adalah langkah yang tepat. Perjuangan kemerdekaan India memang terpecah kedalam dua aliran politik, yaitu kelompok non nasionalis yang dipelopori oleh tokoh-tokoh intelegensia muslim dengan Liga Muslimin-nya dan kelompok nasionalis yang tergabung dalam Partai Kongres India yang mayoritas Hindu dimana Azad berkiprah didalamnya, dan menurut Azad problema Hindu-Muslim akan dapat diselesaikan setelah tercapainya kemerdekaan India. Ketika Kesultanan Usmani bergabung dengan Jerman dalam perang dunia pertama, pemerintah Inggris dengan cepat mengasingkan Azad dan membredel surat kabarnya al-Hilal,begitu perang usai gerakan khilafat di India semakin gencar dan bermuara kepada penyelamatan kekhalifahan, pan Islamisme dan pengusiran Inggris dari India. Gerakan ini juga didukung oleh umat Hindu pimpinan Mahatma Gandhi. Sementara kelompok non nasionalis yang pro Barat ( termasuk Ali Jinnah ) juga ikut memberi peringatan kepada Inggris. Gerakan khilafat akhirnya kehilangan kekuatan ketika Mustafa Kamal menghapuskan kekhalifahan tahun 1924. Usaha-usaha yang dilakukan Azad, termasuk membentuk kelompok nasionalis Islam dalam Partai Kongres (1929 ) untuk menjembatani perbedaan paham antara umat Islam dan umat Hindu ternyata tidak membawa hasil. Keadaan yang terjadi bukanlah kemerdekaan yang utuh, India malah terpecah kepada dua Negara, India dengan mayoritas umat Hindu, dan Negara Pakistan dengan mayoritas muslim, sebagai hasil perjuangan Azad dengan nasionalismenya. Mencermati perkembangan terakhir di India sekarang, benarlah apa yang menjadi kekhawatiran oleh tokoh-tokoh Islam non nasionalis, seperti Iqbal bahwa dibelakang nasionalisme India terletak konsep Hinduisme. Umat Islam manoritas di India inilah yang sering jadi bulanbulanan umat Hindu dengan berbagai alasan dan dalih, kerusuhan terjadi dimana-mana mulai dari Bombay, Bangalore, Bhopal, Hyderabad, Ahmadabad, Jaipur dan Kampur semuanya menjadi saksi atas kekejaman kelompok mayoritas Hindu terhadap minoritas muslim di India.
ANTARA DEBUS BANTEN DAN DEBUS PARIAMAN Unsur-Unsur Tariqat dalam Tradisi Debus Saifullah Saifullah; Saleh Nur; Dasman Yahya Maali
Nusantara Journal for Southeast Asian Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/nusantara.v19i1.24576

Abstract

Tulisan ini berasal dari penelitian terhadap hubungan yang erat antara debus dengan amalan tarekat. Dilihat dari sejarahnya, kesenian tradisional debus bersumber dari ajaran beberapa tarekat. Hal ini terlihat dari latar belakang para tokoh pendiri dan khalifah-khalifah debus, adalah orang-orang yang memperkenalkan dan penganut ajaran beberapa tarekat. Tarekat-tarekat yang diperkirakan mempengaruhi secara kuat terhadap kesenian debus adalah tarekat Qadiriyah, Rifa’iyah, Syadziliyah dan Naqsyabandiyah, hal ini dapat dilihat dari silsilah, ritual, hizib dan bacaan-bacaan wirid atau zikir yang dibacakan pada setiap pertunjukan dan tata cara mempelajari kesenian debus. Hasil penelitian juga menemukan fakta bahwa kesenian debus sudah mengalami pergeseran dan perubahan karena harus menyesuaikan diri, agar tak ketinggalan zaman atau bahkan dilupakan. Kesenian debus sudah mengalami modifikasi yang ditunjukkan dengan banyak sekali hal-hal yang tak pernah dipraktekkan pada debus tempo dulu. Debus saat ini telah meninggalkan atau lepas dari asalnya yakni tarekat. Pergeseran itu terlihat dari segi ritual, gaya pertunjukan, pola perekrutan personil dan tujuan yang ingin dicapai. Kesenian debus sekarang lebih cenderung digunakan sebagai alat hiburan masyarakat atau menjadi komoditi pariwisata ketimbang sebagai suatu produk budaya yang mengandung nilai keagamaan.