Sofia Hardani
UIN SUSKA RIAU

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

ANALISIS TENTANG BATAS UMUR UNTUK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Sofia Hardani
An-Nida' Vol 40, No 2 (2015): July - December
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyrakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/an-nida.v40i2.1503

Abstract

Di dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa kedewasaan seorang anak adalah jika laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 18 tahun. Di dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita telah mencapai umur 16 tahun. Artinya, undang-undang ini membolehkan anak yang belum dewasa untuk melangsungkan perkawinan. Di sisi lain, undangundang terlihat mengakui pelanggaran terhadap ketentuan batas umur dan kematangan calon untuk melangsungkan perkawinan. Hal ini diakomodir dalam pasal 7 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974, bahwa pengadilan ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak laki-laki maupun perempuan dapat memberikan dispensasi kepada anak di bawah umur untuk melangsungkan perkawinan. Ketidakkonsistenan UU No. 1 tahun 1974 tentang batas umur perkawinan dapat dimaknai sebagai akomodisasi perkawinan di bawah umur. Apalagi di dalam pasal 7 UU tersebut maupun dalam penjelasannya tidak disebutkan alasan yang dapat dijadikan dasar diberikan dispensasi, sehingga setiap orang dapat dengan mudah memperolehnya. Ketetapan undang-undang sangat longgar, padahal jika ditinjau dari berbagai aspek, banyak kemudharatan yang ditimbulkan akibat perkawinan anak di bawah umur, terutama bagi perempuan.
Analisis Kritis Terhadap Pasal 156 (C) KHI Mengenai Pemindahan Hak Asuh Anak Ketika Terjadi Penelantaran Oleh Ibu Menurut Maqāshid Al-Syarī’ah: KHI, Hadhānah, Maqāshid Al-Syarī’ah Mitra Kurniawan; Zulfahmi Bustami; Sofia Hardani
Legitima : Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 5 No. 2 (2023): Legitima : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Universitas Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33367/legitima.v5i2.3828

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa pasal 156 (c) KHI yang memiliki kekosongan hukum, yaitu tidak menyebutkan secara jelas dan tegas tentang persoalan jika ibu mampu melakukan pengasuhan, namun ayah enggan untuk memberi nafkah, sehingga anak terlantar karena ibu di lain sisi tidak memiliki penghasilan. Penelitian ini tergolong library research dengan pendekatan kualitatif normatif. Metode pengolahan data dan penarikan kesimpulan yang dipakai adalah analisa konten (Content Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persoalan di atas harus dipandang dari sisi maqāshid al-syarī’ah karena berkaitan erat dengan hak asuh ibu apakah masih bisa dipertahankan atau justru lebih baik diserahkan ke pihak yang juga memiliki hak asuh. Jika anak tetap diasuh oleh ibu, maka akan muncul mudharat, namun mudharat tersebut bisa diminimalisir. Sedangkan mudharat yang muncul ketika anak diasuh oleh selain ibu sangat beresiko dan sulit untuk diminimalisir. Maslahat yang didapatkan oleh anak saat diasuh oleh ibu jauh lebih besar dari pada maslahat yang didapatkan oleh anak saat diasuh oleh selain ibu. Oleh karena itu, hak asuh ibu harus tetap dipertahankan karena sangat sesuai dengan teori maqāshid al-syarīah