Hamid Pongoliu
IAIN Sultan Amai Gorontalo

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

The Existence of the Statement of the Companions (Fatwā Ṣaḥāba) and its Ḥujjah in Islamic Legal Thoughts Hamid Pongoliu
Al-Ahkam Vol 29, No 2 (2019): October
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (427.612 KB) | DOI: 10.21580/ahkam.2019.29.2.4281

Abstract

Fatwā ṣahāba can be used as ḥujjah (proof) even though the ulama (scholars) have different opinions regarding its validity. The ulama categorize the Companions’ fatwā as one of the sources of law decision which is still being disputed about the validity. It is different from the Qur'an, Sunnah, Ijmā’, and Qiyās that have been agreed by the most of the scholars as a source of Islamic law. The Companions’ fatwā has an influence on the development of Islamic law thought which can be substantially equated like a fiqh, because it is the result of istinbāṭ (efforts to extract the ẓannī (speculative) sharia law from original sources through the mobilization of all natural reasoning abilities) and the results of the Companions ra'y (establish a law of contemporary problems that have not been found in the Qur’an and hadith) which have been codified according to the particular mazhab. Therefore, the Companions fatwā is the result of the ijtihad of the Companions as ulama of the previous generation and became the ḥujjah of the ulama until today who have colored Islamic law thought, such as fatwā of Abū Bakr, Umar, ‘Uthmān, ‘Alī, ‘Abdullāh Ibn ‘Abbās, ‘Abdullāh Ibn Mas'ūd and other Companions. At least the fatwā ṣaḥaba can be used as ḥujjah in istinbāṭ of islamic law when new problems arise, and no proposition is found in the Qur'an and hadith.
Problematika Implementasi Teori Nafkah Idah Akibat Talak dalam Praktik di Pengadilan Agama Gorontalo Muhammad Gazali Rahman Gazali Rahman; Hamid Pongoliu; Syukrin Nurkamiden
Jurnal Al Himayah Vol. 3 No. 1 (2019): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dilihat dari sifatnya, pembayaran nafkah idah termasuk kategori eksekusi pembayaran sejumlah uang, maka pihak istri harus menempuh prosedur hukum acara yang panjang untuk mendapatkan haknya. Eksekusi ini bisa terlaksana dengan biaya yang biasanya lebih besar dari biaya perkara cerai talak yang dibayar pihak suami. Apalagi jika nafkah idah yang dibebankan kepada suami jumlahnya relatif kecil, maka permasalahan yang muncul adalah mengenai biaya eksekusi yang harus dikeluarkan pihak istri untuk mendapatkan nafkah idah yang jumlahnya relatif kecil. Padahal ikrar talak dan pembayaran nafkah idah secara substantif merupakan pelaksanaan dari satu putusan. Dalam kaitannya dengan tujuan filosofis yang memberikan perlindungan kepada kaum wanita tersebut, maka persoalan ini memerlukan jalan keluar yang terasa lebih adil. Pengadilan Agama Kota Gorontalo sebagai salah satu institusi pengadilan yang memiliki tugas dan kewenangan di antaranya memutus dan mengadili perkara perceraian, tentunya tidak terlepas dari problema hukum tersebut.
Wujud Keadilan dalam Sistem Hukum Kewarisan Islam Hamid Pongoliu
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 6 No 2 (2012)
Publisher : Sharia Faculty of State Islamic University of Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3812.965 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v6i2.597

Abstract

Wujud keadilan dalam sistem hukum kewarisan Islam dapat dilihat pada keadilan distribusi porsi kumulatif, keadilan porsi dalam rumus kewarisan berimbang dan korelasi keadilan kewarisan Islam dalam kesetaraan gender. Keadilan yang pertama bersifat Ijbar, bilateral dan individual. Ijbar terlihat pada pewarisan yang menganut ketentuan Allah, bukan pada kehendak pewaris atau permintaan ahli waris dan didistribusikan tanpa membedakan ahli waris. Pertimbangan dalam keadilan bilateral berasal dari garis pria dan wanita. Keadilan individu adalah ketika warisan didistribusikan secara individu didasarkan pada al-Quran dan hadis. Formula berimbang dalam keadilan distrubusi porsi ada pada keseimbangan hak dan kewajiban pada kedua pihak ahli waris. Sedangkan korelasi keadilan dalam kewarisan Islam dengan kesetaraan gender terlihat pada keseimbangan hak dan kewajiban antara ahli waris pria dan wanita sebagai wujud keadilan gender .